skip to main content

Memikirkan Kembali Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta Tahun 2022: Antara Gubernur dan Pejabat Pelaksana

*Alma Arif orcid scopus  -  Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Indonesia
Megandaru W. Kawuryan  -  Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Indonesia
Open Access Copyright 2021 JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan under http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0.

Citation Format:
Abstract

Sejak 2015, pemilihan kepala daerah serentak dilakukan untuk memilih gubernur dan walikota/ bupati yang akan mengakhiri pekerjaannya. DKI Jakarta sebagai salah satu pemerintah daerah pada tahun 2017 juga melakukan pilkada serentak dan berakhir pada tahun 2022. Permasalahan yang muncul ketika kewajiban regulasi tentang pilkada, presiden dan wakil presiden dilakukan serentak pada tahun 2024. Antara tahun 2022 sampai dengan Tahun 2024, berdasarkan peraturan tersebut, Gubernur DKI Jakarta akan diisi oleh gubernur sementara yang diangkat oleh pemerintah pusat. Keterbatasan kewenangan yang dimiliki oleh gubernur sementara untuk mengurus Provinsi DKI Jakarta tentunya akan menimbulkan persoalan yang kompleks. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan alasan, dampak dan akibat jika Gubernur DKI Jakarta diisi oleh gubernur sementara dan berusaha memberikan solusi dan alternatif dari permasalahan tersebut. Paradigma pragmatis dengan desain penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Pilkada di DKI sebaiknya dilakukan pada tahun 2022 untuk menghindari waktu kepemimpinan pejabat pelaksana gubernur yang panjang.

Fulltext View|Download
Keywords: pemilihan kepala daerah serentak; penjabat kepala daerah; pemerintahan daerah

Article Metrics:

  1. Baldini, G. (2002). The Direct Election of Mayors: an Assessment of The Institutional Reform Following The Italian Municipal Elections of 2001. Journal of Modern Italian Studies, 7(3), 364–379
  2. Bawaslu.go.id. (2019). Upaya Cepat Bawaslu Dalam Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu. Retrieved from https://bawaslu.go.id/id/berita/upaya-cepat-bawaslu-dalam-penyelesaian-sengketa-proses-pemilu
  3. Cross, W. (1996). Direct election of provincial party leaders in Canada, 1985-1995: the end of the leadership convention? Canadian Journal of Political Science/Revue Canadienne de Science Politique, 295–315
  4. Ferza, R., & Aulia, N. F. (2020). 2018 Simultaneous Regional Head Elections: Political Dowry and Policy Implication. Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 12(1), 11–20
  5. Gaebler, S., & Roesel, F. (2019). Do direct elections matter? Quasi-experimental evidence from Germany. International Tax and Public Finance, 26(6), 1416–1445
  6. Hanan, D. (2016). Memperkuat Presidensialisme Multipartai di Indonesia: Pemilu Serentak, Sistem Pemilu dan Sistem Kepartaian. Jurnal Universitas Paramadina, 13, 1451–1475
  7. Iskandar, H. (2013). Kewenangan Penjabat Bupati dalam Melaksanakan Mutasi Pegawai. Jurnal Hukum Administrasi Negara
  8. Jaweng, R. N. E. (2012). Analisis Kewenangan Khusus Jakarta sebagai Ibukota Negara dalam Konteks Desentralisasi di Indonesia. Tesis, Program Pascasarjana Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
  9. Marwi, A. (2016). Kewenangan Penjabat Kepala Daerah Di Bidang Kepegawaian Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan Daerah (Studi Pada Pemerintahan Kota Mataram). Jurnal IUS Kajian Hukum Dan Keadilan, 4(3), 538. https://doi.org/10.29303/ius.v4i3.340
  10. Meinke, S. R. (2008). Institutional Change and the Electoral Revisiting the Effects of Direct Election. Political Research Quarterly, 61(3), 445–457
  11. Micozzi, J. P. (2013). Does electoral accountability make a difference? Direct elections, career ambition, and legislative performance in the Argentine Senate. The Journal of Politics, 75(1), 137–149
  12. Prasetyoningsih, N. (2014). Dampak Pemilihan Umum Serentak bagi Pembangunan Demokrasi Indonesia. Jurnal Media Hukum, 21(2), 241–263. Retrieved from http://journal.umy.ac.id/index.php/jmh/article/download/1190/1251
  13. Saksono, H. (2014). ASN Milenial: Transformasi Birokrasi Menuju Humanokrasi (Studi Kasus Pemda Kabupaten Wajo). Prosidingfrima.Stembi.Ac.Id, 1(1), 362–367
  14. Samuels, D. (2000). Concurrent elections, discordant results: presidentialism, federalism, and governance in Brazil. Comparative Politics, 1–20
  15. Santoso, C. W. B. (2016). Participation and Neutrality of State Civil Apparatus in Direct Regional Election: Surabaya City Case. Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 8(1), 69–81
  16. Solihah, R. (2018). Peluang dan Tantangan Pemilu Serentak 2019 dalam Perspektif Politik. JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 3(1), 73–88
  17. Subhan, H. (2006). Recall: Antara Hak Partai Politik dan Hak Berpolitik Anggota Parpol. Jurnal Konstitusi, 3(4), 3057
  18. Surbakti, R. (2014). Merancang Sistem Politik Demokratis Menuju Pemerintahan Presidensial yang Efektif
  19. Surbakti, R., Supriyanto, D., & Asy’ari, H. (2011). Merancang Sistem Politik Demokratis Merancang Sistem Politik Demokratis Menuju Pemerintahan Presidensial yang Efektif. Jakarta: Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan. Retrieved from https://www.google.co.id/search?rlz=1C1CHBF_enID793ID793&ei=QsZMW5GjF4f0rQGNhJ6ADg&q=Merancang+sistem+politik+demokratis%3A+menuju+pemerintahan+presidensial+yang+efektif&oq=Merancang+sistem+politik+demokratis%3A+menuju+pemerintahan+presidensial+yang+efekt
  20. Wijayanti, S. N., & Purwaningsih, T. (2015). Laporan Akhir Tahun Pertama Penelitian Hibah Bersaing: Desain Pemilihan Umum Nasional Serentak dalam Perspektif Hukum dan Politik. Yogyakarta. Repos. Umy. Ac. Id/Bitstream/Handle/123456789/2227/Laporan Akhir Desain Pemilihan Umum Nas. Serentak Dalam Perspekt. Huk. Dan Polit. Pdf

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.