BibTex Citation Data :
@article{GK3640, author = {Valeri Siringoringo}, title = {Pengaturan Perlindungan Hukum dan Pengakuan Terhadap Masyarakat Adat Terkait Resistensi Pembangunan (Studi Kasus Masyarakat Adat Tobelo, Halmahera, Maluku Utara)}, journal = {Gema Keadilan}, volume = {3}, number = {1}, year = {2016}, keywords = {}, abstract = { Dalam tulisan ini penulis mencoba menganalisa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan hukum dan pengakuan terhadap masyarakat adat. Berdasarkan hal itu, penulis melakukan pengkajian tentang “Pengaturan Perlindungan Hukum dan Pengakuan Terhadap Masyarakat Adat Terkait Resitensi Pembangunan” (studi kasus masyarakat adat Tobelo, Halmahera, Maluku Utara). Tipe penelitian menggunakan yuridis normatif dengan sifat deskriptif analitis melalui pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan alat pengumpul data studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer. Saat ini, Indonesia telah menaruh perhatian dan melakukan upaya dalam hal perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat dilihat dari adanya pengaturan tentang hal tersebut dalam beberapa undang-undang. Namun hal tersebut justru menimbulkan ketidakpastian dan kurangnya kesesuaian antara satu undang-undang dengan undang-undang lain yang menimbulkan kerancuan untuk berlakunya asas lex specialis bila terdapat 2 (dua) undang-undang khusus.Contoh UndangUndang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 mengenai Hak Ulayat dan Hak-hak Perseorangan Atas Tanah dan Sumber Daya Alam belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang terdapat di dalam UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 yang sudah berlaku sebelumnya. UUPA pada dasarnya memberikan pengakuan hutan adat (tanah ulayat) sebagai bagian dari Kawasan Hutan Negara dengan syarat keberadaan hak ulayat tersebut memang menurut kenyataannya masih ada dan dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan kepentingan nasional dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Sedangkan dalam UUPA, tanah ulayat merupakan hak milik yang tidak berada dalam kawasan hutan negara.Hak milik ini dikenal dengan hak lama yang berasal dari hak adat dengan pengakuan Pemerintah. Perbedaan konsep penguasaan/ kepemilikan hutan adat/ tanah ulayat masih juga hadir dalam Undang-Undang Kehutanan.Ketidakpastian pengaturan inilah yang akhirnya berdampak pada kejelasan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat seperti halnya suku Tobelo yang wilayah adatnya dipakai untuk menjadi taman nasional dan dilarang berburu dan mencari makanan di wilayah tersebut yang menimbulkan berbagai resistensi terhadap pembangunan dari masyarakat. Kata kunci : pengaturan, perlindungan, hak hak masyarakat adat, resistensi. }, pages = {36--47} doi = {10.14710/gk.2016.3640}, url = {https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/gk/article/view/3640} }
Refworks Citation Data :
Dalam tulisan ini penulis mencoba menganalisa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan hukum dan pengakuan terhadap masyarakat adat. Berdasarkan hal itu, penulis melakukan pengkajian tentang “Pengaturan Perlindungan Hukum dan Pengakuan Terhadap Masyarakat Adat Terkait Resitensi Pembangunan” (studi kasus masyarakat adat Tobelo, Halmahera, Maluku Utara). Tipe penelitian menggunakan yuridis normatif dengan sifat deskriptif analitis melalui pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan alat pengumpul data studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer. Saat ini, Indonesia telah menaruh perhatian dan melakukan upaya dalam hal perlindungandan pengakuan hak masyarakat adat dilihat dari adanya pengaturan tentang hal tersebut dalam beberapa undang-undang. Namun hal tersebut justru menimbulkan ketidakpastian dan kurangnya kesesuaian antara satu undang-undang dengan undang-undang lain yang menimbulkan kerancuan untuk berlakunya asas lex specialis bila terdapat 2 (dua) undang-undang khusus.Contoh UndangUndang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 mengenai Hak Ulayat dan Hak-hak Perseorangan Atas Tanah dan Sumber Daya Alam belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang terdapat di dalam UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 yang sudah berlaku sebelumnya. UUPA pada dasarnya memberikan pengakuan hutan adat (tanah ulayat) sebagai bagian dari Kawasan Hutan Negara dengan syarat keberadaan hak ulayat tersebut memang menurut kenyataannya masih ada dan dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan kepentingan nasional dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Sedangkan dalam UUPA, tanah ulayat merupakan hak milik yang tidak berada dalam kawasan hutan negara.Hak milik ini dikenal dengan hak lama yang berasal dari hak adat dengan pengakuan Pemerintah. Perbedaan konsep penguasaan/ kepemilikan hutan adat/ tanah ulayat masih juga hadir dalam Undang-Undang Kehutanan.Ketidakpastian pengaturan inilah yang akhirnya berdampak pada kejelasan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat seperti halnya suku Tobelo yang wilayah adatnya dipakai untuk menjadi taman nasional dan dilarang berburu dan mencari makanan di wilayah tersebut yang menimbulkan berbagai resistensi terhadap pembangunan dari masyarakat.
Kata kunci : pengaturan, perlindungan, hak hak masyarakat adat, resistensi.
Article Metrics:
Last update:
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. View StatisticsDiterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Gema Keadilan, Fakultas Hukum Universitas DiponegoroAlamat Redaksi:Redaksi LPM Gema Keadilan, Gedung Prof. Satjipto Rahardjo Fakultas Hukum Undip Lt. 3 Jalan Prof. Soedarto, SH,Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, 50271