TRANSFORMASI PERUMAHAN SOSIAL DAN KEBERLANJUTAN PERUMAHAN DI PERUMNAS SENDANGMULYO

Nany Yuliastuti dan Annisa Muawanah Sukmawati

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Issue Vol 4, No 1 (2016)

DOI http://dx.doi.org/10.14710/jpk.4.1.87-94

Copyright (c) 2017 Jurnal Pengembangan Kota

Creative Commons License This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License

Abstrak

Berdasarkan kenyataan dengan berbagai alasan, perumahan telah mengalami perubahan fisik sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pemiliknya dalam waktu yang relatif singkat. Rumah tidak hanya dilihat dari aspek kuantitatif, tetapi juga berkembang dalam hal kualitas dan disesuaikan dengan kebutuhan sosial ekonomi seiring dengan pengembangan keluarga. Peningkatan kualitas fisik perumahan berbanding lurus dengan tingkat kualitas hidup penghuni dan keberlanjutan perumahan. Pemicu aktualisasi diri melalui transformasi rumah tinggal yang tergantung pada kemampuan, keinginan dan kebutuhan masing-masing keluarga. Banyak kegiatan perumahan yang tidak terkendali pembangunan fisiknya, khususnya di rumah sederhana (RS) Perumnas terkait dengan transformasi rumah berdampak pada kerusakan lingkungan. Penelitian dilakukan di Perumahan Perumnas Sendangmulyo dengan 83 sampel dari 497 rumah tangga dengan metode kuantitatif melalui kuesioner, wawancara, dan observasi. Teknik analisis mencari keterkaitan antar variabel dengan metode tabulasi silang dan analisis chi-square dan korelasi koefisien kontingensi. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh antara kualitas hidup dengan perubahan fisik di rumah yang ada dalam transformasi kualitas perumahan berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi penghuni. Tingkat transformasi perumahan di Perumnas Sendangmulyo dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, pendidikan, ukuran keluarga dan motivasi. Jenis pekerjaan tidak berpengaruh pada perubahan fisik perumahan.

Kata Kunci: perumahan sosial, transformasi perumahan, keberlanjutan perumahan


[Title: Housing Transformation and Sustainability in Perumnas Sendangmulyo] Based on the reality on the ground with various reasons, the housing has undergone a physical change by the wishes and needs of its inhabitants in a relatively short period. Housing is not only seen from the quantitative perspective but also is about its quality and suitable with the socio-economic condition. The improving of physical quality is directly proportional to the level of quality of life of its inhabitants. In the framework of realization of self-actualization trigger, physical changes in the residential houses depend on the abilities, desires, and needs of each family. There are many uncontrolled activities of housing physical development, particularly in the Perumnas and related to the development and physical changes in the home that have an impact on environmental damage, so that its existence should receive special attention. This research takes the object on the Perumnas Sendangmulyo. The research conducts on 83 households in the sample of 497 households. The research methodology used the quantitative methodology by questionnaires, interviews, and observations. Analysis techniques aim to find the linkages between variables using the cross-tabulation and chi- square analysis, double regression and contingency coefficient correlation. The analysis results show that there is the correl ation between the quality of life and the physical changes of housing related to the family’s economic and social condition. The level of housing transformations of housing is influenced by the level of income, education, family size, and motivation. The employment condition has no effect on the physical changes of housing.

Keyword: sosial housing; housing transformation; sustainable housing

table of content

1. PENDAHULUAN

Salah satu strategi pemerintah dalam upaya membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah yang sehat dan layak huni adalah membentuk Perusahaan Umum Perumahan Nasional (Perum Perumnas). Perum Perumnas berperan dalam pemenuhan kebutuhan rumah, terutama bertipe kecil seperti Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS). Kebijakan tersebut diterapkan di hampir semua wilayah di Indonesia, termasuk di Kota Semarang. Jumlah perumahan di Kota Semarang setiap tahunnya semakin meningkat. Peningkatan yang sangat signifikan terkait jumlah perumahan di Kota Semarang, terutama terjadi dalam kurun waktu tahun 2009-2011.

