PERENCANAAN KOTA BARU BERBASIS LANSKAP EKOLOGIS DI KOTA UJOH BILANG, MAHAKAM ULU, KALIMANTAN TIMUR

Rezky Khrisrachmansyaha , Siti Nurisyahb, c Hanni Adrianid, Ina Winiastuti Hutrianid

a Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

b Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W-LPPM, IPB)

c Ketua Umum Ikatan Arstitek Lansekap Indonesia (IALI)

d Mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Issue Vol 4, No 2

DOI 10.14710/jpk.4.2.106-119

Copyright (c) 2017 Jurnal Pengembangan Kota

Creative Commons License This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License

Abstrak

Kabupaten Mahakam Ulu merupakan kabupaten yang baru dimekarkan pada tahun 2012. Kota Ujoh Bilang merupakan ibu kota baru yang direncanakan pemerintah setempat menjadi ibu kota Kabupaten Mahakam Ulu. Kondisi alam dengan budaya setempat yang khas menjadikan Kabupaten Mahakam Ulu memiliki potensi sebagai kota yang memiliki karakter lokal setempat yang kuat. Kondisi lanskap alami yang didominasi oleh batuan karst, tanah subur aluvial yang dekat dengan sungai, serta budaya Suku Dayak yang masih hidup menjadikan perencanaan Kota Baru Ujoh Bilang perlu memperhatikan nilai lanskap ekologi-nya. Tujuan studi ini adalah untuk melihat karakteristik lanskap Kota Baru Ujoh Bilang, serta menerapkan pendekatan lanskap ekologis dengan mempertimbangkan unsur-unsur biofisik serta budaya dalam perencanaan dan pengembangan kota. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dideskripsikan secara ilmiah, dan analisis kuantitatif digunakan pada analisis kesesuaian lahan dengan unit biofisik seperti kemiringan lahan, jenis tanah, dan geologi. Secara umum analisis dalm studi ini juga mempertimbangkan struktur ruang kota yang tetap mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat.

Kata Kunci: Perencanaan Kota Baru, Lanskap Ekologis, Mahakam Ulu, Ujoh Bilang.


[Title: New Town Planning Based on Landscape Ecology, Case Study Ujoh Bilang, Mahakam, East Kalimantan. Mahakam Ulu Regency is a new municipality that had been developed in 2012. Ujoh Bilang City is the new Capital City that planned as the Capital City of Mahakam Ulu Regency. The natural condition and local culture in this city create strong local characters. There are some natural and cultural condition in Ujoh Bilang City such as Geological Karst, fertile alluvium soil (nearby the Mahakam River), liveable Dayak culture that should be protected, and attended to the ecological landscape values. The aim of this study is to see the landscape character of Ujoh Bilang New Town and implement the ecological landscape approach which considers the bio-physics and cultural elements in developing and planning the city. The Methods in this study are include qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis was described by scientific description while the qualitative analysis was used for land suitability analysis with biophysics aspect such as slope, soil, geological condition, and town structure. The local culture values are also considered.

Keyword: Planning New Town, Ecological Landscape, Mahakam Ulu, Ujoh Bilang.

table of content

1. PENDAHULUAN

Kabupaten Mahakam Ulu merupakan kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur. Lokasi kabupaten ini sangat strategis karena berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia yaitu Negara Bagian Sarawak. Keberadaan Kabupaten Mahakam Ulu sangat strategis karena merupakan bagian dari wilayah pertahanan bangsa, merupakan simbol integritas, kekuatan bangsa, kedaulatan dan martabat NKRI, serta manifestasi dari peran pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat di area perbatasan dan pedalaman.

Kabupaten Mahakam Ulu dibentuk oleh pemerintah daerah dengan tujuan memberikan pusat pelayanan publik dan mempersingkat rantai kebijakan, agar mudah dalam melaksanakan pemerintahan yang baik, terkoordinasi, efektif, dan efisien, sehingga tercipta good governance. Kabupaten Mahakam Ulu menjadi daerah otonomi dengan tujuan mempercepat proses pembangunan serta menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur.

Kegiatan pemerintahan dalam lingkup kabupaten ini tentunya perlu dilaksanakan secara terpusat. Oleh karena itu, diperlukan pusat pemerintahan, sentral bisnis dan ekonomi, serta area pemukiman dalam area yang berdekatan. Fungsi-fungsi yang terkonsentrasi tersebut akan menjadi embrio perkembangan Kabupaten Mahakam Ulu selanjutnya. Kota Ujoh Bilang merupakan kota yang direncanakan menjadi pusat atau ibu kota dari Kabupaten Mahakam Ulu. Kota ini sebelumnya merupakan area pusat dermaga dan penghubung ke daerah perbatasan lainnya.

