skip to main content

Mengkaji Kedudukan Hakim Ad Hoc dalam Menjalankan Kekuasaan Yudikatif di Indonesia

*Yohanes Winarto  -  Program Doktor Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Indonesia

Citation Format:
Abstract

Kekuasaan negara termasuk kekuasaan yang menjalankan fungsi yudikatif jelas dijalankan oleh seorang hakim karir, hal ini ditegaskan pula dengan ketiadaan pengakuan terhadap hakim Ad Hoc yang merupakan State auxiliary organ. Kedudukan hakim ad hoc di Indonesia masih belum jelas, apakah menjadi bagian dari pejabat negara yang menjalankan fungsi yudikatif atau tidak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis terkait kedudukan hakim ad hoc di dalam peradilan tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan metode non-doktrinal ini. Berdasarkan pembahasan artikel ini terlihat jelas bahwa hakim ad hoc secara pengaturan perundang-undangan tidak dapat dianggap sebagai penyelenggara kekuasaan yudikatif. Ketiadaan kewenangan hakim tipikor ad hoc sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif juga terlihat jelas dengan adanya Pasal 58 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara yang secara tegas menyebutkan bahwa hakim impermanent atau ad hoc bukan merupakan pejabat penyelenggara kekuasaan negara. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hakim ad interim atau ad hoc tidak dapat dikategorikan sebagai hakim yang sejajar dengan hakim karir atau sebagai pejabat pelaksana kekuasaan negara, khusunya kekuasaan negara terkait dengan kekuasaan yudikatif di lingkungan peradilan.

Fulltext View|Download
Keywords: Ad Hoc; Hakim; Korupsi; Peradilan; Relevansi

Article Metrics:

  1. Ajie, R. (2016). Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang (Open Legal Policy) Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Tafsir Putusan Konstitusi. Jurnal Legislasi Indonesia,Vol.13,(No.2),pp.111-120. https://doi.org/10.54629/jli.v13i2.105
  2. Amarini, I. (2019). Implementation Of Judicial Activism In Judge’s Decision. Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol.8, (No.1), pp.21-38. http://dx.doi.org/10.25216/jhp.8.1.2019.21-38
  3. Ariawan, I Gusti Ketut. (2013). Metode Penelitian Hukum Normatif. Kertha Widya, Vol.1, (No.1),pp.21-30. https://doi.org/10.37637/kw.v1i1.419
  4. Arif, Yuddin Chandra N. (2013). The Dimension Of The Change Of Law Viewed From The Perspective Of Open Legal System. Jurnal IUS: Kajian Hukum dan Keadilan, Vol.1, (No.1),pp.113-127. https://doi.org/10.12345/ius.v1i1.227
  5. Basarah, A. (2014). Kajian Teoritis Terhadap Auxiliary State’s Organ Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Masalah-Masalah Hukum, Vol.43, (No.1), pp.1-8. DOI: 10.14710/mmh.43.1.2014.1-8
  6. Budiawan, Wendy A. (2018). Tinjauan Hukum Pelaksanaan Pengadilan Ham Ad Hoc Terhadap Prinsip Asas Legalitas. Justice Pro,Vol.2.(No.2),pp.52-69. https://doi.org/10.53027/jp.v2i2.238
  7. Dahoklory, Madaskolay V. (2021). Menilik Arah Politik Perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Masalah-Masalah Hukum,Vol.50,(No.2),pp.222-231. DOI: 10.14710/mmh.50.2.2021.222-231
  8. Delgado, Jorge L. (1999). The Inter-American Court Of Human Rights. ILSA Journal of International & Comparative Law, Vol.5, (No.3),pp.40-67. https://nsuworks.nova.edu/ilsajournal/vol5/iss3/
  9. Eddyono, Widagdo L. (2010). Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi. Jurnal Konstitusi,Vol.7,(No.3),pp.1-47. https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk /article/view/731/223
  10. Hantoro, Novianto M. (2016). Klasifikasi Jabatan Dalam Kelembagaan Negara: Permasalahan Kategori Pejabat Negara. Jurnal Negara Hukum, Vol.7, (No.2), pp.145-166. DOI: 10.22212/jnh.v7i2.929
  11. Haugaard, M. (2018). “What Is Authority?. Journal of Classical Sociology, Vol.18, (No.2), pp.104-132. https://www.deepdyve.com/lp/sage/what-is-authority-Ezu7ywzDQQ
  12. Iswandi, Kelik., & Prasetyoningsih, Nanik. (2020). Kedudukan State Auxiliary Organ Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia. Jurnal Penegakan Hukum Dan Keadilan, Vol.1,(No.2),pp.152–162. https://doi.org/10.18196/jphk.1208
  13. Jennings, Sir R. (2022). The Differences between Conducting a Case in the ICJ and in an ad hoc Arbitration Tribunal — An Inside View. Kluwer Law International Journal, Vol.23, (No.4),pp.893–909. https://doi.org/10.1163/ 9789004531178_008
  14. Maryoga, Yuwanda T. (2018). Human Rights at the Court: Criticism of the Human Rights Courts in Indonesia. Lex Scienta Law Review,Vol.2,(No.2),pp.241-248. https://doi.org/10.15294/lesrev. v2i2.27588
  15. Nabil, Mujab Muhammad., Salim, Zahran Qolbi ., Pratama, Antasena Yudha., & Putra, Hadrian Satria. (2024). Perlindungan Konstitusional State Auxiliary Agencies Berbasis Independent Regulatory Agencies (IRAS) Guna Mewujudkan Kredibilitas Pelayanan Negara Secara Demokratis Dalam Perspektif Check And Balances. Aktivisme: Jurnal Ilmu Pendidikan, Politik dan Sosial Indonesia, Vol.1, (No.3), pp.129-143. https://doi.org/10.62383/aktivisme.v1i3.332
  16. Nurdin, H. (2019). Eksistensi Hakim Ad Hoc Pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Kekusaan Kehakiman. Meraja Journal,Vol.2,(No.2),pp.167-183. https://doi.org/10.33080/mrj.v2i2.57
  17. Nurhayati, Ratna., & Gumbira, Seno Wibowo. (2017). Pertanggungjawaban Publik Dan Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Hukum dan Peradilan,Vol.6,(No.1),pp.41-66. http://dx.doi.org/10.25216/jhp. 6.1.2017.41-66
  18. Ramadhan, Putra Gibran., Kirani, Namira Putri., Jannah, Favillrus Assaniyatul., Virgina, Brenda., & Muhammad, Nabil Taftazzany. (2023). Urgensi Hakim Ad Hoc dalam Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Anti Korupsi, Vol.3,(No.2),pp.33-47. https://doi.org/10.19184/jak.v3i2.38853
  19. Satriawan, Iwan., & Lailam, Tanto. (2019). Open Legal Policy Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Dan Pembentukan Undang-Undang. Jurnal Konstitusi, Vol.16, (No.3), pp.559-584. https://jurnalkonstitusi.mkri.id/ index.php/jk/article/view/1636
  20. Setiadi, W. (2012). Pembangunan Hukum Dalam Rangka Peningkatan Supremasi Hukum. Jurnal Rechts Vinding, Vol.1, (No.1), pp.1-16. http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v1i1.103
  21. Sloot, Bart Van Der (2022). The ad hoc judge: A rehabilitation. Maastricht Journal of European and Comparative Law, Vol. 29, (No.5). https://doi.org/10.1177/1023263X221135473
  22. Subiyanto, Edi A. (2012). Mendesain Kewenangan Kekuasaan Kehakiman Setelah Perubahan UUD 1945. Jurnal Konstitusi,Vol.9,(No.4),pp.661-680 https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/ article/view/944
  23. Sukma, Mantara Gardha G. (2020). Open Legal Policy Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (Studi terhadap Putusan MK Bidang Politik Tahun 2015-2017). Lex Renaissance,Vol.5,(No.1),pp.1-19. https://doi.org/10.20885/JLR.vol5.iss1.art1
  24. Sukmareni, Sukmareni., Efendi, Roni., & Zulfiko, Riki. (2021). The Distinction Law of Procedure Of Corruption Case And The General Court In Indonesian Criminal Justice System. Jurnal cendekia Hukum, Vol.6,(No.2),pp.302-317. http://doi.org/10.33760/jch.v6i2.337
  25. Wijayanta, Tata., & Hernawan, Ari. (2014). Studi Evaluatif Peran Hakim Ad Hoc Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta. Yustisia, Vol.3, (No.1),pp.5-15. https://doi.org/10.20961/yustisia.v3i1.10102
  26. Yanova, Muhammad Hendri., Komarudin, Parman., & Hadi, Hendra. (2023). Metode Penelitian Hukum: Analisis Problematika Hukum Dengan Metode Penelitian Normatif Dan Empiris. Badamai Law Journal, Vol.8, (No.2),pp.394-408. http://dx.doi.org/10.328 01/damai.v8i2.17423
  27. Asshiddiqie, J. (2006). Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Konstitusi Pers
  28. Brouwer, Judy Green., & Schilder, Arnold Emanuel. (l998). A Survey of Ductch Administrative Law. Nijmegen: Ars Aequi Libri
  29. Schaffmeister, D., Keijzer, N. & Sutorus, PH. (1995). Hukum Pidana. Yogyakarta: Liberty
  30. Sibuea, P Hotma. (2006), Kekuasaan Kehakiman Indonesia.Jakarta: Krakataw Book
  31. Winarno, B. (2014). Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS
  32. Komisi Yudisial. (2021). KY Terima 494 Dugaan Kode Etik Hakim. Retrieved from https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/1454/ky-terima-laporan-
  33. Tempo.co. (2021). Catatan ICW Soal Tren Vonis Korupsi 2023: Kerugian Negara Mencapai Rp 56 Triliun, tapi yang Kembali hanya Rp 7,3 Triliun. Retrieved from https://www.tempo.co/hukum/catatan-icw-soal-tren-vonis-korupsi-2023-kerugian-negara-mencapai-rp-56-triliun-tapi-yang-kembali-hanya-rp-7-3-triliun-85377

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.