Dalam pelaksanaan penyediaan perumahan sebenarnya pemerintah telah membuat suatu rancangan yang memenuhi standar minimal dan diseragamkan baik dalam bentuk/ wujud bangunan maupun luasannya. Kualitas pembangunan perumahan sosial ditentukan oleh kualitas unit rumah yang terbangun, disamping ketersediaan sarana dan prasarana penunjang (Jiboye, 2011). Namun pada kenyataannya, Rumah Sederhana atau Rumah Sangat Sederhana yang telah dibangun oleh pemerintah mengalami perubahan fisik dalam kurun waktu yang relatif singkat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan para pemiliknya. Kualitas rumah menjadi penentu utama kepuasan penguni perumahan (Salleh, 2008; Yuliastuti & Widiastomo, 2015). Untuk itu, upaya peningkatan manajemen kualitas fisik dan lingkungan perumahan sosial perlu dilakukan guna meningkatkan kualitas hidup penghuni perumahan (Hashim, Samikon, Nasir, & Ismail, 2012).

Dalam perkembangannya, rumah bukan hanya dilihat dari aspek kuantitatif, tetapi juga berkembang dari segi kualitasnya. Dalam artian luasannya disesuaikan dengan kebutuhan sosial, ekonomi, institusional, serta perkembangan keluarga yang bersangkutan (Budihardjo, 2006). Sejalan dengan hasil temuan (Sestiyani & Sariffuddin, 2015) bahwa pada perubahan bentuk rumah dapat dipengaruhi oleh faktor tingkat kebutuhan dan perkembangan kondisi penghuni rumah.

Dalam rangka mewujudkan aktualisasi diri tersebut, setelah memiliki rumah, maka timbul dorongan masyarakat untuk mewujudkan rumahnya sebagai cerminan jati diri (Khalifa, 2015). Hal ini terlihat dengan adanya keinginan untuk mengubah bentuk rumah agar berbeda dengan rumah lain di sekitarnya. Hal ini pada akhirnya memicu terjadinya perubahan fisik rumah di perumahan yang beragam bentuk atau wujud dan luasannya tergantung dari kemampuan, keinginan, kebutuhan dan kepuasan masing- masing individu (Yuliastuti & Widiastomo, 2015). Pada masyarakat berpenghasilan rendah, transformasi bentuk rumah dilakukan sesuai kondisi yang dimiliki menyesuaikan dengan kebutuhan rumah tangga (Shiferaw, 1998). Transformasi wujud rumah juga berkorelasi dengan tingkat kepuasan penghuni terhadap kondisi rumah. Kondisi sosial ekonomi berkorelasi negatif terhadap tingkat kepuasan namun jenis pekerjaan, luas rumah yang ditempati dan lama tinggal berkorelasi positif dengan tingkat kepuasan (Mohit, Ibrahim, & Rashid, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan kebutuhan akan kondisi rumah juga disebabkan oleh faktor pertumbuhan keluarga, baik dari segi jumlah maupun pertumbuhan fisik dari anak yang mulai beranjak dewasa, sehingga membutuhkan suatu ruang khusus untuk privasinya. Dengan kata lain pada akhirnya pemilik rumah akan merasakan kepemilikan terhadap ruang rumah tersebut secara hakiki sehingga mampu menunjukkan teritori dan eksistensi dirinya.

Di sisi lain, dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan yang disesuaikan dengan keinginan serta kebutuhan penghuni, proses pembangunan rumah cenderung melampaui batas kemampuan serta daya dukung lingkungan. Proses pembangunan atau peningkatan kualitas dan kuantitas fisik rumah kurang memperhatikan keseimbangan dan keselarasan antara pembangunan fisik buatan dengan lingkungan di sekitarnya (Chakraborty, Wilson, Sarraf, & Jana, 2015). Sebagai contoh adalah semakin banyaknya bentuk fisik rumah yang mengabaikan ketentuan, terkait dengan adanya ketentuan mengenai persentase ruang terbuka hijau yang semestinya disediakan, aturan mengenai Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, Garis Sempadan Bangunan, dan lain-lain. Hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan adanya penurunan kualitas lingkungan perumahan, seperti berkurangnya kenyamanan, kesehatan, bahkan menurunnya kualitas visualisasi kawasan. Padahal sebuah lingkungan perumahan atau permukiman merupakan bagian terbesar pembentuk struktur ruang perkotaan, sehingga keberadaannya perlu mendapat perhatian khusus.