Kota Ujoh Bilang memiliki berbagai potensi lanskap alami, dan budaya masyarakat yang masih asli. Sumberdaya alam dan budaya masyarakat yang khas tersebut perlu dipertahankan dan dilestarikan. Perencanaan kota baru diperlukan dengan mengedepankan aspek lingkungan alami (ekologis), budaya, dan masyarakat setempat tersebut, dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan masyarakat hingga masa yang akan datang baik aspek fisik, ekonomi, kesehatan, sosial budaya, dan berbagai aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam lingkup lanskap kota. Pendekatan lanskap ekologis dalam merencanakan suatu kota menggunakan satuan lahan sebagai komponen yang mempunyai kesamaan landforms (bentuk lahan), tanah, dan vegetasi (Rustiadi,Saefulhakim, & Panuju, 2011). McHarg dan Mumford (1972) menyatakan bahwa pendekatan ekologis menuntut kita untuk melihat, mendengar, dan mempelajari dunia. Pendekatan ini memepelajari interaksi antara organisme atau makhluk hidup lain termasuk manusia dengan lingkungannya. Pandangan ini merupakan komponen penting dalam upaya mencari wajah lahan sebagai tempat tinggal manusia. Berdasarkan Hough (1995) terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kota-lingkungan (urban ecology) diantaranya (1) iklim, (2) air, (3) vegetasi, (4) wildlife, dan (5) hubungan lingkungan alam dengan manusia. Kota berbasis ekologi atau eco-city tidak dapat diartikan secara garis lurus/ mudah (Flynn, Yu, Feindt, & Chen, 2016). Secara normatif, pengembangan kota berbasis ekologi melihat bagaimana caranya agar dapat: (1) menurunkan pencemaraan terhadap lingkungan seperti mempromosikan budaya daur ulang, dan menurunkan penggunaan air berlebih; (2) meningkatkan kualitas lingkungan seperti penggunakan transportasi masal, penggunaan sepeda dan berjalan kaki untuk meminimalkan polusi udara; serta menjaga aset lingkungan dan sumberdaya dasar seperti pengembangan kota tidak di area pertanian, dan pembangunan ke arah efisiensi lahan. Lebih lanjut pengembangan suatu kota ke arah kota yang berbasis ekologi akan memberikan kesempatan pengembangan pariwisata dan jejaring rekreasi (Liao & Chern,2015), serta sebagai pusat laboratorium hidup untuk ilmu pendidikan, produksi, dan inovasi mengenai green technologies (Sharifi, 2016).

Studi ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik lanskap yang ada di Kota Ujoh Bilang, agar dapat dikembangkan sebagai kota baru yang ideal dan berkelanjutan. Output yang dihasilkan adalah hasil identifikasi kawasan, analisis dan sintesis secara spasial, serta master plan lanskap kota baik berupa struktur maupun pola ruang. Adapun pertanyaan penelitian dalam studi ini diantaranya karakteristik lanskap seperti apa yang ada di Kota Ujoh Bilang? dan konsep serta strategi apa yang dikembangkan dalam perencanaan Kota Baru Ujoh Bilang tersebut.

table of content

2. METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan

Studi ini dilakukan di Kawasan Kota Baru Ujoh Bilang, Kabupaten Mahakam Ulu dengan luas ± 32.995 Ha yang meliputi wilayah Kecamatan Long Bagun khususnya wilayah Kampung Long Melaham, Ujoh Bilang, Long Bagun Ulu, Batu Majang, dan Long Bagun Ilir. Studi dilakukan pada bulan April hingga Agustus 2016. Metode penelitian ini dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif dari hasil data primer dan sekunder meliputi kajian aksesibilitas, geologi, topografi, jenis tanah, iklim, hidrologi, dan vegetasi. Adapun analisis kuantitatif dilakukan dengan analisis spasial dengan pendekatan GIS melalui software ArcGIS.

Tahapan Studi

Tahapan pelaksanaan terbagi menjadi empat tahapan yaitu persiapan, pengumpulan data, analisis, konsep, dan program pengembangan. Adapun tahap analisis dapat dilahat pada gambar 1.

Persiapan. Kegiatan persiapan meliputi studi awal dari literatur dan data yang ada, pencarian isu permasalahan dan potensi, penyusunan tahapan studi hingga output yang dihasilkan.

Pengumpulan data dan informasi. Kegiatan ini merupakan pengumpulan berbagai informasi meliputi data fisik, biofisik, kondisi sosial, dan budaya. Proses pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan data sekunder dengan pencarian data base meliputi produk-produk RTRW, peta dasar dan tematik dari pemerintah setempat. Serta data sekunder didapat dari hasil survei, wawancara, dan diskusi langsung yang telah dilakukan dalam studi terdahulu yaitu tim masterplan perkotaan Ujoh Bilang 2013.

Analisis. Setelah dilakukan pengumpulan data, dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif untuk melihat potensi terbesar dari lokasi studi, kemudian dilakukan overlay data spasial untuk melihat kesesuaian lahan dalam merencanakan kota baru. Analisis overlay ini dilakukan secara analisis kuantitatif dengan menggunakan pendekatan sistem informasi geografis (SIG). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kesesuaian lahan pembangunan. Kesesuaian lahan dapat dinyatakan dengan kelas dan sub kelas, yang diperoleh dengan membandingkan kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan tertentu (Amelia & Mussadun, 2015). Data awal adalah data dasar meliputi topografi yang diformulasikan menjadi data kelerengan, data jenis tanah, dan data geologi. Ketiga data tersebut ditampilkan secara spasial berupa peta. Masing-masing unit (data) analisis dinilai melalui skoring untuk medapatkan peta klasifikasi yaitu 3 kelas meliputi kelas sesuai, cukup sesuai, dan tidak sesuai untuk kawasan perkotaan. Setelah masing-masing unit dianalisis, data tersebut kemudian dilakukan proses overlay untuk mendapatkan peta komposit, peta komposit ini yang menjadi peta kesesuaian lahan yang memperlihatkan di mana area secara total (agregat) sesuai, cukup sesuai, dan tidak sesuai untuk kawasan perkotaan (gambar 1).

Gambar 1. Sumber data dan proses analisis perencanaan kota baru Ujoh Bilang

(Sumber: Tim studi, 2016)

Konsep dan Zoning. Konsep merupakan dasar gagasan ataupun ide yang akan diterapkan dalam perencanaan kota baru. Secara terinci akan menguraikan pembagian pola ruang (zoning) dan struktur ruang yang dapat diterapkan pada area studi. Konsep didapatkan dari hasil analisis dan melalui studi literatur.

