skip to main content

RELOKASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS II A KOTA SEMARANG

*Lintang Deandra  -  Universitas Diponegoro, Indonesia

Citation Format:
Abstract
Terjadinya peralihan sistem penahanan yang sebelumnya menggunakan sistem penjara menjadi sistem pemasyarakatan membuat mayoritas bangunan lapas di Indonesia kurang sesuai dengan standar bangunan pemasyarakatan. Hal ini juga terjadi pada Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Kota Semarang yang dibangun pada masa penjajahan Belanda. Fenomena overkapasitas dan kerap terjadi bencana banjir juga menambah permasalahan yang ada pada LPP Kelas II A Kota Semarang. Menyikapi permasalahan tersebut, perlu dilakukan relokasi untuk menciptakan sebuah bangunan lembaga pemasyarakatan baru di tempat yang memenuhi standar ketentuan pemerintah. Relokasi dilakukan dengan penambahan kapasitas hunian untuk menanggulangi isu overkapasitas dan merancang ruang-ruang pembinaan yang sesuai dengan peraturan. Perancangan Lapas Perempuan menggunakan pendekatan desain arsitektur humanis sehingga penghuni dapat merasa nyaman dan aman. Arsitektur humanis adalah suatu pendekatan desain yang melihat manusia menjadi fokus utama perancangan sehingga bangunan dapat memenuhi segala kebutuhan penggunanya. Adanya fasilitas pembinaan serta pendidikan dapat membantu narapidana untuk kembali ke masyarakat dengan bekal kemampuan bekerja dan berperilaku lebih baik. Perancangan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Kota Semarang menitikberatkan pada penyediaan ruang terbuka sebagai ruang komunal sehingga dapat memberi kesempatan bagi para warga binaan pemasyarakatan untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosial mereka dan beraktivitas selayaknya masyarakat pada umunya meskipun sedang kehilangan kemerdekaan di dalam lapas. Kata Kunci: Arsitektur Humanis; Lembaga Pemasyarakatan; Relokasi
Fulltext

Last update:

No citation recorded.

Last update:

No citation recorded.