Berangkat dari fenomena ini, maka perlu adanya penelitian yang mengkaji mengenai perubahan- perubahan fisik bangunan yang banyak terjadi di daerah perumahan. Pembangunan dan pengembangan perumahan tersebut tidak selesai hanya sampai terbangunnya kompleks perumahan, akan tetapi juga mengenai keberlanjutan perumahan. Rumah-rumah akan berkembang selanjutnya sesuai dengan kemampuan, keinginan, dan kebutuhan masing-masing penghuninya. Fenomena tersebut banyak ditemukan pada perumahan dengan tipe rumah sederhana, termasuk yang terjadi di Perumahan Perumnas Sendangmulyo yang tergolong dalam perumahan berskala besar. Apabila hal ini tidak diantisipasi dengan baik oleh pemerintah, maka kondisi yang banyak terjadi adalah adanya penyimpangan terkait ketentuan dan keberlanjutan perumahan.

Terkait dengan perubahan bentuk fisik bangunan tersebut, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh transformaasi rumah pada kawasan perumahan Perumnas Sendangmulyo. Dengan mengetahui hubungan keduanya, diharapkan perumahan akan tepat sasaran dan dapat berfungsi semakin optimal dan berkelanjutan.

table of content

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini mengambil lokasi pada perumahan Perumnas di Kota Semarang yang dianggap mengalami perkembangan pesat, terutama ditinjau dari masalah pengembangan perumahannya, baik dari bentuk maupun luasannya. Dalam hal ini fenomena yang paling menonjol terkait dengan perubahan fisik bangunan adalah terjadi di Perumnas Sendangmulyo. Secara geografis Perumnas Sendangmulyo memiliki lokasi strategis karena berada dekat pusat Kota Semarang, yaitu berjarak sekitar tujuh kilometer dari pusat kota, dengan luas wilayah sekitar enam hektar. Perumahan Perumnas Sendangmulyo berdiri pada tahun 1997, perumahan ini meliputi enam blok, yaitu blok A,B,C,D,E,F, terdiri dari RW 15, RW-19, RW-20, RW-21, RW-22, dan RW-24.

Fokus penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antar variabel dan pengaruh antar variabel, sehingga pendekatan penelitian yang digunakan lebih spesifik, yaitu penelitian kuantitatif dengan pendekatan kuantitatif- positivistik. Dalam penelitian ini akan melihat hubungan antar variabel. Sedangkan gejala ikutan yang mempengaruhi variabel tidak akan menjadi fokus penelitian.

Metode analisis yang digunakan adalah kuantitatif, yang bersifat uraian dengan membuat tabel atau grafik, mengelompokkan serta menganalisis data berdasarkan pada hasil jawaban kuesioner yang diperoleh. Data dalam penelitian diperoleh dari survei di lapangan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini dilakukan melalui observasi, kuesioner, dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari sumber yang relevan dengan topik yang diteliti, misalnya dari instansi-instansi terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya dalam bentuk peta kawasan dan lain-lain.

Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner untuk penghuni perumahan Perumnas Sendangmulyo. Sampel dilakukan dengan menggunakan teknik proporsional sampling dimana proporsi sampel yang dipilih mewakili proporsi tertentu di masyarakat. Proporsi karakteristik masyarakat pada objek penelitian untuk menentukan penyebaran sampel ditetapkan dengan melihat kondisi fisik bangunan rumah yang telah mengalami perubahan fisik.