Strategi Desain. Tahap ini menghasilkan strategi desain dalam pola ruang kota maupun struktur ruang kota meliputi alokasi fungsi, ruang terbuka hijau, serta sistem sirkulasi kota.

table of content

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data inventarisasi Kabupaten Mahakam Ulu merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2012. Kabupaten ini berada di Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Kabupaten ini terdiri dari 5 (lima) kecamatan yaitu Long Apari, Long Pahangai, Long Bagun, Long Laham, dan Long Hubung. Luas total wilayah + 15.315 km2 yang terdiri dari 50 (lima puluh) kampung/desa (gambar 2).

Kota Ujoh Bilang merupakan kota yang terdapat di Kecamatan Long Bagun. Kota ini direncanakan oleh pemerintah sebagai Ibukota Kabupaten Mahakam Ulu. Luas Kota Ujoh Bilang + 32.995 Ha, mencakup lima kampung/desa, dengan perbatasan sebelah utara adalah Kampung Batu Majang, Sungai Alan, dan Sungai Payang; sebelah timur berbatasan dengan kampung Ujoh Bilang dan kampung Mamahak Besar; sebelah Selatan dengan Kampung Long Melaham, menyusuri Sungai Mahakam menuju wilayah Kampung Mamahak Besar; dan sebelah Barat berbatasan dengan meyusuri Sungai Melaham, ke arah barat menuju anak Gunung Batu Ayau.

Gambar 2. Peta Wilayah Perkotaan Ujoh Bilang

(Sumber: Tim Masterplan Kota Ujoh Bilang, 2013)

Akses yang ada saat ini menuju Kota Ujah Bilang dapat ditempuh dengan menggunakan jalur sungai. Moda speed boat atau perahu merupakan moda yang dapat mengakses ke-lima desa di Kota Ujoh Bilang. Masing-masing desa memiliki dermaga kecil. Beberapa dermaga kecil terdapat di Desa Ujoh Bilang dan Long Malahan. Terdapat dua akses darat yang meliputi jalan antar kampung dan jalan dalam kampung. Jalan antar kampung menghubungkan antar kampung terdekat dan jalan dalam kampung berada di dalam kawasan kampung dan menghubungkan berbagai fungsi dalam kampung seperti pemukiman, perkantoran, perdagangan, dan fasilitas umum. Kondisi jalan tersebut masih berupa tanah, ataupun kerikil, dan sebagian aspal di pusat kota (gambar 3).

Gambar 3. Jalan dalam Kampung

(Sumber: Survei Tim Masterplan Kota Ujoh Bilang, 2013)

Jenis batuan/ geologi di Kota Ujoh Bilang terdiri dari tiga jenis batuan yaitu batuan karbonat tersier yang merupakan jenis batuan terbanyak ditemukan di kawasan perkotaan, batuan sedimen kuarter, dan batuan sedimen tersier. Batuan karbonat tersier yang ditemukan adalah batu kapur (CaCO3) yang terdapat tidak hanya di dalam hutan namun ditemukan di area tebing tepian sungai Mahakam. Potensi jenis batuan ini menjadi dayatarik tersendiri sebagai atraksi wisata, karena selain indah area ini juga dijadikan sebagai area pemakaman pada masa lalu oleh masyarakat sekitar/ suku dayak, sehingga memiliki nilai sejarah yag tinggi. Oleh karena itu, area ini patut untuk dijaga dan dilestarikan.

Jenis tanah yang mendominasi di Kota Ujoh Bilang adalah podsolik kuning serta jenis tanah aluvial pada tepian sungai. Jenis tanah podsolik umum ditemukan di daerah pegunungan dengan karakteristik kesuburan sedang, bertekstur lempung atau berpasir, memiliki PH rendah, serta memiliki unsur aluminium dan besi yang tinggi. Kandungan jenis tanah ini perlu dipertimbangkan karena kandungan PH yang asam, sehingga perlu treatment kapur untuk menetralkannya. Jenis tanah podsolik peka terhadap erosi, oleh karenanya perlu diperhitungkan bagaimana sistem pengairan, drainase, kekuatan bahan, serta tidak terbuka agar meminimalkan dampak erosi. Jenis tanah aluvial memiliki karakteristik kesuburan hingga sedang, memiliki tekstur liat berpasir, pH rendah, serta kandungan posfat tinggi. Jenis tanah aluvial tidak peka erosi serta baik untuk vegetasi pertanian.

Kota Ujoh Bilang berada pada kawasan cekungan yang berada dekat dengan DAS Mahakam, dengan ketinggian topografi 50-500 meter dpl. Secara umum area kota didominasi oleh kemiringan 0-2% dan 15-40%, di mana area perkotaan berada dekat dengan DAS sungai dengan kemiringan relatif landai (Nurisyah, hadi, Widhyanto, & Nazief, 2013). Kondisi perkotaan yang relatif landai tersebut memungkinkan kawasan dikembangkan menjadi pusat ibu kota tepian sungai dengan berbagai fungsi dan fasilitas di dalamnya. Namun perlu diperhatikan area curam di sisi timur kawasan yang dekat dengan sungai, karena memiliki potensi kebencanaan tinggi seperti erosi dan longsor.

