PERWUJUDAN KELURAHAN RAMAH LINGKUNGAN (STUDI KASUS : KELURAHAN KRAPYAK, KOTA SEMARANG)

Anggieta Dwi Septiani dan Nany Yuliastuti

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang

Issue Volume 3 No. 2 (2015)

DOI http://dx.doi.org/10.14710/jpk.3.2.120-127

Copyright (c) 2015 Jurnal Pengembangan Kota

Creative Commons License This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License

Abstrak

Kota Semarang memperoleh penghargaan sebagai Kota Hijau pada tahun 2012 oleh karena itu BLH Kota Semarang mengembangkan Kelurahan Ramah Lingkungan di Kota Semarang sebagai bentuk perwujudan mengatasi permasalahan lingkungan dan mendukung adanya Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Kelurahan Krapyak yang dijadikan sebagai wilayah studi dalam penelitian ini karena memiliki karakteristik perkotaan dengan berbagai macam permasalahan perkotaan namun masyarakatnya dapat mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan. Oleh karena itu perlu diteliti sebenarnya “Bagaimana perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan yang dilakukan masyarakat Kelurahan Krapyak?”. Metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif dan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dengan analisis faktor yang memiliki jumlah responden sebanyak 84 Kepala Keluarga. Penelitian betujuan agar perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan dapat dijadikan dasar oleh kelurahan di Kota Semarang yang belum menerapkan Ramah Lingkungan. Hasil dari penelitian ini adalah masyarakat yang 86% memanfaatkan pekarangan rumah sebagai RTH dengan jenis tanaman. Jaringan air bersih cukup baik, namun upaya berkelanjutan pengelolaan air bersih masih kurang, hanya RW 6 yang memiliki lubang biopori dan rain water harvesting. Pengelolaan sampah termasuk cukup (64%), sudah mulai ada penerapan 3R. Sebesar 94% masyarakat menggunakan septictank individu sehingga tidak efisien. Adanya Kelompok Wanita Tani (KWT) yang terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat yang peduli akan lingkungan dengan 72% masyarakat menganggap peran KWT baik. Hasil dari analisis faktor dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan yaitu perwujudan penyediaan RTH, perwujudan pengelolaan sampah dan perwujudan peran serta masyarakat. Perwujudan yang paling mempengaruhi mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan yaitu perwujudan penyediaan RTH (0,775) yang membuat lingkungan permukiman menjadi hijau, asri dan indah serta secara tidak langsung memberikan kontribusi kepada ketersediaan RTH di Kota Semarang. Kelurahan Krapyak berhasil mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan dengan kategori baik, yaitu sudah berhasil menerapkan 5 (penyediaan RTH, pengelolaan sampah, pengelolaan sanitasi, pengelolaan air bersih dan peran serta masyarakat) dari 8 atribut Kota Hijau dan mendukung P2KH.

Kata Kunci: Ramah Lingkungan, Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH), Kelurahan Krapyak

table of content

1. PENDAHULUAN

Pertumbuhan kota ternyata berimplikasi pada timbulnya berbagai permasalahan perkotaan seperti kemacetan, banjir, permukiman kumuh, kesenjangan sosial, dan berkurangnya luasan ruang terbuka hijau. Atas dasar itu pemerintah beserta Kementrian Pekerjaan Umum mengembangkan gagasan yang dituangkan ke dalam kebijakan dan program yang lebih komprehensif sekaligus realistis sebagai solusi perubahan iklim. Konsep Kota Hijau (Green Cities) merupakan metafora kota berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) menjadi salah satu wujud kebijakan konsep Kota Hijau (Green Cities) yang dikembangkan di Indonesia dan sebagai program kolaboratif antara pemerintah kabupaten/kota.