Proporsi ditetapkan terkait tingkat perubahan fisik rumahnya, yaitu [1] Perubahan Fisik Sangat Banyak, dimana bentuk fisik rumah sangat berbeda dengan rumah aslinya. Pemilik membongkar keseluruhan bangunan asli, kemudian membangun lagi bangunan baru sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka masing-masing. Bentuk fisik rumah baru tergolong mewah, bahkan tidak lagi mencerminkan sebagai perumahan, khususnya perumahan, [2] Perubahan Fisik Sedang, bentuk fisik rumah yang baru cenderung berbeda dengan rumah aslinya, tetapi kebanyakan dari pemilik rumah menerapkan konsep rumah tumbuh, sehingga sebagian dari rumah tersebut masih menggunakan elemen-elemen bangunan rumah lama dan terdapat penambahan elemen-elemen bangunan tetapi tidak terlalu banyak, [3] Perubahan Fisik Sedikit, pada dasarnya tidak terjadi perubahan yang signifikan pada fisik bangunan. Tampak bangunan masih mencerminkan bentuk aslinya. Pemilik bangunan biasanya hanya menambahkan beberapa ruang.

Dari total populasi sebesar 487 rumah, selanjutnya ditentukan jumlah rumah yang akan menjadi sampel yaitu 83 Sampel. Setelah mengetahui jumlah sampel sebesar 83 sampel, maka langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah masing- masing sampel secara proporsional berdasarkan fisik bangunan, yaitu rumah yang mengalami sedikit perubahan sebanyak 79/487 x 83 = 13,46 (14 rumah), perubahan Sedang sebanyak 96/487 x 83 = 18,06 (18 rumah), dan perubahan Banyak sebanyak 302/487 x 83 = 51,47 (51 rumah). Sebagai tambahan jumlah rumah yang belum berkembang sama sekali (tidak mengalami perubahan) adalah sebanyak 10 buah rumah dan mayoritas rumah tersebut (sekitar 90%) tidak dihuni, sehingga tidak bisa dijadikan sampel.

table of content

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Hidup Dalam Perubahan Fisik Rumah. Pada awalnya rumah atau hunian hanya merupakan tempat berlindung. Dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia, maka semakin meningkat pula apresiasi manusia terhadap unit hunian. Kebutuhan perumahan bagi tiap individu, dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi masing-masing individu/masyarakat itu sendiri. Asumsi mengenai masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah yang cenderung meletakkan prioritas utama pada lokasi rumah yang berdekatan dengan tempat kerja, status kepemilikan rumah dan lahan menempati prioritas kedua, serta bentuk dan kualitas rumah menjadi prioritas terakhir, lama-lama bergeser seiring dengan perubahan paradigma yang terjadi di masyarakat.

Prioritas ini mengalami pergeseran sebanding dengan kenaikan tingkat pendapatan serta keinginan dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat selanjutnya menempatkan status pemilikan rumah dan lahan sebagai prioritas pertama, serta bentuk dan kualitas rumah menjadi prioritas kedua, sedangkan faktor lokasi perumahan menjadi prioritas terakhir. Fenomena perubahan fisik rumah yang banyak terjadi di pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak faktor sejalan dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan yang terjadi pada keluarga tersebut, seperti jumlah keluarga, tingkat ekonomi, sosial, budaya. Faktor- faktor tersebut merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam indikator penentu kualitas hidup seseorang terkait dengan kebutuhan perumahan.

Pada dasarnya kualitas hidup manusia sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan kondisi eksternal. Lingkungan sekitar merupakan faktor eksternal seperti komunitas serta kota tersebut dalam skala yang lebih besar sebagai penunjang aktivitas. Sedangkan secara personal meliputi pengukuran atau penilaian individu mengenai kehidupannya, tingkat kepuasan, kenyamanan, kebahagiaan, serta prioritas individu yang kesemuanya tergantung dari karakteristik penghuni.

Kualitas hidup terkait dengan kondisi kehidupan di suatu tempat perlu dibedakan mengenai subjektif dan objektif. Pengukuran secara subjektif adalah mengenai perasaan yang baik dan puas terhadap keadaan yang ada, sedangkan secara objektif adalah terkait hal-hal yang bisa diukur dalam kehidupan (Lim, Yuen, & Low, 1999). Sedangkan dalam penelitian ini lebih fokus pada indikator- indikator yang bersifat objektif atau dapat diukur.