Iklim di Kota Ujoh Bilang, berdasarkan iklim Koppen termasuk dalam kategori tipe Af (hutan hujan tropis). Data di lapangan menunjukan suhu rata-rata di kawasan ini adalah 31,60C dengan kelembaban rata-rata 67,2%. Berdasarkan Laurie (1990) kenyamanan pada kondisi tropis berada pada kisaran 27 - 28o C dengan kelembaban ideal bagi manusia antara 40 – 70%, sehingga nilai THI yang dikatakan nyaman berkisar 21-27 dengan perhitungan rumus 0,8T + (RH x T/500). T menyatakan temperatur dalam derajat celcius dan RH menyatakan kelembaban udara dalam %. Berdasarkan perhitungan tersebut, Kota Ujoh Bilang memiliki nilai THI 29,52 sehingga dapat dikatakan tidak nyaman, oleh karenanya perlu modifikasi secara lingkungan dengan pemilihan tanaman yang dapat menurunkan suhu pada ruang-ruang publik, serta area tangkapan air yang dialokasikan untuk memodifikasi iklim sehingga dapat menurunkan suhu siang hari, selain sebagai reservoir yang dapat meminimalisir banjir.

Secara hidrologis Kota Ujoh Bilang berada pada DAS Mahakam dengan panjang Sungai Mahakam yang melewati kawasan tengah Kota Ujoh Bilang sepanjang 22,3 km. Pada waktu-waktu tertentu sering terjadi banjir di tepian Sungai Mahakam, hal ini tergantung dari curah hujan. Ketika pasang, permukaan air dapat naik antara 2,5-10 m dari titik permukaan terendah (Nurisyah, dkk., 2013).

Vegetasi yang khas ditemukan di kawasan perkotaan Ujoh Bilang adalah beringin, ulin, meranti, gaharu, dan bengkirai. Pohon beringin merupakan sumber makanan bagi satwa terutama burung, pohon ulin dan meranti merupakan sumber kayu produksi yang digunakan masyarakat untuk membangun rumah. Adapun satwa lokal yang sering dijumpai adalah enggang gading (Rhinoplax vigil) atau yang biasa disebut Burung Rangkong oleh masyarakat. Beberapa jenis satwa lain yang ditemukan adalah burung merak (Pavo muticus), dan burung arung/ burung tanah (Anthus novaeseelandiae).

Kota Ujoh Bilang berada di area cekungan, yang dikelilingi oleh perbukitan, salah satunya karst/ kapur dan dialiri oleh Sungai Mahakam. Secara view banyak terdapat pemandangan lanskap alami yang menarik dan indah di Kota Ujoh Bilang (gambar 4).

Gambar 4. Bukit Karst pada kawasan

(Sumber: Survei Tim Masterplan Kota Ujoh Bilang, 2013)

Analisis. Analisis pada studi ini juga dilakukan secara kuantitatif untuk melihat kesesuaian lahan kawasan perkotaan. Data yang dianalisis meliputi jenis tanah, kemiringan, dan batuan/ geologi. Data tutupan lahan tidak digunakan karena area studi didominasi oleh hutan. Tiga jenis data tersebut merupakan data dasar yang akan dinilai area mana yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan.

Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan GIS. Data sumberdaya alam yang dikaji meliputi kemiringan, jenis tanah, dan geologi tersebut dioveray sehingga didapat peta kesesuaian lahan untuk kawasan perkotaan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 5. Berdasarkan data tersebut, terutama gambar peta kesesuaian lahan, dapat dilihat bahwa area tengah kawasan yang berwarna hijau layak dijadikan sebagai area pengembangan pusat perkotaan. Sedangkan area di sekelilingnya berwarna kuning dijadikan sebagai area budidaya, rekreasi, konservasi, dan area pengembangan lainnya. Area yang berwarna merah akan dipreservasi, mengingat area ini juga merupakan bukit karst yang perlu dijaga karena memiliki nilai ekologis serta budaya yang tinggi.

Analisis kuantitaf dengan skoring dilakukan untuk melihat daerah yang sesuai sebagai area perkotaan. Hasil skoring dari kriteria yang digunakan dalam studi ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 memperlihatkan bahwa kelerengan 0-8 % adalah yang paling sesuai untuk kawasan perkotaan yaitu skor tertinggi 3. Begitu pula untuk jenis tanah Tropudults; Tropaquepts dengan jenis lithology alluvium adalah yang paling sesuai untuk kawasan perkotaan karena secara kesuburan lebih baik dan dekat dengan sungai.

Tabel 1. Unit analisis, kriteria, dan skoring

Sumber: Analisis studi 2016

Gambar 5. Hasil analisis studi

(Sumber: Hasil analisis studi, 2016)

Dari aspek geologi jenis batuan sedimen tersier adalah yang paling sesuai menjadi area perkotaan. Hal ini juga terlihat bahwa Batuan karbonat tersier (batu kapur/karst) tidak sesuai untuk kawasan perkotaan karena merupakan jenis batuan yang paling tinggi menyerap air atau sebagai reservoar. Area batu kapur ini juga masih berupa hutan alami sehingga perlu dikonservasi. Dengan demikian, jenis batuan lainnya seperti batuan sedimen tersier dan kuarter memliki kesesuaian yang lebih baik untuk kawasan perkotaan. Namun perlu diperhatikan teknologi anti gempa dan konstruksi bangunan dalam perencanaan area perkotaan, karena batuan batuan sedimen tersier yang telah mengalami pelapukan dapat bersifat urai, lepas, belum kompak, sehingga memperkuat efek goncangan apabila terjadi gempabumi (Setiawan, 2016).

Daerah tepian sungai di Kota Ujoh Bilang, secara ekologis dan tingkat kesuburannya, diprioritaskan area tersebut sebagai area pertanian dan konservasi. Secara topografi atau kemeringan lahan, kawasan studi relatif landai pada area tengah kawasan. Hal ini memungkinkan pembangunan perkotaan dapat diterapkan di kawasan tengah. Area timur dan barat kawasan merupakan perbukitan sehingga kawasan yang berkontur dan masih hutan tersebut menjadi batas area alami perkotaan.