Tahun 2012, Kota Semarang menerima penghargaan sebagai Kota Hijau dari tahun 2011. Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang memiliki beberapa program kerja seperti Adipura, Konservasi Lingkungan, Langit Biru dan Kelurahan Ramah Lingkungan. Kelurahan Ramah Lingkungan dimulai pada tahun 2011, dikembangkan pada Kelurahan Percontohan di Kota Semarang, yaitu terdapat pada masing-masing Kelurahan Percontohan yang ada di 16 Kecamatan. Hingga saat ini sudah ada 48 Kelurahan Ramah Lingkungan yang tersebar di 16 Kecamatan se-Kota Semarang (Istibsaroh, 2013). Ramah lingkungan yang dimaksud adalah perilaku kehidupan sehari-hari yang efisien dalam memanfaatkan sumber daya alam (resource efficiency), misalnya memanfaatkan air dan energi untuk listrik, peralatan teknologi, dan moda transportasi yang kita gunakan sehari-hari serta tidak atau sedikit mencemari lingkungan, misalnya tidak membuang sampah sembarangan, mengurangi penggunaan kantong plastik, dan mengurangi timbulan sampah dari produk atau makanan yang kita konsumsi serta berkontribusi pada pemanasan global (BKPRN, 2012).

Kelurahan Krapyak dijadikan sebagai wilayah studi dalam penelitian ini karena karakteristiknya yang perkotaan dengan berbagai macam permasalahan perkotaan tetapi masyarakat berhasil mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan serta memenangkan lomba tersebut. Berbagai macam upaya masyarakat untuk menghijaukan lingkungan permukimannya melalui penanaman berbagai jenis tanaman dan merawatnya secara rutin, mengolah sampah organik maupun non organik menjadi kompos dan kerajinan tangan, melakukan kerja bakti secara rutin dan banyak hal yang mereka lakukan untuk mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan di wilayahnya. Oleh karena itu perlu diteliti sebenarnya “Bagaimana perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan yang dilakukan masyarakat Kelurahan Krapyak?”.

Penelitian ini menjadi penting karena perlunya penilaian perwujudan yang dilakukan masyarakat Kelurahan Krapyak untuk mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan, diharapkan dapat dijadikan dasar oleh kelurahan-kelurahan lain di Kota Semarang yang belum menerapkan atau mengembangkan Kelurahan Ramah Lingkungan. Selain itu, diharapkan hasil penelitian dijadikan bahan evaluasi untuk terus meningkatkan pengembangan dan penerapan Kelurahan Ramah Lingkungan, dan program ini dapat memberikan dampak positif dan sebagai solusi permukiman yang berkelanjutan.

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan yang dilakukan masyarakat Kelurahan Krapyak. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan yaitu metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan metode-metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel. Variabel-variabel ini diukur biasanya dengan instrumen-instrumen penelitian sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik (Creswell, 2009). Pada penelitian ini menggunakan teori-teori terkait yang dijadikan sebagai dasar variabel penelitian. Menggunakan kuesioner, wawancara dan observasi untuk memperoleh data yang dibutuhkan agar dapat mendukung penelitian ini yang kemudian dianalisis menggunakan metode analisis statistik deskriptif kuantitatif.

Dalam penentuan jumlah sampel dalam penelitian Perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan di Kelurahan Krapyak, digunakan rumus rumus Slovin sebagai berikut (lihat tabel 1):



Tabel 1
Distribusi penyebaran kuesioner


Menggunakan kuesioner dengan jenis kuesioner terstruktur (tertutup) dengan meminta responden untuk memilih salah satu dari pilihan ganda (multiple choice) yang disediakan menggunakan Skala Likert dengan probability sampling jenis Simple Random Sampling.

Terdapat rumus dasar untuk skoring dan aturan mengenai penentuan banyaknya kelas dalam penelitian, yaitu sebagai berikut:

K = 1 + 3,322 log n
K = 1 + 3,322 log 5
K = 3 kelas

Keterangan :
K : Banyaknya kelas
n : Jumlah Variabel dalam penelitian

Dari hasil perhitungan di atas maka didapatkan bahwa jumlah kelas yang akan digunakan dalam penelitian Perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan di Kelurahan Krapyak yaitu sebanyak 3 kelas, terdiri dari buruk, cukup dan baik.

