BibTex Citation Data :
@article{JPPS14916, author = {Jessica Viona Karenina}, title = {REVITALISASI TAMAN BUDAYA RADEN SALEH}, journal = {Jurnal Poster Pirata Syandana}, volume = {3}, number = {2}, year = {2022}, keywords = {}, abstract = { Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah, sudah seharusnya menjaga dan mengembangkan kesenian dan kebudayaan yang sudah ada supaya tidak semakin tergerus oleh kemajuan zaman. Salah satu cara untuk menjaga dan mengembangkan kesenian dan kebudayaan yang ada, adalah dengan menyediakan fasilitas yang memadai untuk masyarakat dapat belajar dan menikmati kebudayaan. Terdapat beberapa tempat yang dapat dijadikan sebagai pusat seni budaya di Kota Semarang, dan salah satunya adalah Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), yang terbuka bagi masyarakat dan komunitas seni, dapat dimanfaatkan untuk seminar, pameran, dan pementasan kegiatan kesenian. Di dalamnya terdapat empat gedung utama, yaitu Gedung Kesenian Ki Narto Sabdho, Kantor Pengelola TBRS, Gedung Serba Guna, dan Kantor Dewan Kesenian Semarang (Dekase), serta beberapa bangunan pendopo berbentuk joglo. Pada tahun 2015 terdapat wacana untuk mengubah kembali fungsi taman budaya menjadi kawasan wisata Trans Studio, hal ini tentu mendapatkan protes dari kalangan seniman dan juga masyarakat sekitar. Pemerintah dinilai kurang serius terhadap perkembangan seni dan budaya di Kota Semarang dibuktikan dengan wacana pengubahan fungsi dan juga minimnya perawatan pada Taman Budaya Raden Saleh yang mengawali perkembangan seni budaya di Kota Semarang. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat menilai kondisi Taman Budaya Raden Saleh kurang berkembang dikarenakan joglo yang difungsikan sebagai sanggar sudah rusak, teater terbuka yang kotor, serta kondisi gedung yang sudah tidak terawat membuat taman ini kurang diminati baik oleh masyarakat maupun komunitas penggunanya sendiri. Taman budaya ini dirasa masih kurang memadai sebagai tempat pementasan kesenian budaya dengan pengunjung yang cukup banyak. Taman Budaya Raden Saleh semakin tertinggal dan tidak terawat, menyebabkan para kelompok seni kehilangan tempat untuk berkegiatan, maka dari itu perancangan ini mengangkat judul “Revitalisasi Taman Budaya Raden Saleh” dengan menggunakan pendekatan desain neo vernakular. Diharapkan dengan perancangan ini dapat terbentuk adanya rancangan pengembangan kawasan Taman Budaya Raden Saleh yang sesuai dengan fungsi taman budaya, dapat memfasilitasi kegiatan pegiat seni yaitu sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kesenian di Semarang, serta memiliki fungsi rekreatif dan edukatif dalam bidang seni sehingga masyarakat luas dan wisatawan yang berkunjung ke Kota Semarang dapat merasakan manfaat dari taman budaya tersebut. }, issn = {2715-6397}, url = {https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jpps/article/view/14916} }
Refworks Citation Data :
Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah, sudah seharusnya menjaga dan mengembangkan kesenian dan kebudayaan yang sudah ada supaya tidak semakin tergerus oleh kemajuan zaman. Salah satu cara untuk menjaga dan mengembangkan kesenian dan kebudayaan yang ada, adalah dengan menyediakan fasilitas yang memadai untuk masyarakat dapat belajar dan menikmati kebudayaan. Terdapat beberapa tempat yang dapat dijadikan sebagai pusat seni budaya di Kota Semarang, dan salah satunya adalah Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), yang terbuka bagi masyarakat dan komunitas seni, dapat dimanfaatkan untuk seminar, pameran, dan pementasan kegiatan kesenian. Di dalamnya terdapat empat gedung utama, yaitu Gedung Kesenian Ki Narto Sabdho, Kantor Pengelola TBRS, Gedung Serba Guna, dan Kantor Dewan Kesenian Semarang (Dekase), serta beberapa bangunan pendopo berbentuk joglo. Pada tahun 2015 terdapat wacana untuk mengubah kembali fungsi taman budaya menjadi kawasan wisata Trans Studio, hal ini tentu mendapatkan protes dari kalangan seniman dan juga masyarakat sekitar. Pemerintah dinilai kurang serius terhadap perkembangan seni dan budaya di Kota Semarang dibuktikan dengan wacana pengubahan fungsi dan juga minimnya perawatan pada Taman Budaya Raden Saleh yang mengawali perkembangan seni budaya di Kota Semarang. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat menilai kondisi Taman Budaya Raden Saleh kurang berkembang dikarenakan joglo yang difungsikan sebagai sanggar sudah rusak, teater terbuka yang kotor, serta kondisi gedung yang sudah tidak terawat membuat taman ini kurang diminati baik oleh masyarakat maupun komunitas penggunanya sendiri. Taman budaya ini dirasa masih kurang memadai sebagai tempat pementasan kesenian budaya dengan pengunjung yang cukup banyak. Taman Budaya Raden Saleh semakin tertinggal dan tidak terawat, menyebabkan para kelompok seni kehilangan tempat untuk berkegiatan, maka dari itu perancangan ini mengangkat judul “Revitalisasi Taman Budaya Raden Saleh” dengan menggunakan pendekatan desain neo vernakular. Diharapkan dengan perancangan ini dapat terbentuk adanya rancangan pengembangan kawasan Taman Budaya Raden Saleh yang sesuai dengan fungsi taman budaya, dapat memfasilitasi kegiatan pegiat seni yaitu sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kesenian di Semarang, serta memiliki fungsi rekreatif dan edukatif dalam bidang seni sehingga masyarakat luas dan wisatawan yang berkunjung ke Kota Semarang dapat merasakan manfaat dari taman budaya tersebut.
Last update:
JURNAL POSTER PIRATA SYANDANA (ISSN : 2715-6397)
Mailing Address:
Departemen Arsitektur FT. UNDIP
Jl. Prof. Soedarto, SH Kampus Tembalang Semarang Indonesia 50275
Telp. (024) 7470690 Fax. (024) 7470690
email : jpps@arsitektur.undip.ac.id
indexed by googlescholar, portal garuda