Konsep Kota Ujoh Bilang Pendekatan yang digunakan dalam perencanaan Kota Ujoh Bilang adalah pendekatan ramah lingkungan berdasarkan potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang ada serta megedepankan nilai-nilai budaya masyarakat lokal untuk melayani dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Orientasi Kota Ujoh Bilang ditata dengan pusat utama adalah Sungai Mahakam hal ini juga mengedepankan konsep Urban Waterfront. Urban Waterfront sendiri yaitu area perkotaan yang secara langsung memiliki kontak dengan air, baik sungai, danau, atau laut (Moretti, 2008; Yassin, Eves, & McDonagh, 2010). Sungai berperan penting sebagai koneksi antara kota dengan area alami/habitat di sekitarnya, sungai membawa nutrisi, dan sebagai pergerakan satwa itu sendiri (May, 2006). Sungai juga dapat meningkatkan keberagaman spesies, serta menurunkan suhu (memperbaiki iklim) di sekitar kawasannya (Che,Yang, Chen, & Xu, 2012). Lebih lanjut Follmann (2015) mengungkapkan bahwa pengembangan sungai perkotaan akan mentransformasikan lanskap yang bernilai ekonomis dan meningkatkan daya saing.

Area inti atau pusat utama Kota Ujoh Bilang ditetapkan sebagai pintu masuk Kota Ujoh Bilang yang merupakan area kawasan perdagangan utama, yang mengedepankan konsep ramah lingkungan dan bernuansa tradisional seperti arsitektur lokal, menjadikan sungai sebagai wajah kota, dan struktur kota radial konsentrik serta alokasi ruang terbuka hijau yang linear mengikuti jalan dan berada di sepanjang sempadan sungai. Secara garis besar skema konsep perkotaan dapat dilihat pada gambar 6.

Area di luar inti/pusat utama kota merupakan area pemukiman, perkantoran, fasilitas umum dan sosial, kawasan industri, pertanian, hutan lindung, serta rekreasi dan olahraga. Distribusi area atau fungsi-fungsi tersebut mempertimbangkan model kota konsentris dengan pusat kota adalah area ekonomi yang dikelilingi oleh pemukiman dan fungsi-fungsi lainnya hingga area hutan atau greenbelt sebagai pembatas terluar. Harvey dan Jowsey (2004), menyatakan bahwa kota dapat tersusun dengan urutan aktivitas pusat kota atau central business district (CBD) berada di tengah, sektor tertentu terdapat kawasan perdagangan dan industri ringan, kawasan perumahan atau pemukiman di sekelilingnya. Menurut Darbyshire dan Burgess (2006), zona-zona fungsi atau penggunaan lahan akan menjaga keteraturan, namun kota akan tumbuh dan berkembang sehingga zona akan bergerak keluar. Pola ruang yang direncanakan pada studi ini bertujuan untuk mensistematikan fungsi-fungsi agar mudah, efisien, dan sebagai awal pola landuse yang lebih baik dibandingkan sekarang (Rustiadi, dkk., 2011).

Kenyamanan kota serta struktur ruang dibentuk dengan penataan ruang hijau yang terdistribusi merata baik secara nodal di beberapa area dan linear di sepanjang sungai dan jalan. Area ruang terbuka hijau yang bersifat multi nodal ini juga menjadi area hijau yang berfungsi sebagai taman yang mewadahi aktivitas masyarakat dalam skala dan luasan lingkungan tertentu. Area hijau yang bersifat linear dijadikan sebagai parkways agar masyarakat juga memanfaatkan riverscape salah satunya sebagai river festival, ataupun sebagai jalur ekologis. Selain itu, terdapat greenbelt di tepi/luar kota juga memiliki kawasan hijauan alami atau area konservasi. Total area hijauan kota Ujoh Bilang dapat mencapai lebih dari 70%.

Gambar 6. Skema konsep perkotaan Ujoh Bilang

(Sumber: Tim studi, 2016)

Fungsi-fungsi yang direncanakan pada Kota Ujoh Bilang meliputi pusat perdagangan, pemukiman, lahan pertanian/perkebunan, fasilitas umum dan sosial, industri, bandara, rekreasi dan olah raga, hutan lindung, serta perkantoran. Secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar 7. Fungsi-fungsi tersebut merupakan fungsi yang telah dielaborasikan antara keinginan pemangku kebijakan dengan analisis yang dilakukan dalam studi ini. Secara umum titik pusat utama dalam pola dan struktur kota bermula dari area tengah yang dialiri Sungai Mahakam sebagai pusat perdagangan. Area ini secara eksisting telah ada dan merupakan embrio dari pusat kota. Menurut Yang & Liu (2005), sebuah kota yang memiliki area CBD atau komersial area aktifitasnya akan terkonsentrasi di CBD tersebut dan pola lanskapnya akan terfragmentasi di sekitarnya. Selanjutnya, fungsi-fungsi lain disesuaikan dengan karakteristik fungsi tersebut dengan kondisi biofisik yang ada di lapangan. Pemukiman berada pada area yang relatif landai. Lahan pertanian merupakan area landai yang cukup jauh dari pusat kota. Fasilitas umum dan sosial berada dekat pusat kota dan pemukiman. Fungsi industri dan bandara dialokasikan jauh dari pusat kota agar meminimalkan polusi.