Selain menghitung banyaknya kelas, diperlukan menghitung rentang dan interval kelas (lihat tabel 2) dengan rumus sebagai berikut (Nazir, 2003):



Interval kelas


Form kuesioner disebar kepada responden yang dianggap representatif dalam 1 KK, sehingga diperoleh data seperti penerapan ramah lingkungan dalam lingkup rumah tangga, dan penilaian responden terhadap penerapan program Kelurahan Ramah Lingkungan di tempat tinggalnya yaitu Kelurahan Krapyak. Dalam penelitian ini menggunakan skoring Data hasil kuesioner akan diolah dan diberi nilai untuk masing-masing pertanyaan. Skoring tersebut akan menentukan pengkategorian kelas pada masing-masing responden untuk dilanjutkan proses analisis faktor. Analisis faktor yaitu mencoba menemukan hubungan antara sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain. Pada penelitian Perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan akan dicari perwujudan yang dilakukan masyarakat untuk mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan dan melihat hubungan antar variabel tersebut sehingga akan terlihat perwujudan apa yang memberikan kontribusi paling besar. Tabel 3 menunjukkan variabel penelitian:


Tabel 3

table of content

2. KAJIAN TEORI

Pembangunan Berkelanjutan. Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan pun sangat multi-dimensi dan multi-interpretasi. Karena adanya multi-dimensi dan multi-interpretasi ini, para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (Fauzi, 2004). Terdapat pendapat lain mengenai pembangunan berkelanjutan yaitu perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial di mana masyarakat bergantung kepadanya. Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan dan proses pembelajaran sosial yang terpadu, viabilitas politiknya tergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya, kelembagaan sosialnya, dan kegiatan dunia usahanya (Soemarwoto, 2006).

Permukiman Berkelanjutan atau Berwawasan Lingkungan. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Terbentuknya suatu permukiman tidak terlepas dari pengaruh elemen-elemen pembentuknya secara keseluruhan. Terdapat beberapa elemen pembentuk permukiman yaitu alam (nature), manusia (man), masyarakat (society), bangunan (shells), dan jaringan (network) (Doxiadis, 1968). Pembangunan berwawasan lingkungan hidup merupakan upaya sadar sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi mendatang (Sugandhy & Hakim, 2007).

Konsep Kota Hijau. Kota hijau adalah kota yang sehat dan bersahabat. Kota yang diisi oleh orang-orang dan atau penduduk yang aktif dan bersahabat dengan lingkungan. Kota dibangun dengan memanfaatkan ruang publik yang lebih alami dan tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan penduduknya. Kota hijau harus efisien dan cerdas. Balaikota dan bangunan pemerintah harus dibangun dengan konsep hijau. Pemanfaatan air harus bijak. Penggunaan energi sebaiknya dengan memanfaatkan sumber daya alam terbarukan. Kota harus dibangun dengan menerapkan jasa lingkungan sebesar-besarnya sebagai topangan ekonomi. Kota dibangun dengan memaksimalkan jasa sebagai modal pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang dimilikinya (Joga, 2013).

Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) dirintis oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan Umum, merupakan bentuk dari perwujudan Kota Hijau dengan kerjasama antara Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kota. Dalam pengembangan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) terdapat 8 atribut yang harus telah ditentukan oleh Kementrian PU yaitu Green Planning and Design, Green Open Space, Green Community, Green Energy, Green Waste, Green Water, Green Transportation, Green Building dengan masing-masing indikatornya.

table of content

3. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Kelurahan Krapyak dalam RDRTK Kota Semarang termasuk BWK III (Kecamatan Semarang Utara dan Kecamatan Semarang Barat) yang rencananya dijadikan wilayah dengan fungsi utamanya dikembangkan sebagai kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa atau bisa disebut juga sebagai pusat pelayanan kota di Kecamatan Semarang Barat.

