KINERJA PELAYANAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT DI KELURAHAN TUGUREJO KOTA SEMARANG

Yani Yuliani1 dan Mardwi Rahdriawan2

1)Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

2)Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang

Issue Vol 3 No.1 (2015)

DOI http://dx.doi.org/10.14710/jpk.3.1.11-25

Copyright (c) 2015 Jurnal Pengembangan Kota

Creative Commons License This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License

Abstrak

Penyediaan air bersih yang diselenggarakan oleh PDAM Kota Semarang pada tahun 2011 baru mampu melayani 56,95% penduduk. Sehingga terdapat sebagian penduduk Kota Semarang yang belum terjangkau pelayanan jaringan air bersih perkotaan. Untuk memenuhi kekurangan pelayanan kebutuhan air bersih tersebut, pemerintah membuat program penyediaan dengan melibatkan masyarakat, sebagaimana kasus di Kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu Kota Semarang. Di lokasi ini, sejak tahun 2003 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Tirto Langgeng yang dilanjutkan BKM Makmur Abadi di Kelurahan Tugurejo membentuk sub unit pengelolaan air bersih untuk melayani masyarakat, khususnya di wilayah RW I dan RW V. Pada tahap selanjutnya muncul berbagai masalah terkait kualitas dan penyeadiannya. Untuk itu, penelitian ini bertujuan mengkaji kinerja pelayanan air bersih berbasis masyarakat di Kelurahan Tugurejo. Metode penelitian mengkombinasikan antara kuantitatif dan kualitatif, melalui analisis kinerja yang ditinjau dari aspek operasional, keuangan, administrasi dan kepuasan pelanggan. Berdasarkan analisis penilaian kinerja ditemukan bahwa sisi penyelenggara meliputi aspek operasional, keuangan dan administrasi dinilai berpredikat ‘baik’, dan “mampu berkembang”, artinya mampu menjaga konsistensi dan kualitas air bersih, mampu menghasilkan keuntungan untuk menjalankan kegiatan operasional, mempertahankan asset, membayar kewajiban pinjaman; serta pengelola mampu mempertahankan keberlanjutan pelayanan air bersih kepada pelanggan. Penilaian kinerja dari sisi pelanggan, dinilai dengan kepuasan pelanggan dari kualitas pelayanan air. Nilai indeks kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction Index) adalah 78,34 % berada pada kategori “puas”, artinya pelanggan puas terhadap hampir semua atribut-atribut kualitas layanan air bersih dari penyelenggara layanan, walaupun belum semua sesuai harapan pelanggan. Analisis Importance Performance Analysis (IPA) menjelaskan atribut-atribut yang perlu dipertahankan kinerjanya yaitu kualitas fisik air, lokasi tempat pelayanan, kemampuan petugas administrasi/ keuangan, kecermatan petugas pencatat meter air, tarif air yang terjangkau, kelengkapan sambungan pelayanan, dan kepastian biaya yang dibayar. Akan tetapi masih terdapat atribut-atribut yang perlu ditingkatkan kinerjanya yaitu kuantitas air, kontinuitas, kedisiplinan petugas distribusi air, cepat dan tanggap terhadap keluhan pelanggan, serta petugas mudah dihubungi.

Kata Kunci: Air bersih, berbasis masyarakat, kinerja pelayanan

table of content

1. PENDAHULUAN

Prasarana memegang peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu kota, karena prasarana dapat memberi dampak terhadap peningkatan taraf dan mutu kehidupan masyarakat, pola pertumbuhan dan prospek perkembangan ekonominya. Air bersih merupakan salah satu hal yang penting dan mendapat prioritas dalam perencanaan kota (Catanese & Snyder, 1996). Pelayanan air bersih perpipaan di perkotaan Indonesia umumnya masih tergantung oleh PDAM. Namun kondisi tingkat pelayanan PDAM saat ini belum optimal. Sampai tahun 2010, terdapat 381 PDAM yang melayani kurang dari 50% penduduk kota dan 10% penduduk desa (BPPSPAM, 2010). Tidak jauh berbeda juga terjadi di Kota Semarang, dimana penyediaan air bersih yang diselenggarakan oleh PDAM Kota Semarang, sampai dengan tahun 2011 baru melayani 56,95% penduduk, masih terdapat sebagian penduduk Kota Semarang yang belum terjangkau oleh jaringan pelayanan air bersih PDAM.