Gambar 7. Peta konsep perkotaan Ujoh Bilang

(Sumber: Tim Masterplan Kota Ujoh Bilang, 2013)

Fungsi rekreasi dan olah raga merupakan fungsi yang lebih mengarah kepada rekreasi alam. Fungsi ini dialokasikan di area yang memiliki sumberdaya alam menarik seperti hutan alami, perbukitan, ataupun relief lahan yang berkontur. Strategi fungsi rekreasi ini juga tidak lain bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan alami seperti hutan yang ada di kawasan perkotaan. Fungsi hutan lindung merupakan fungsi yang bertujuan mempreservasi area yang memiliki nilai ekologis yang tinggi. Fungsi hutan lindung juga dialokasikan pada area perbukitan karst. Selain memiliki nilai ekologis yang tinggi area perbukitan karst memiliki nilai sejarah dan budaya yang juga tinggi, karena area ini dijadikan sebagai tempat keramat oleh masyarakat setempat. Fungsi terakhir adalah perkantoran, fungsi ini merupakan hasil dari kebijakan dan konsensus pemerintah kota dalam mengembangkan area pemerintahannya.

Strategi Desain Kawasan perkotaan Ujoh Bilang terletak di DAS Mahakam dan berada pada area cekungan yang dikelilingi oleh perbukitan. Kondisi fisik yang masih alami serta bangunan-bangunan tradisioal khas Suku Dayak setempat memberi keragaman bentuk lanskap sehingga memberi view yang menarik. Secara arsitektural elemen lokal dapat ditransformasikan atau menggunakan kembali elemen khas dari bentukan ornamen pada bangunan seperti list, daun pintu, atau totem (gambar 8). Namun demikian, pendekatan desain tersebut tetap memerlukan kehati-hatian dari simbol-simbol yang digunakan karena memiliki arti yang kuat di masyarakat. Potensi tersebut perlu dijaga agar Kota Ujoh Bilang memiliki kekhasan atau karakter lanskap kota yang kuat sehingga memiliki nilai tambah dibandingkan kota-kota yang lain dan dapat menjadi destinasi wisata.

Beberapa strategi yang digunakan dalam perencanaan kota Ujoh Bilang diantaranya menjaga dan memperkuat nilai budaya terutama dari bangunan-bangunan khas Suku Dayak yang ada di Kota Ujoh Bilang, menjaga view yang menarik ke arah lanskap alami seperti kawasan karst/perbukitan, hutan, dan sungai. Selain itu menggunakan elemen-elemen lanskap kota khususnya softscape dari tanaman lokal seperti Beringin (Ficus benjamina), Ulin (Eusideroxylon zwageri), Meranti (Shorea sp), Gaharu (Aquilaria malaccensis), dan Bengkirai (Shorea kunstleri King) (gambar 9).

Hutan yang perlu tetap dijaga tersebut memiliki berbagai satwa langka yang menjadi simbol dari masyarakat setempat. Berbagai atribut pakaian adat, elemen bangunan seperti pada list bangunan, totem, merupakan hasil transformasi bentuk yang berasal dari bentuk atau bagian satwa yang ada seperti Burung Enggang Gading (Rhinoplax vigil) (gambar 9). Beberapa satwa khas lainnya yang dapat ditemui diantaranya burung merak dan burung apung. Menurut Matovnikov (2016) perlu disadari bahwa lingkungan alami adalah aspek yang paling sustainable dalam perencanaan struktur kota. Oleh karenanya perlu kehati-hatian dalam tindakan renovasi, strategi restorasi, dan pengembangan kota.

Gambar 8. Elemen lanskap alami dan budaya sebagi view menarik kawasan

(Sumber: Survei Tim Masterplan Kota Ujoh Bilang, 2013)

Gambar 9. Vegetasi khas lokal sebagai softelement dalam ruang kota (kiri ke kanan Beringin, Ulin, Meranti, Gaharu).

(Sumber: Survei Tim Masterplan Kota Ujoh Bilang, 2013)

Gambar 10. Pola Ruang Kota Ujoh Bilang

(sumber: Tim studi, 2016)

Secara fisik strategi yang diterapkan dalam desain kawasan adalah struktur jalan yang berorientasi pada sungai. Hal ini dilakukan dengan meletakan pola jalan grid yang paralel dengan arah sungai. Pola grid digunakan untuk memudahkan dalam menempatkan fungsi pemukiman, perkantoran, pertokoan dan fungsi lainnya. Selain itu, dengan pola grid tersebut dapat memudahkan sistem drainase serta jaringan kota (gambar 10). Ruang terbuka hijau kawasan perkotaan Ujoh Bilang memiliki persentase area 75%, hal ini dikarenakan area alami masih luas dan area tersebut perlu dipertahankan sebagai ruang terbuka hijau yang memiliki nilai ekologis tinggi. Menurut Rusadi, Nurhayati, Tallo, dan Setiawan (2016), ruang terbuka hijau merupakan salah satu bagian penting dari kota. RTH sendiri keberadaannya di ruang kota dapat berupa hutan kota, taman-taman, jalur hijau (green line), dan juga lapangan terbuka. Ruang terbuka hijau tidak hanya ada yang bersifat alami namun juga buatan. RTH buatan yang direncanakan di Kota Ujoh Bilang berupa sistem multi nodal pada beberapa area, yang menyebar di tengah kawasan tepatnya pada area pemukiman. Area greenbelt pada bantaran sungai juga direncanakan sesuai dengan peraturan dengan lebar bantaran 30 m untuk kedalaman sungai lebih dari 20 m di dalam kawasan perkotaan (Peraturan Pemerintah RI no 38 tahun 2011. Tentang Sungai). Greenbelt ini direncanakan untuk menjaga area sempadan sungai agar tetap alami dalam melestarikan biota serta meminimalisir dampak bencana banjir yang umumnya terjadi secara alami di kawasan perkotaan Ujoh Bilang.