Hal tersebut berdampak pada padatnya permukiman di Kelurahan Krapyak dengan karakteristik perkotaannya. Namun dengan berbagai permasalahan perkotaan seperti kemacetan, banjir, permukiman kumuh, kesenjangan sosial, dan berkurangnya luasan ruang terbuka hijau, Kelurahan Krapyak mewakili Kecamatan Semarang Barat dan berhasil memperoleh Juara I Lomba Kelurahan Ramah Lingkungan pada tahun 2014 oleh BLH Kota Semarang mengalahkan 15 Kelurahan lainnya se-Kota Semarang. Wilayah studi mikro yaitu RW 6, 7 dan 8 Kelurahan Krapyak. Justifikasi pemilihan 3 (tiga) RW tersebut dikarenakan kontribusinya yang besar terhadap Kelurahan Krapyak terkait dengan penerapan Ramah Lingkungan mulai dari lingkup rumah tangga. Tidak hanya itu saja, RW 6 berhasil memenangkan lomba Ramah Lingkungan yang mewakili Kelurahan Krapyak. Hingga saat ini RW 6, 7, dan 8 dapat memberikan contoh penerapan Ramah Lingkungan untuk RW lain di Kelurahan Krapyak.

Penggunaan lahan di RW 6, 7, 8 hampir 97% dimanfaatkan sebagai lahan terbangun untuk pemenuhan kebutuhan hunian bagi masyarakat dan 3% untuk penunjang permukiman seperti sarana peribadatan, sarana pendidikan, dan lain-lain. Jumlah KK dari RW 6, 7, 8 yaitu 532 KK. Fungsi jalan di RW 6, 7, dan 8 terdapat 3 yaitu jalan lingkungan, jalan lokal dan jalan kolektor sekunder. Jalan lingkungan merupakan jalan yang berada di gang-gang permukiman seperti di Jalan Galungan (RW 6), Jalan Watugunung (RW 7) dan Jalan Warigalit (RW 8) dengan kondisi yang baik yaitu beraspal maupun berbatako. Drainase di RW 6, 7, dan 8 dapat ditemukan drainase tertutup dan drainase terbuka. Sebagian masyarakat RW 6, 7, dan 8 memanfaatkan drainase tertutup dengan memberi pot tanaman di atasnya sehingga memperindah jalan dan asri.

table of content

4. HASIL PEMBAHASAN

Analisis Perwujudan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau. Ketersediaan RTH berupa taman publik tidak ada namun hal tersebut tidak menjadikan masyarakat RW 6, 7, dan 8 Kelurahan Krapyak tidak bisa menghijaukan lingkungannya.


Gambar 1. Drainase Tertutup dan Terbuka


Gambar 2. Analisis Perwujudan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di RW 6, 7, 8 Kelurahan Krapyak


Dari keterbatasan itulah mereka memanfaatkan ruang-ruang yang tersisa untuk dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan menanam berbagai jenis tanaman di pot maupun polybag. Terbukti berdasarkan hasil analisis RW 6, 7, 8 dalam penyediaan ruang terbuka hijau termasuk baik yaitu dengan prosentase sebesar 86%, lingkungan menjadi hijau dan masyarakat juga dapat merasakan langsung manfaat dari kegemarannya dengan tanaman.

Analisis Perwujudan Pengelolaan Sampah. Di RW 6, 7, dan 8 Kelurahan Krapyak tidak semua rumah tangga terdapat proses pemilahan sampah ataupun ketersediaan tempat sampah organik dan non organik. Sebesar 64% terdapat tempat sampah organik non organik dan sebesar 36% tidak tersedia. Pengelolaan sampah termasuk cukup dengan prosentase 64%, dimana pengelolaan sampah memang sepenuhnya masih diangkut petugas sampah, namun sudah mulai ada penerapan 3R yang meskipun masih berupa hal-hal yang sederhana seperti menggunakan kembali kantong plastik yang ada dan belum semua masyarakat mampu mengolah sampah menjadi sesuatu yang berguna.


Diagram 3. Analisis Perwujudan Pengelolaan Sampah di RW 6, 7, 8 Kelurahan Krapyak


Pembuatan kerajinan tangan mendapatkan dukungan dari masyarakat dengan mereka memberikan sampah-sampah plastik bekas, kain perca untuk dapat diolah menjadi tas, tutup gelas, bunga dan tempat jarum.