Kualitas hidup merupakan gambaran yang sangat kompleks mengenai kehidupan manusia, dimana untuk mengetahuinya kita harus memahami terlebih dahulu mengenai tiga komponen pembentuk kualitas hidup, yaitu keberlanjutan lingkungan (sustainability), kapasitas ekonomi (viability), dan sosial (livability) (Lim et al., 1999) Ketiga komponen tersebut saling terkait dan mempengaruhi. Menurut Lim et al. (1999) nilai penting dan perhatian terhadap komponen kualitas hidup tersebut adalah [1] Sustainability, merupakan konsep yang berhubungan dengan aspek lingkungan dan spasial untuk mendukung keberlanjutan pemenuhan kebutuhan bagi generasi mendatang. [2] Viability, terkait aspek ekonomi untuk meningkatkan produktivitas dalam rangka pemenuhan kebutuhan. [3] Livability, terkait aspek sosial yang berupa kondisi kehidupan, baik secara individual maupun kemasyarakatan.

Dari ketiga konsep dasar pembentuk kualitas hidup tersebut, studi ini menitik beratkan pada kualitas hidup yang terkait dengan ekonomi dan sosial. Hal ini dikarenakan kedua aspek tersebut merupakan aspek objektif yang dianggap sebagai aspek yang mempengaruhi manusia dalam melakukan perubahan fisik rumahnya. Selain itu, hal tersebut juga didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya bahwa aspek ekonomi dan sosial merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya terhadap tingkat kualitas hidup seseorang. Sedangkan faktor lingkungan biasanya merupakan faktor yang muncul sebagai pengaruh dari aspek lain, yaitu ekonomi dan sosial (Peck & Kay Stewart, 1985). Indikator atau tolok ukur mengenai kualitas hidup dibatasi pada hal-hal yang berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang, yaitu pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan jumlah keluarga.

Terkait dengan perubahan atau transformasi fisik rumah, dalam perkembangannya, terdapat 2 (dua) tindakan yang dilakukan oleh para penghuni. Tindakan tersebut adalah [1] Usaha dalam memenuhi kebutuhan, yaitu ketika penghuni merasakan kekurangan pada rumahnya, Bentuk tindakannya dapat berupa pindah rumah, seperti yang diungkapkan oleh Turner atau juga dapat berupa pengubahan atau penambahan terhadap rumahnya atau biasa disebut “housing adjustment”. [2] Usaha penghuni merupakan tanggapan atas tekanan akibat adanya berbagai kekurangan pada rumah, dengan cara melakukan perubahan pada dirinya tanpa merubah rumahnya, dalam hal ini penghuni cenderung bersifat pasif atau biasa disebut “ housing adaptation” (Santosa, 2010). Santosa (2010) juga mengklasifikasikan 5 (lima) indikator usaha dan tindakan penghuni dalam memperbaiki dan membangun rumahnya, yaitu [1] Perombakan, yaitu perubahan struktur fisik rumah secara total (bentuk, bahan, jumlah ruang, dan ukuran). [2] Penyempurnaan, peningkatan mutu bahan, seperti mutu bahan lantai, dinding, dan atap secara menyeluruh tanpa melakukan perubahan terhadap jenis, jumlah, dan bentuk bangunan). [3] Ekspansi atau perluasan, perluasan ke arah luar, misalnya penambahan ruang-ruang lain seperti dapur, kamar, kamar mandi dan lain sebagainya. [4] Penyempurnaan sebagian, yaitu melalui peningkatan mutu bahan sebagian bangunan, misalnya peningkatan mutu dinding atau lantai yang terdapat pada ruang tamu. [5] Pemeliharaan, usaha mengatasi berbagai kerusakan, tanpa perubahan dan peningkatan mutu bahan bangunan, misalnya dengan pengecatan, mengganti pintu yang lapuk, menambal atap, dan lain-lain.

Dari berbagai uraian dan teori dapat disimpulkan bahwa perubahan fisik rumah yang terjadi pada rumah, khususnya perumahan meliputi 3 (tiga) hal prinsip, yaitu [1] Perubahan bentuk dan peruangan rumah, [2] Perubahan fungsi rumah. dan [3] Perubahan elemen-elemen rumah.