Gambar 11. Peta sirkulasi dan transportasi Kota Ujoh Bilang

(sumber: Tim studi, 2016)

Gambar 12. Peta rencana RTH Kota Ujoh Bilang

(sumber: Tim studi, 2016)

Rencana jaringan transportasi darat berupa jalan direncanakan menjadi tiga kelas yaitu jalan primer, sekunder, dan tersier. Jaringan jalan primer menghubungkan pusat kegiatan dalam skala nasional seperti pusat perdagangan dan pemerintahan, bandara, serta menghubungkan antar kota/ kabupaten lain. Sistem transportasi direncanakan menggunakan simpul-simpul sebagai hub. “Hub” dalam Khalifa dan Fayoumi (2012), adalah stasiun multi moda sebagai strategi untuk mengintegrasikan antara berbagai aktifitas dengan moda-moda transportasi yang bertujuan mempercepat konektivitas serta mempermudah keterhubungan antara titik simpul dengan pergerakan yang ada di tengah/ pusat area (perkotaan) yang tinggi pergerakan. Simpul tersebut dapat berupa sistem transportasi darat berupa TOD (transit oriented development) dan transportasi air berupa pelabuhan. Secara lebih detail sistem jaringan dapat dilihat pada gambar11. Sistem grid yang diterapkan juga dapat memudahkan dalam merencanakan sistem tidak hanya transportasi tetapi juga jaringan drainase, air bersih, sanitasi dan persampahan, serta jaringan listrik serta komunikasi.

Ruang terbuka hijau (RTH) Kota Ujoh Bilang direncanakan menjadi beberapa tipologi yaitu ruang terbuka hijau memanjang dan mengelompok/nodal. RTH yang direncanakan ini merupakan RTH yang bersifat publik baik berupa taman maupun hutan kota. RTH memanjang berada di sepanjang bantaran sungai, maupun jalur jalan, baik jalan primer, sekunder, dan tersier perlu dialokasikan untuk RTH. Sedangkan RTH mengelompok/nodal berada di lingkungan pemukiman, perkantoran dan perdagangan, serta fungsi lainnya. RTH nodal ini juga mempertimbangkan area genangan agar menjadi resapan, serta dioptimalkan sebagai ruang terbuka biru secara buatan berupa penempatan elemen air seperti kolam atau danau buatan yang dapat memperbaiki kualitas iklim mikro. RTH di sempadan Sungai Mahakam berfungsi sebagai ruang hijau lindung sedangkan RTH yang bersifat mengelompok berada di tengah kota, dapat berfungsi sebagai area hijau budidaya. Ruang terbuka hijau kota ini berfungsi untuk meningkatkan kenyamanan dan keberlanjutan Kota Ujoh Bilang. Keberadaan RTH di Kota Ujoh Bilang terdistribusi di seluruh kawasan dalam kota dengan total RTH yang dialokasikan sebesar 75%. Secara spasial rencana RTH dapat dilihat pada gambar12.

RTH yang direncanakan di Kota Ujoh Bilang secara karakteristik meliputi RTH lindung keramat, RTH lahan terbangun, RTH pertanian/perkebunan, RTH konservasi air, dan RTH pemukiman. RTH lindung keramat dialokasikan karena area ruang hijau ini berada pada kawasan karst dan masyarakat lokal masih menjadikan area tersebut sebagai makam keramat, di mana orang yang telah meninggal dikuburkan di dinding-dinding tebing karst di tepi sungai. RTH lahan terbangun merupakan ruang terbuka artifisial yang dialokasikan pada area luar perkotaan. Hal ini ditujukan untuk menahan laju perkembangan pemukiman, sebagai buffer, dan dapat digunakan sebagai area rekreasi. RTH pertanian dan perkebunan merupakan area yang digunakan untuk budidaya tanaman yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat kota Ujoh Bilang, RTH pertanian ditempatkan cukup jauh dari pusat kota yaitu di sisi timur Sungai Mahakam, hal ini bertujuan menjaga area pertanian agar tidak terjadi alih fungsi lahan. RTH konservasi air merupakan RTH yang berfungsi ekologis dalam meningkatkan daya serap air permukaan ke dalam tanah. RTH ini berada di sepanjang sempadan sungai dan juga berada di area tengah perkotaan yang menjadi satu sistem ekologis dengan area danau/watercatchment. RTH pemukiman merupakan RTH yang direncanakan pada fungsi pemukiman. RTH pemukiman ini dioptimalkan pada ruang terbuka publik mulai dari ketetanggaan, rukun warga, hingga kelurahan, serta kecamatan baik yang bersifat nodal maupun linear.

table of content

4. KESIMPULAN

Studi perencanaan kota baru berbasis lanskap ekologis ini menjadi hasil yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan kota baru di Indonesia. Lanskap di Kota Ujoh bilang memiliki karakteristik yang unik dan khas. Elemen lanskap yang ada tidak hanya meliputi sumber daya yang bersifat alami seperti sungai, perbukitan karst, air terjun, hutan lindung, dan satwa, namun juga memiliki budaya lokal masyarkat Suku Dayak yang khas dengan hasil berupa elemen arsitektur dan lanskap seperti makam keramat, totem, dan arsitektur bangunan, serta ornamennya.