Untuk mempercepat memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat, pemerintah perlu melibatkan pihak swasta dan masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan air bersih. Hal ini diperlukan sebagai amanat Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Sistem Pengembangan Air Minum, pada pasal 1 ayat 5 didalammnya tercantum bahwa masyarakat diperbolehkan ikut menyelenggarakan pelayanan air bersih (Pemerintah Republik Indonesia, 2005). Bahkan menurut kajian bappenas (Bappenas, 2003) beberapa pengalaman dari pelaksanaan program air bersih yang dibiayai dengan dana luar negeri dan APBN, dapat diketahui bahwa: (i) pengelolaan prasarana dan sarana yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat pengguna dalam pengambilan keputusan dan kelembagaan, menghasilkan partisipasi masyarakat yang lebih besar pada pelaksanaan operasi dan pemeliharaan, (ii) pembangunan pelayanan air bersih yang melibatkan masyarakat, memiliki efektivitas dan keberlanjutan pelayanan yang lebih baik. Disisi lain menurut U.S. Environmental Protection Agency (EPA) pengelolaan air bersih dalam skala kecil identik dengan jumlah pelanggan yang kecil juga, karena mencakup sistem yang kecil maka, akan berpengaruh pada pendapatan yang diperoleh untuk mempertahankan dan meningkatkan penyediaan air baik secara kualitas dan kuantitas. Pendapatan yang diperoleh akan berpengaruh juga pada kemampuan fiscal/keuangan yang memadai untuk memenuhi pengeluaran operasi dan pemeliharaan serta membayar staf yang berkualitas. Pelayaan air bersih yang dijalankan dengan baik atau sukses, diperlihatkan melalui kemampuan keuangan dan teknis manajerial yang memadai (Norment, Wardrup, & Callahan, 2007).

Kewenangan masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan air bersih merupakan landasan atas kemampuan masyarakat untuk membantu kondisi mereka sendiri dalam memenuhi kebutuhan air bersih, artinya terjadi pengalihan tanggungjawab dalam pelayanan air bersih ini dari pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan air bersih oleh masyarakat diwujudkan dalam bentuk kelompok masyarakat atau dapat dikatakan penerapan pelayanan air bersih yang berbasis masyarakat. Beberapa pengertian yang terkait dengan pelayanan air bersih berbasis masyarakat terdapat pada pengelolaan dan penyediaan air bersih berbasis masyarakat. Pengertian Pengelolaan air bersih berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab, pengelola adalah masyarakat dan/atau lembaga yang ditunjuk oleh masyarakat, yang tidak memerlukan legalitas formal serta penerima manfaat diutamakan pada masyarakat setempat, dengan sumber investasi berasal dari mana saja, bisa berasal dari kelompok masyarakat, pemerintah, swasta ataupun donor luar negeri (Bappenas, 2003:ix). Pengertian penyediaan air minum berbasis masyarakat adalah sistem penyediaan air minum yang diprakarsai, dipilih, dibangun dan dibiayai oleh masyarakat atau dengan bantuan pihak lain, dikelola secara berkelanjutan oleh masyarakat berdasarkan kesepakatan kelompok pengguna air minum yang bersangkutan. Sasaran dari penyediaan air bersih berbasis masyarakat ini diperuntukkan bagi daerah yang belum dilayani oleh PDAM (PU, 2006:2-3).

Salah satu penerapan penyelenggaraan pelayanan air bersih yang dilakukan oleh masyarakat, terdapat di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Kelurahan Tugurejo termasuk wilayah yang mempunyai air tanah dangkal yang kurang layak karena rasanya payau. Jaringan pelayanan air bersih PDAM pun belum menjangkau kelurahan ini, maka masyarakat membangun dan mengelola air sumur dalam untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Pembangunan sumur dalam di Kelurahan Tugurejo khususnya di wilayah RW I dan RW V dimulai pada tahun 2003. Pembangunan sumur dalam dan air bersih dibiayai oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan bantuan World Food Program (WFP) yaitu program pangan PBB yang bekerjasama dengan Nahdlatul Ulama. Pembangunan prasarana jaringan utama dibiayai oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan jaringan distribusi air bersih dan sarana air bersih berupa bak penampungan air, pengadaan water meter memperoleh bantuan dana dari Pemerintah Pusat melalui Program Penganggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan PNPM Mandiri Perkotaan. Pelayanan air bersih pada saat ini dikelola oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Makmur dengan membentuk Sub Unit Pengelolaan Air Bersih. Pada awal penyelenggaraan yaitu tahun 2003 sudah dapat melayani 80-100 sambungan rumah (SR) dan 6 kran umum (KU). Sampai dengan akhir tahun 2012 sudah mampu melayani 612 sambungan pelayanan yang terdiri dari 585 sambungan rumah, 17 kran umum, 4 (empat) untuk fasilitas pendidikan, 4 (empat) untuk fasilitas sosial (mushola) dan 2 (dua) buah untuk fasilitas perkantoran.