Pengaruh Kualitas Hidup Pada Transformasi Rumah di Perumnas Sendangmulyo. Hasil menunjukan, bahwa terdapat keterkaitan atau pengaruh yang signifikan antara tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, serta motivasi dengan tingkat perubahan fisik rumah pada perumahan Perumnas Sendangmulyo. Sedangkan untuk jenis pekerjaan, berdasarkan penelitian dengan melihat nilai chi square test yang ada, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat keterkaitan antara jenis pekerjaan responden dengan tingkat perubahan fisik rumah yang mereka miliki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.

Untuk melihat tingkat signifikansi, dapat dilakukan dengan melihat besarnya uji t, yang lebih praktis dalam menginterprestasikan adalah dengan melihat nilai signifikansinya (sig.), dengan ketentuan seperti yang sudah disebutkan di atas. Berdasarkan tabel, nilai signifikansinya yang terdapat pada variabel pendapatan, jumlah keluarga dan motivasi adalah <0,05. Ini berarti pengaruh tingkat pendapatan, jumlah keluarga dan motivasi signifikan terhadap perubahan fisik rumah. Sedangkan besarnya angka signifikansi untuk tingkat pendidikan adalah sebesar 0,678 atau > 0,05. Ini berarti pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat perubahan fisik rumah tidak signifikan. Hal ini mungkin saja terjadi, dikarenakan kemungkinan pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh langsung terhadap tingkat perubahan fisik rumah. Tetapi pengaruhnya lebih besar terhadap variabel lain yang dianggap lebih berpengaruh terhadap perubahan tersebut, sebagai contoh adalah tingkat pendapatan.

Tabel 1. Keterkaitan antara Kualitas Hidup dengan Transformasi Rumah

Apabila diurutkan dari mulai tingkat pengaruh terbesar sampai dengan terkecil, pengaruh kualitas hidup terhadap perubahan fisik rumah yang ada adalah sebagai berikut: [1] Motivasi (taraf Signifikansi 0,000), [2] Jumlah Keluarga (taraf Signifikansi 0,003), [3] Tingkat Pendapatan (taraf Signifikansi 0,005), [4] Tingkat Pendidikan (taraf Signifikansi 0,678).

Tabel 2. Motivasi Transformasi perumahan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan (lihat tabel 2), terdapat keterkaitan atau hubungan yang signifikan antara tingkat perubahan fisik rumah dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada fisik rumah tersebut, yang antara lain meliputi : perubahan bentuk fisik dan ruang, perubahan fungsi, serta perubahan elemen-elemen rumah. Ketiga faktor tersebut saling berpengaruh dan berhubungan. Ini dikarenakan perubahan fisik akan mempengaruhi perubahan fungsi dan elemen- elemen yang ada begitu pula sebaliknya. Sedangkan aspek lain, seperti lama tinggal, tidak banyak berpengaruh terhadap tingkat perubahan fisik yang ada.

Sebagian besar responden menyatakan bahwa telah menghuni perumahan tersebut dalam jangka waktu yang sama, tetapi secara fisik rumah yang mereka miliki mempunyai tingkat perubahan yang berbeda-beda. Di sisi lain, terkait dengan aspek keberlanjutan lingkungan (sustainability). Dari kondisi ini dapat disimpulkan bahwa perubahan- perubahan fisik rumah, seperti perubahan bentuk fisik dan ruang, perubahan fungsi, serta perubahan elemen-elemen rumah), selain saling berpengaruh dan berhubungan juga mempengaruhi kualitas lingkungan perumahan yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan perubahan-perubahan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi bentuk rumah serta luas rumah, sehingga pada akhirnya jumlah ruang terbuka yang ada di perumahan tersebut juga semakin berkurang.

