BibTex Citation Data :
@article{GK4940, author = {Ery Priyono}, title = {Potret Kontrak Bisnis Waralaba (Franchise) (Ketika Ruh Ditinggal Jasadnya)}, journal = {Gema Keadilan}, volume = {6}, number = {1}, year = {2019}, keywords = {Waralaba, perjanjian baku , kebebasan berkontrak.}, abstract = { Waralaba merupakan suatu usaha yang sangat marak di Indonesia. Waralaba di Indonesia mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1970-an dengan mulai masuknya franchise luar negeri seperti Kentucky Fried Chicken, Swensen, Shakey Pizza, dan kemudian diikuti pula oleh Burger King dan Seven Eleven. Saat ini hampir semua bidang bisnis tidak terbebas dari sistem yang diimpor dari negeri paman sam ini. Hadirnya bisnis waralaba yang hampir meliputi semua kehidupan tidak ubahnya jasad yang tampil sangat menarik, selalu dilirik oleh pelaku usaha khususnya pemain baru. Waralaba tidak ada bedanya dengan bentuk perjanjian yang lain, yaitu ruhnya adalah kesepakatan ( meeting of mind ) yang saling menguntungkan ( mutual accent ). Hadirnya perjanjian baku yang menjadi bingkai bisnis waralaba menjadikan perjanjian waralaba sebagai jasad yang meninggalkan ruhnya, bukan ruh yang meninggalkan jasadnya. Kajian dengan pendekatan normatif ini ingin memaparkan penerapan asas Kebebasan Berkontrak yang salah arah. }, pages = {1--12} doi = {10.14710/gk.2019.4940}, url = {https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/gk/article/view/4940} }
Refworks Citation Data :
Waralaba merupakan suatu usaha yang sangat marak di Indonesia. Waralaba di Indonesia mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1970-an dengan mulai masuknya franchise luar negeri seperti Kentucky Fried Chicken, Swensen, Shakey Pizza, dan kemudian diikuti pula oleh Burger King dan Seven Eleven. Saat ini hampir semua bidang bisnis tidak terbebas dari sistem yang diimpor dari negeri paman sam ini. Hadirnya bisnis waralaba yang hampir meliputi semua kehidupan tidak ubahnya jasad yang tampil sangat menarik, selalu dilirik oleh pelaku usaha khususnya pemain baru. Waralaba tidak ada bedanya dengan bentuk perjanjian yang lain, yaitu ruhnya adalah kesepakatan (meeting of mind) yang saling menguntungkan (mutual accent). Hadirnya perjanjian baku yang menjadi bingkai bisnis waralaba menjadikan perjanjian waralaba sebagai jasad yang meninggalkan ruhnya, bukan ruh yang meninggalkan jasadnya. Kajian dengan pendekatan normatif ini ingin memaparkan penerapan asas Kebebasan Berkontrak yang salah arah.
Article Metrics:
Last update:
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. View StatisticsDiterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Gema Keadilan, Fakultas Hukum Universitas DiponegoroAlamat Redaksi:Redaksi LPM Gema Keadilan, Gedung Prof. Satjipto Rahardjo Fakultas Hukum Undip Lt. 3 Jalan Prof. Soedarto, SH,Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, 50271