Analisis Perwujudan Pengelolaan Air Bersih

Gambar 4. Analisis Perwujudan Jaringan Air Bersih di RW 6, 7, 8 Kelurahan Krapyak


Jaringan air bersih di RW 6, 7, dan 8 Kelurahan Krapyak tergolong cukup karena hanya beberapa masyarakat yang menggunakan sumur sehingga tidak terjadi eksploitasi air tanah secara berlebihan untuk masing-masing rumah tangga dan dapat menghindari pencemaran air tanah. Namun hal yang sangat disayangkan adalah upaya berkelanjutan dalam pengelolaan air masih sangat sedikit, terlihat bahwa hanya RW 6 saja yang memiliki rain water harvesting dan lubang biopori mengingat kebutuhan air bersih yang sangat tinggi tetapi tidak diimbangi dengan pengelolaan air secara berkelanjutan.

Analisis Perwujudan Pengelolaan Sanitasi Lingkungan. Jaringan sanitasi di RW 6, 7, dan 8 Kelurahan Krapyak tergolong buruk (93%). Buruk yang dimaksud adalah kurangnya pengelolaan sanitasi lingkungan yang ramah lingkungan. Sebesar 94% masyarakat menggunakan septictank individu sehingga tidak efisien. Alangkah baiknya jika terdapat pengelolaan sanitasi dengan sistem septictank yang komunal, maka akan terdapat beberapa manfaat yang didapatkan seperti dari limbah tersebut bisa menghasilkan biogas yang besar dan bermanfaat. Septictank komunal dipandang lebih efektif dibandingkan septictank individu, karena dapat mencegah adanya pencemaran lingkungan dan lebih memudahkan pengolahan limbah tersebut.

Gambar 5. Analisis Perwujudan Jaringan Sanitasi di RW 6, 7, 8 Kelurahan Krapyak


Analisis Perwujudan Peran Serta Masyarakat. Upaya masyarakat secara berkelompok untuk mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan yaitu dengan adanya Kelompok Wanita Tani (KWT). KWT terdapat di masing-masing RW di RW 6, 7, dan 8. Latar belakang terbentuknya KWT memang karena kesadaran masyarakat sendiri yang gemar menanam. Terdapat beberapa kegiatan KWT yaitu seperti merawat tanaman, memanfaatkan/ mengolah kembali sampah yang ada yang dijadikan kompos dan kerajinan tangan. Kemudian pada tahun 2012 akhir, KWT Gaya, KWT Rejeki dan KWT Asri memutuskan untuk bergabung dan membentuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Berdasarkan hasil kuesioner 75% masyarakat menyatakan bahwa KWT dibentuk memang berdasarkan kesadaran masyarakat dan sebesar 72% masyarakat menganggap peran KWT kepada masyarakat tergolong baik karena bisa mengajak masyarakat untuk menghijaukan lingkungannya dan menerapkan 3R.

Analisis Faktor Perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan. Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan antara sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Pada penelitian ini terdapat 5 (lima) variabel yang digunakan yaitu Perwujudan Penyediaan RTH, Perwujudan Pengelolaan Sampah, Perwujudan Pengelolaan Air Bersih, Perwujudan Pengelolaan Sanitasi Lingkungan, Perwujudan Peran Serta Masyarakat. Pada proses analisis faktor untuk yang pertama kelima variabel tersebut dimasukkan, namun hasil yang keluar yaitu terdapat nilai Measure of Sampling Adequacy (MSA) yang memiliki nilai < 0,5 itu artinya variabel tersebut kurang layak untuk di lakukan analisis faktor. Variabel tersebut adalah variabel Perwujudan Pengelolaan Air Bersih dan Perwujudan Pengelolaan Sanitasi Lingkungan, oleh karena itu perlu dilakukan analisis ulang dengan mereduksi variabel tersebut.