Permasalahan

  1. Permintaan akan penyambungan baru oleh calon pelanggan terus bertambah, namun sejak tahun 2012 permintaan menjadi pelanggan menjadi berkurang dan sejak awal tahun 2013 sampai bulan November 2013 permintaan pelanggan dihentikan oleh pengelola karena kapasitas dengan dua sumur dalam kurang memungkinkan untuk penambahan pelanggan. Kapasitas pelayanan air bersih belum menjangkau seluruh warga RW I dan RW V, karena masih belum dapat memenuhi permintaan sambungan baru oleh warga/ calon pelanggan.
  2. Semakin banyak jumlah pelanggan warga yang memanfaatkan, namun apabila tidak diiringi dengan kapasitas jumlah air yang dihasilkan maka mempengaruhi pada kuantitas/jumlah air yang diterima warga/pelanggan. Kondisi saat ini jumlah pelanggan yang berjumlah 612 yang melebihi kapasitas 2 sumur yang ada.
  3. Kemampuan keuangan yang baik dapat meningkatkan kualitas pelayanan tidak hanya sekedar biaya pemulihan untuk operasional dan pemeliharaan saja. Pendapatan yang diperoleh dari tarif yang dibebankan kepada pelanggan cenderung untuk memenuhi kebutuhan operasional dan pemeliharaan, dan belum berorientasi pada investasi untuk membangun sumur baru. Investasi sumur dalam baru masih tergantung pada bantuan dari pihak donor (swasta atau pemerintah).
  4. Pada awal penyelenggaraan penyediaan air bersih ini dikelola oleh KSM Tirto Langgeng yaitu dari tahun 2003-2006. Namun pada tahun 2007 terjadi pengalihan pengelolaan dari KSM Tirto Langgeng kepada BKM Makmur Abadi. KSM Tirto Langgeng dianggap tidak dapat mengelola dengan baik yang berdampak pada kualitas layanan yang semakin menurun dan pengelolaan keuangan yang kurang baik. Keberlanjutan pelayanan penyediaan air bersih dipengaruhi oleh kemampuan dari penyelenggara dalam hal ini terdapatnya pengelola yang baik atau tertib adminstrasi.
  5. Jumlah Pelanggan yang terus bertambah setiap tahunnya memberikan indikasi bahwa pelayanan air bersih oleh penyelenggara sudah memenuhi kebutuhan pelanggan. Kebutuhan pelanggan dapat ditoleransi sampai pada tingkat tertentu yaitu sesuai dengan harapan pelanggan. Diberlakukannya pembatasan jumlah pelanggan, sebagai upaya menjaga kualitas pelayanan yang diberikan agar dapat memenuhi kebutuhan sesuai harapan pelanggan.

Untuk itu sistem penyediaan air bersih bagi masyarakat harus dievaluasi dengan baik, sebagai alat pengawasan dan kualitas kontrol melalui kinerjanya. Indikator kinerja pelayanan secara kuantatif/ terukur dilakukan melalui, kualitas, kuantitas, cakupan, kontinuitas dan pembiayaan. Kelima indikator tersebut sebagai dasar panduan pengukuran kuantitatif dan obyektif terhadap efisiensi dan kualitas pelayanan penyediaan air bersih dan tingkat perlindungan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat (World Health Organization, 1997).

Menurut pemerintah (Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47, 1999) tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum, kinerja diartikan sebagai tingkat keberhasilan pengelolaan system pelayanan air bersih dalam satu tahun buku tertentu dan kinerja dinilai dari beberapa aspek, yaitu aspek operasioanl, keuangan, dan administrasi. Sedangkan menurut Anderson & Lehman, pelayanan yang berkinerja tinggi adalah pelayanan yang mampu memuaskan kebutuhan pelanggan atau dengan kata lain mampu melebihi harapan dari pelanggan (Anderson, Fornel, & Lehmann, 1994). Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kinerja pelayanan air bersih yang diselenggarakan oleh masyarakat, khususnya kinerja pelayanan air bersih oleh Sub Unit Pengelolaan Air Bersih BKM Makmur Abadi, Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Penilaian kinerja pelayanan air bersih dilakukan melalui dua sisi. Pertama dari sisi penyelenggara pelayanan yang meliputi kinerja operasional, keuangan, administrasi. Kedua dari sisi penerima pelayanan yaitu pelanggan yang dinilai dengan kinerja kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayananair bersih.