Berkurangnya jumlah ruang terbuka juga turut mempengaruhi keberadaan Garis Sempadan Bangunan, Building Coverage, Koefisien Dasar/ Lantai Bangunan. Apabila ditelaah lebih lanjut, berkurangnya ruang terbuka tersebut dapat berimbas pada penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya juga dapat mempengaruhi penurunan kualitas hidup dan keberlanjutan masyarakat. Berdasarkan fenomena tersebut maka terkait kualitas hidup dan perubahan fisik rumah pada lingkungan perumahan khususnya, perlu mendapat perhatian dari seluruh stakeholders terkait, terutama dari pemerintah.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, nilai signifikansinya yang terdapat pada variabel perubahan elemen-elemen rumah 0,000 atau dengan kata lain <0,05. Ini berarti pengaruh perubahan elemen-elemen rumah signifikan terhadap perubahan fisik rumah. Sedangkan besarnya angka signifikansi untuk perubahan bentuk dan ruangan rumah adalah 0,507 serta perubahan fungsi rumah 0,881, sehingga nilai signifikansinya >0,05 artinya perubahan bentuk dan ruang serta fungsi rumah Sedangkan untuk perubahan bentuk dan ruang dianggap kurang signifikan karena tidak semua rumah melakukan perubahan terkait bentuk dan ruang. Hal ini terlihat dengan adanya fenomena penambahan rumah yang bersifat non permanen atau bersifat seadanya.

Perubahan fungsi rumah juga tidak signifikan karena dianggap bukan merupakan hal yang krusial yang membedakan tingkat perubahan fisik rumah. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya rumah yang masuk kategori perubahan tingkat banyak, tetapi tetap menggabungkan beberapa fungsi rumahnya yang disesuaikan dengan keinginan pemilik serta adanya keterbatasan terutama dilihat dari keterbatasan lahan. Berdasarkan tabel di atas, apabila diurutkan dari mulai tingkat pengaruh terbesar sampai terkecil terhadap tingkat perubahan fisik rumah yang ada adalah: [1] Perubahan elemen-elemen rumah (taraf signifikansi 0,000), [2] Perubahan bentuk dan ruang (taraf signifikansi 0,507), [3] Perubahan fungsi rumah (taraf signifikansi 0,881). Dari penelitian yang telah dilakukan, perubahan yang paling signifikan terkait perubahan fisik rumah adalah perubahan elemen-elemen rumah dan perubahan bentuk dan ruang.

Atau dengan kata lain perubahan yang terkait dengan wujud dan luasan bangunan akan mempengaruhi jumlah ruang terbuka yang ada serta pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas lingkungan perumahan. Dari data yang diperoleh serta hasil analisis crosstab, chi square, regresi berganda serta korelasi koefisien kontingensi yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dari beberapa data yang berasal dari variabel yang dianggap berpengaruh terhadap perubahan fisik rumah, yaitu variabel kondisi sosial ekonomi responden yang mempengaruhi tingkat kualitas hidup, maka dapat disimpulkan: Adanya keterkaitan antara tingkat kualitas hidup (terkait aspek pendapatan, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan motivasi responden terhadap rumah) dengan perubahan fisik rumah (perubahan bentuk dan ruang, perubahan fungsi serta perubahan elemen-elemen rumah) yang ada di Perumahan Perumnas Sendangmulyo. Adapun aspek jenis pekerjaan tidak berhubungan dan tidak berpengaruh terhadap perubahan fisik yang terjadi di Perumnas Sendangmulyo. Variabel kualitas hidup yang paling banyak berpengaruh terhadap tingkat perubahan fisik rumah adalah motivasi, jumlah keluarga serta tingkat pendapatan. Sedangkan variabel perubahan fisik rumah yang paling banyak berpengaruh terhadap tingkat perubahan fisik rumah adalah perubahan elemen- elemen rumah. Besarnya pengaruh antar variabel- varibel tersebut dapat dilihat pada tabel 3 berikut:

Tabel 3.Tingkat Pengaruh Transformasi Rumah


table of content

4. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang terkait karakteristik ekonomi dan sosial dalam kualitas hidup pada dasarnya saling berkaitan dan mempengaruhi responden dalam melakukan perubahan fisik rumah yang dimilikinya. Aspek tersebut adalah tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jumlah keluarga dan motivasi. Sedangkan aspek jenis pekerjaan sangat sedikit pengaruhnya bahkan tidak berhubungan dengan perubahan fisik rumah yang terjadi di perumahan tersebut. Apabila diurutkan dari mulai tingkat pengaruh terbesar sampai dengan terkecil terhadap transformasi perumahan adalah: [1] Motivasi, [2] Jumlah keluarga, [3] Tingkat pendapatan, [4] Tingkat pendidikan. Tingkat pengaruh perubahan fisik berkaitan dengan transformasi rumah yang dilakukan, seperti perubahan bentuk dan ruang, perubahan fungsi dan perubahan elemen-elemen rumah.