Gambar 6. Kerajinan Tangan hasil dari KWT yang dijual di Gallery Krapyak Berseri


Gambar 7. Analisis Perwujudan Peran Serta Masyarakat dalam mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan


Proses analisis faktor untuk yang kedua kali dilakukan pada akhirnya memiliki nilai MSA yang seluruhnya > 0,5 itu artinya tiga variabel yang tersisa yaitu Perwujudan Penyediaan RTH, Perwujudan Pengelolaan Sampah, Perwujudan Peran Serta Masyarakat dapat melanjutkan proses analisis faktor lebih lanjut. Tabel 4 menunjukkan nilai KMO sebesar 0,652 yaitu > 0,5. Nilai tersebut menunjukkan bahwa dapat dilakukan analisis faktor lebih lanjut dan tingkat interkorelasi antar variabelnya cukup. Sedangkan untuk nilai Bartlett’s Test dan Approx. Chi Square sebesar 36,707 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05), maka variabel dan sampel yang ada sebenarnya sudah bisa dianalisis dengan analisis faktor. Berikut output dari analisis faktor pada penelitian ini :


Tabel 4
Korelasi antar variabel (tes kmo dan bartlett)


Berdasarkan tabel 5, nilai MSA Penyediaan RTH memiliki nilai 0,633 yang itu artinya > 0,5, maka dapat dikatakan bahwa variabel faktor Penyediaan RTH dapat mempengaruhi perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan dan variabel ini dapat diprediksi lebih lanjut. Tidak hanya pada perwujudan Penyediaan RTH, nilai yang dimiliki oleh perwujudan Pengelolaan Sampah (0,635), perwujudan Peran Serta Masyarakat (0,705) memiliki nilai MSA > 0,5 maka variabel-variabel tersebut dapat dilanjutkan dan tidak perlu dihilangkan. Karena angka tersebut sudah di atas 0,5 dan signifikansi jauh di bawah 0,05 (0,000 < 0,05) maka variabel dan sampel yang ada secara keseluruhan bisa dianalisis lebih lanjut.


Tabel 5
Pengaruh variabel untuk perwujudan kelurahan ramah lingkungan


Berdasarkan Tabel 5, perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan yaitu perwujudan penyediaan RTH, perwujudan pengelolaan sampah dan perwujudan peran serta masyarakat. Dari ketiga perwujudan tersebut, perwujudan penyediaan RTH memiliki nilai tertinggi yaitu 0,799. Dapat disimpulkan bahwa ketiga perwujudan tersebut memiliki pengaruh terbesar untuk perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan, dan yang paling mempengaruhi perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan yaitu perwujudan penyediaan RTH yang membuat lingkungan permukiman menjadi hijau, asri dan indah serta secara tidak langsung memberikan kontribusi kepada ketersediaan RTH di Kota Semarang.

Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah studi penelitian berhasil mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan dengan kategori baik, yaitu sudah berhasil menerapkan 5 dari 8 atribut Kota Hijau dan mendukung Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Namun, memang tidak seluruh atribut dapat diterapkan di wilayah studi penelitian, mengingat skala ruang lingkupnya yang berbeda yaitu Kota Hijau untuk skala kota dan Kelurahan Ramah Lingkungan untuk skala kelurahan.

table of content

5. KESIMPULAN

Kesimpulan. Telah dianalisis bahwa terdapat 5 (lima) perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan yang dilakukan oleh Kelurahan Krapyak. Hal-hal yang dilakukan masyarakat Kelurahan Krapyak berupa perwujudan penyediaan RTH (baik), perwujudan pengelolaan jaringan sanitasi (buruk), perwujudan pengelolaan jaringan air bersih (cukup), perwujudan pengelolaan sampah (cukup) dan perwujudan peran serta masyarakat (baik). Kelurahan Krapyak berhasil mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan dengan kategori baik, yaitu sudah berhasil menerapkan 5 dari 8 atribut P2KH. Namun, memang tidak seluruh atribut dapat diterapkan di wilayah studi penelitian, mengingat skala ruang lingkupnya yang berbeda yaitu Kota Hijau untuk skala kota dan Kelurahan Ramah Lingkungan untuk skala kelurahan. Seperti atribut kota hijau untuk transportasi yang terintergrasi tidak dapat diterapkan di skala kelurahan. Kelurahan Krapyak memang tidak memiliki luasan wilayah yang besar di Kota Semarang, namun Kelurahan Krapyak berhasil memberikan kontribusi untuk mewujudkan Kota Semarang sebagai Kota Hijau.