Pedekatan lanskap ekologis dapat melihat bagaimana kondisi dan karakteristik lahan perencanaan dioptimalkan sebagai tempat masyarakat tinggal dan berbudaya. Area yang direncanakan tersebut direncanakan menjadi sebuah kota yang memiliki konsep ramah lingkungan, menjaga area yang memiliki nilai ekologis tinggi, memaksimalkan area atau fungsi-fungsi yang berpotensi menjadi sebuah kota ideal berbasis lingkungan serta salah satunya berbasis urban waterfront. Fungsi-fungsi dalam sistem perkotaan yang direncanakan dalam studi ini meliputi fungsi perdagangan, pemukiman, perkantoran, pertanian/perkebunan, rekreasi, hingga fasilitas-fasilitas umum. Perencanaan kota baru berbasis lanskap ekologis ini tentunya memperhatikan optimalisasi dan penambahan dari ruang-ruang terbuka hijau di Kota Ujoh Bilang. RTH dialokasikan selain mengkonservasi hutan dan lahan yang memiliki nilai ekologis dan budaya tinggi seperti hutan lindung/keramat, juga dialokasikan menjadi RTH yang terdapat di permukiman, RTH yang mengkonservasi air, dan RTH pertanian/pekebunan. Seluruh RTH yang ada di Kota Ujoh Bilang memiliki luasan sebesar 75% dari seluruh luas area perkotaan. Studi ini berupaya untuk menciptakan Kota Baru berbasis ramah lingkungan yang menjaga dan mempertahankan nilai ekologis, mempertahankan dan mengembangkan budaya setempat, serta mengoptimalkan dan menambah ruang terbuka hijau kawasan perkotaan.

table of content

5. DAFTAR PUSTAKA

Amelia, P. R., & Mussadun, M. (2015). Analisis kesesuaian rencana pengembangan wilayah pulau dompak dengan kondisi eksisting bangunan (Studi Kasus: Pulau Dompak, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau). Jurnal Pengembangan Kota, 3(1), 26-39. doi: http://dx.doi.org/10.14710/jpk.3.1.26-39

Che, Y., Yang, K., Chen, T., & Xu, Q. (2012). Assessing a riverfront rehabilitation project using the comprehensive index of public accessibility. Ecological Engineering, 40, 80-87. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.ecoleng.2011.12.008

Darbyshire, P., ∓ Burgess, S. (2006). Strategies for dealing with plagiarism and the web in higher education. Journal of Business Systems, Governance and Ethics, 1(4), 27-39.

Flynn, A., Yu, L., Feindt, P., ∓ Chen, C. (2016). Eco-cities, governance and sustainable lifestyles: The case of the Sino-Singapore Tianjin Eco-City. Habitat International, 53, 78-86. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.habitatint.2015.11.004

Follmann, A. (2015). Urban mega-projects for a ‘world-class’ riverfront – The interplay of informality, flexibility and exceptionality along the Yamuna in Delhi, India. Habitat International, 45, Part 3, 213-222. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.habitatint.2014.02.007

Harvey, J., & Jowsey, E. (2004). Urban land economics.Basingstoke: Palgrave Macmillan.

Hough, M. (1995). Cities and natural process: a basis forsustainability. New York: Routledge.

Khalifa, M. A., & Fayoumi, M. A. E. (2012). Role of Hubs in Resolving the Conflict between Transportation and Urban Dynamics in GCR: The Case of Ramses Square. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 68, 879-893. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.12.274

Laurie, M. (1990). Pengantar kepada arsitekturpertamanan. Bandung: Intermatra.

Liao, Y.-T., & Chern, S.-G. (2015). Strategic ecocity development in urban–rural fringes: Analyzing Wulai District. Sustainable Cities and Society, 19, 98-108. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.scs.2015.07.014

Matovnikov, S. A., & Matovnikova, N. G. (2016). Innovative Urban Planning Methods for the Urban Landscape Design in the Volgograd Agglomeration. Procedia Engineering, 150, 1966-1971. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.proeng.2016.07.199

May, R. (2006). “Connectivity” in urban rivers: Conflict and convergence between ecology and design. Technology in Society, 28(4), 477-488. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.techsoc.2006.09.004

McHarg, I. L., & Mumford, L. (1972). Design with nature. Philadelphia: The Falcon Press.

Moretti, M. (2008). Cities on water and waterfront regeneration: a strategic challenge for the future. Paper presented at the II meeting Rivers of Change-River/Cities, Warsaw (Poland), July.

Nurisyah, hadi, S., Widhyanto, & Nazief, M. (2013). Penyusunan Masterplan Perkotaan Ujoh Bilang. Bogor: LPPM-IPB.

Rusadi, E. Y., Nurhayati, P., Tallo, A. J., & Setiawan, B. (2016). Smart Green Open Space Outlook: Pattern Identification (Case Study: Yogyakarta City and Batu City). Procedia - Social and Behavioral Sciences, 227, 630-636. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.06.125

Rustiadi, E., Saefulhakim, S., & Panuju, D. R. (2011). Perencanaan dan pengembangan wilayah. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Setiawan, R. (2016). Komunikasi dengan Lokasi Gempa di Sumba Barat Masih Putus, Suara. Retrieved from http://www.suara.com/news/2016/02/12/232205/komunikasi-dengan-lokasi-gempa-di-sumba-barat-masih-putus

Sharifi, A. (2016). From Garden City to Eco-urbanism: The quest for sustainable neighborhood development. Sustainable Cities and Society, 20, 1-16. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.scs.2015.09.002

Yang, X., & Liu, Z. (2005). Quantifying landscape pattern and its change in an estuarine watershed using satellite imagery and landscape metrics. International Journal of Remote Sensing, 26(23), 5297-5323. doi: http://dx.doi.org/10.1080/01431160500219273

Yassin, A. B. M., Eves, C., & McDonagh, J. (2010). An evolution of waterfront development in Malaysia. Paper presented at the Proceedings of the 16th annual conference of the Pacific Rim Real Estate Society, Wellington, New Zealand.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2017 Jurnal Pengembangan Kota

License URL: http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0