Setelah dilakukan analisis terkait pengaruh transformasi rumah, maka apabila diurutkan dari mulai tingkat pengaruh terbesar sampai dengan terkecil adalah: [1] Perubahan elemen-elemen rumah, [2] Perubahan bentuk dan ruang, [3] Perubahan fungsi rumah. Transformasi perumahan, baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap bentuk rumah serta luas rumah, sehingga pada akhirnya juga mempengaruhi keberadaan jumlah ruang terbuka di perumahan Perumnas Sendangmulyo. Berkurangnya jumlah ruang terbuka ini, secara otomatis juga akan mempengaruhi kondisi Perumnas Sendangmulyo secara sustainability, viability dan avaibility.

table of content

5. DAFTAR PUSTAKA

Budihardjo, E. (2006). Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung: Alumni.

Chakraborty, A., Wilson, B., Sarraf, S., & Jana, A. (2015). Open data for informal settlements: Toward a user׳s guide for urban managers and planners. Journal of Urban Management, 4(2), 74-91. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.jum.2015.12.001

Hashim, A. E., Samikon, S. A., Nasir, N. M., & Ismail, N. (2012). Assessing factors influencing performance of Malaysian low-cost public housing in sustainable environment. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 50(July), 920–927. doi: http://doi.org/10.1016/j.sbs pro.2012.08.093.

Jiboye, A. D. (2011). Evaluating public housing performance: Providing a basis for residential quality improvement in Nigeria. Middle-East Journal of Scientific Research, 9 (2), 225–232.

Khalifa, M. A. (2015). Evolution of informal settlements upgrading strategies in Egypt: From negligence to participatory development.Ain Shams Engineering Journal, 6(4), 1151-1159. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.asej.2015.04.008

Lim, L. Y., Yuen, B. K., & Low, C. (1999). Urban Quality of Life: Critical Issues and Options. Singapore: School of Building and Real Estate National University of Singapore.

Mohit, M. A., Ibrahim, M., & Rashid, Y. R. (2010). Assessment of residential satisfaction in newly designed public low-cost housing in Kuala Lumpur, Malaysia. Habitat International,34(1), 18–27. doi: http://doi.org/10.1016/j.habitatint.2009.04.002.

Peck, C., & Kay Stewart, K. (1985). Satisfaction with Housing and Quality of Life. Home Economics Research Journal, 13(4), 363-372. doi: http://doi.org/10.1177/1077727X8501300403

Salleh, A. G. (2008). Neighbourhood factors in private low-cost housing in Malaysia. Habitat International, 32(4), 485–493. doi: http://doi.org/10.1016/j.habitatint.2008.01.002.

Santosa, B. (2010). A Study on House Physical Adjustment in Post-Occupation of Perumahan Sub Inti Gemoh Asri, Temanggung District. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, 6(3), 39-52.

Sestiyani, E., & Sariffuddin, S. (2015). Identifikasi perubahan perumahan di Perumahan Bumi Wanamukti, Kota Semarang.Jurnal Pengembangan Kota, 3(1), 49. doi: http://doi.org/10.14710/jpk.3.1.49-59.

Shiferaw, D. (1998). Self-initiated transformations of public-provided dwellings in Addis Ababa, Ethiopia. Cities,15(6), 437–448. doi: http://doi.org/10.1016/S0264-2751(98)00039-0.

Yuliastuti, N., & Widiastomo, Y. (2015). Towards better social housing policy based on residents’ satisfaction: A case study at Sendangmulyo, Semarang, Indonesia. Journal of Sustainable Development, 8(2), 149–160. doi: http://doi.org/10.5539/jsd.v8n2p149.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2016 Jurnal Pengembangan Kota

License URL: http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0