Selama penelitian dilakukan analisis faktor yang pada akhirnya harus menghilangkan dua variabel yaitu Perwujudan Pengelolaan Air Bersih dan Perwujudan Pengelolaan Sanitasi karena dua variabel tersebut dianggap kurang layak untuk dapat dilanjutkan menggunakan analisis faktor. Berdasarkan analisis faktor yang dilakukan pada penelitian Perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi perwujudan Kelurahan Ramah Lingkungan yaitu Perwujudan penyediaan RTH, pengelolaan sampah dan peran serta masyarakat, untuk pengelolaan air bersih dan pengelolaan sanitasi lingkungan tetap memiliki pengaruh, namun berdasarkan hasil analisis kedua variabel tersebut memiliki tingkatan pengaruh yang paling kecil diantara kelima variabel tersebut. Dari kelima variabel tersebut, perwujudan penyediaan RTH memiliki nilai tertinggi. Dapat disimpulkan bahwa kelima perwujudan tersebut merupakan upaya masyarakat untuk mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan, dan variabel yang paling mempengaruhi mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan yaitu Perwujudan penyediaan RTH yang membuat lingkungan permukiman menjadi hijau, asri dan indah serta secara tidak langsung memberikan kontribusi kepada ketersediaan RTH di Kota Semarang.

Rekomendasi untuk Masyarakat

  • Mengupayakan lebih lanjut terkait dengan pengelolaan air bersih secara berkelanjutan dengan memperbanyak lubang biopori dan rain water harvesting secara sederhana. Untuk RW 6 yang sudah mampu menerapkan konsep tersebut diharapkan dapat melanjutkannya serta mengajarkan pada RW 7 dan 8
  • KWT RW 6, 7 dan 8 lebih giat untuk menggerakkan, mengajak masyarakat agar lebih cinta akan lingkungannya, melakukan penghijauan, dan menerapkan 3R sedini mungkin
  • Bagi masyarakat di luar Kelurahan Krapyak dapat menjadikan Kelurahan Krapyak sebagai contoh dalam mewujudkan Kelurahan Ramah Lingkungan yang telah berhasil menjuarai Lomba Kelurahan Ramah Lingkungan dengan beberapa perwujudannya seperti perwujudan penyediaan RTH, perwujudan pengelolaan sampah, perwujudan peran serta masyarakat, perwujudan pengelolaan sanitasi lingkungan dan perwujudan pengelolaan air bersih.

Rekomendasi untuk Pemerintah

  • Pemerintah dapat lebih mengembangkan KWT dengan berbagai pelatihan ketrampilan maupun bantuan perlengkapan untuk modal masyarakat agar semakin mandiri
  • Pemerintah diharapkan dapat lebih sering mengkampanyekan gerakan Ramah Lingkungan bukan hanya pada Kelurahan yang ingin mengikuti lomba saja, namun kepada seluruh Kelurahan di Kota Semarang agar masyarakat paham akan pentingnya menjaga lingkungan.

table of content

6. DAFTAR PUSTAKA

BKPRN. (2012). Buletin Tata Ruang. Jakarta: Sekretariat Tim Pelaksana BKPRN.

Creswell, J. W. (2009). Reseacrh Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (3rd Edition). . CA: Sage.

Doxiadis, C. (1968). Ekistic, An Introduction to the Science of Human Settlements. London: Hutchinson, Ltd.

Fauzi, A. (2004). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Istibsaroh, N. (2013). Semarang Kembangkan Kelurahan Ramah Lingkungan, Antaranews. Retrieved from http://www.antaranews.com/berita/376215/semarang-kembangkan-kelurahan-ramah-lingkungan

Joga, N. (2013). Resolusi Kota Hijau. Jakarta: Gramedia.

Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta Ghalia Indonesia.

Soemarwoto, O. (2006). Pembangunan Berkelanjutan : Antara Konsep dan Realitas: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Padjajaran Bandung.

Sugandhy, A., dan Hakim, R. (2007). Prinsip Dasar Kebijakan : Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta PT Bumi Aksara.

Undang-undang No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2015 Jurnal Pengembangan Kota

License URL: http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0