skip to main content

Politik Hukum Peribadatan Agama dan Habitus Masyarakat Pancasila

*Yudha Kusniyanto  -  Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga, Indonesia 5071 || Indonesia, Universitas Kristen Satya Wacana, Indonesia
Published: 1 Oct 2018.

Citation Format:
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Politik Hukum Peribadatan Agama dan Habitus Masyarakat Pancasila. Peneltian merupakan penelitian dokmatik, dan dianalisis dengan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bawah Politik hukum peribadatan agama melalui SKB sesungguhnya dimaksudkan untuk menjaga kehidupan masyarakat dan mewujudkan integrasi sosial. Akan tetapi integrasi yang terbentuk bukanlah integrasi normatif yang muncul dari kesadaran alamiah masyarakat, melainkan integrasi koersif atas dasar keterikatan pada peraturan. Relasi masyarakat dalam perbedaan dan keberagaman agama ditandai dengan adanya peristiwa-peristiwa yang menyiratkan adanya gesekan
sosial di masyarakat dalam konteks kehidupan beragama yang beragam. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan nilai dan cita-cita bangsa yang ada di dalam Pancasila. Politik hukum pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tahun 2006 yang mengatur tentang peribadatan dan pendirian tempat ibadah. Politik hukum peribadatan agama dalam bentuk SKB tersebut diharapkan mampu menjaga kebersamaan dan
keharmonisan masyarakat di tengah keberagaman agama. Perilaku masyarakat yang dapat mewujudkan keharmonisan di tengah keberagaman adalah perilaku yang berdasarkan karakter Pancasila. Ketika Pancasila menjadi pola pikir, persepsi, pola perilaku, gaya hidup, nilai-nilai, disposisi, harapan, dan juga standar ideal bagi masing-masing individu, maka
Pancasila menjadi habitus masyarakat. Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana politik hukum tersebut mampu berperan dalam mewujudkan habitus Pancasila bagi masyarakat ? Berbagai peristiwa dan permasalahan yang terjadi kemudian justru menunjukkan adanya ekses negatif dari politik hukum peribadatan agama melalui SKB, terutama menguatnya prinsip mayoritas-minoritas dalam kehidupan beragama masyarakat. Hal itu tentu saja tidak sesuai dengan habitus Pancasila. Sehingga kemudian politik hukum seyogyanya mampu mewujudkan masyarakat dengan habitus Pancasila, dan mewujudkan integrasi nasional yang normatif, bukan koersif.

Fulltext View|Download
Keywords: Politik hukum peribadatan agama, SKB, habitus Pancasila

Article Metrics:

  1. Kemendiknas. 2009. Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan
  2. Mahfud MD. 2010, Membangun Politik Menegakkan Konstitusi. Jakarta: Rajawali Pers
  3. Martono. Nanang, 2012. Kekerasan Simbolik di Sekolah: Sebuah ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bordieu. Jakarta: RajaGrafindo
  4. Nasikun. 2007. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo
  5. Santiko, H. 2012, Relief Karmawibhangga di Candi Borobudur: Identifikasi Adegan dan Ajaran Hukum Karma, dalam Adegan dan Ajaran Hukum Karma pada Relief Karmawibhangga, Yogyakarta: Balai Konservasi Borobudur
  6. Soedarto, 1983, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat dalam Kajian Hukum Pidana. Bandung: Sinar Baru
  7. Raharjo, Satjipto. 2000, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti
  8. https://news.detik.com/berita/3923779/gereja-di-jayapura-tuntut-pembongkaran-masjidmenag-turun-tangan (diakses pada 18 Agustus 2018 pukul 10.05)
  9. https://www.liputan6.com/news/read/3625689/meiliana-divonis-18-bulan-penjarakarena-protes-volume-azan (diakses pada 23 Agustus 2018 pukul 08.15)
  10. https://www.liputan6.com/news/read/119824/asa-kerukunan-di-skb-pendirianrumah-ibadah (diakses 24 Agustus 2018 pukul 13.34)
  11. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45675216 (diakses pada 1 Oktober 2018
  12. pukul 10.23)
  13. https://tirto.id/di-balik-polemik-penolakan-menara-masjid-di-papua-cGrd (diakses pada 2 Oktober 2018 pukul 20.10)

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.