Perkembangan Taman Siswa Sebagai Sekolah Berbasis Kearifan Lokal di Kota Yogyakarta, 1920-1942
Abstract
Artikel ini membahas mengenai perkembangan Taman Siswa sebagai sekolah berbasis kearifan lokal di kota Yogyakarta pada kurun tahun 1920-1942. Penelitian ini difokuskan pada rekonstruksi dinamika pendirian, pelaksanaan pendidikan, serta perjuangan Taman Siswa dalam menghadapi tekanan dari pemerintah kolonial Belanda. Melalui metode sejarah, kajian ini menelusuri pemikiran Ki Hadjar Dewantara, strategi pendidikan berbasis budaya lokal, serta respons terhadap kebijakan kolonial seperti Ordonansi Sekolah Liar dan larangan bagi guru pribumi untuk mengajar. Kondisi geografis Yogyakarta yang strategis turut mendorong berkembangnya pendidikan nasional yang menjunjung nilai-nilai lokal. Dalam praktiknya, Taman Siswa menekankan pendidikan karakter dan penghormatan terhadap budaya nasional melalui filosofi “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.” Kurikulumnya mengintegrasikan seni, permainan tradisional, dan nilai kebangsaan untuk membentuk generasi muda yang mandiri dan berkarakter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Taman Siswa berhasil mengembangkan model pendidikan alternatif yang menolak sistem pendidikan kolonial yang diskriminatif serta membangun kesadaran nasional melalui pendekatan budaya. Taman Siswa tidak hanya menjadi lembaga pendidikan, tetapi juga simbol gerakan kebudayaan dan perlawanan terhadap penjajahan. Kontribusinya dalam memperluas akses pendidikan dan memperkuat identitas nasional menjadikannya sebagai tonggak penting dalam sejarah pendidikan Indonesia yang merdeka dan berpihak kepada rakyat.
Keywords
DOI: 10.14710/anuva.9.2.217-232