table of content

2. METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan positivistik rasionalistik. Pendekatan positivistik, yaitu pendekatan yang memandang suatu fenomena itu konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejalanya bersifat sebab akibat (Sugiyono, 2012). Karena berlandaskan pada pendekatan positivistik, maka proses penelitian bersifat deduktif dimana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga selanjutnya diuji melalui pengumpulan data lapangan. Sedangkan pendekatan rasionalistik merupakan pemaknaan empirik secara logik, dan etik dengan menggunakan argumentasi dan pemaknaan atas empiris (Muhadjir, 1996). Pada penelitian ini selain mengunakan pemahaman secara teoritis juga memahami secara logis dengan argumentasi atas data empiris. Metode yang digunakan adalah metode penelitian campuran (mixed methods), yaitu suatu metode penelitian yang mengkombinasikan metode, teknik pengumpulan data, dan analisis data kuantitatif serta kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, wawancara, penelaahan dokumen. Pengambilan sampel responden pelanggan air bersih ditentukan mengunakan teknik proportionate area accidental sampling yaitu siapa saja pelanggan yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2012). Penentuan pengambilan sampel dilakukan secara proporsional dari 10 rayon pelayanan yang terdapat di RW V dan 12 rayon pelayanan di RW I. Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah pelanggan di area pelayanan sub unit pengelolaan air bersih BKM Makmur Abadi, Kelurahan Tugurejo, yaitu sebesar 606 pelanggan sambungan rumah, kran umum dan fasilitas pendidikan. Berdasarkan perhitungan dari rumus Slovin dibutuhkan minimal 86 sampel, namun untuk mempermudah dan meningkatkan keakuratan yang lebih baik diambil 100 sampel, yang diedarkan secara proposional untuk 10 rayon di RW V sejumlah 48 sampel dan untuk 12 rayon di RW I sejumlah 52 sampel.

table of content

3. PENGERTIAN DAN PENILAIAN KINERJA PELAYANAN AIR BERSIH

Air Bersih. Definisi air bersih menurut keputusan menteri kesehatan (2002) tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air, terkait air bersih dan air minum. Pada peraturan ini masih membedakan pengertian antara air bersih dan air minum. Definisi air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sedangkan yang dimaksud dengan air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Akan tetapi dalam peraturan setelahnya, yang merevisi peraturan ini baik Permenkes No. 907 tahun 2002 tentang syarat-syarat pengawasan air minum dan Permenkes no 492 tahun 2010 tidak membedakan lagi pengertian air bersih dan air minum. Pengertian yang tercantum hanya pengertian tentang air minum, yang didefinisikan bahwa air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Menurut Joko (2010) bahwa sistem penyediaan air bersih/minum yang baik harus bertujuan untuk 1) Menyediakan air yang kualitasnya aman dan sehat bagi pemakainya, individu maupun masyarakat; 2) Menyediakan air yang memadai kuantitasnya; 3) Menyediakan air secara kontinyu, mudah dan murah untuk menunjang kesehatan perseorangan dan masyarakat umum. Kualitas air adalah kesesuaian air untuk berbagai penggunaan atau proses tertentu.

Pelayanan Berbasis Masyarakat dan Penyediaan air bersih Berbasis Masyarakat. Pelayanan berbasis masyarakat dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan negara dan lembaga-lembaga yang ada untuk memenuhi kebutuhan manusia atau karena keterbatasan dari lembaga kontemporer yang tidak dapat memenuhi permintahan akan kebutuhan dasar manusia secara adil (Ife, Ife, & Tesoriero, 2006). Pengertian Pengelolaan air bersih berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab, pengelola adalah masyarakat dan/atau lembaga yang ditunjuk oleh masyarakat, yang tidak memerlukan legalitas formal serta penerima manfaat diutamakan pada masyarakat setempat, dengan sumber investasi berasal dari mana saja, bisa berasal dari kelompok masyarakat, pemerintah, swasta ataupun donor luar negeri (Bappenas, 2003). Pengertian penyediaan air minum berbasis masyarakat adalah sistem penyediaan air minum yang diprakarsai, dipilih, dibangun dan dibiayai oleh masyarakat atau dengan bantuan pihak lain, dikelola secara berkelanjutan oleh masyarakat berdasarkan kesepakatan kelompok pengguna air minum yang bersangkutan. Sasaran dari penyediaan air bersih berbasis masyarakat ini diperuntukkan bagi daerah yang belum dilayani oleh PDAM. Prinsip dasar Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) adalah sebagai berikut: Mengutamakan pelayanan penyediaan air minum atas prakarsa masyarakat kepada penggunanya; Penyelenggaraan kegiatan dapat diketahui, diawasi dan dievaluasi oleh semua pihak terkait; Pengelolaan kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan; Semua proses pemilihan kegiatan dilakukan berdasarkan musyawarah, sehingga mendapat dukungan dan diterima oleh masyarakat pengguna layanan; dan Penyelenggaraan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan. Tingkat keberhasilan pelaksanaan PAM BM ditentukan dengan dua indikator yaitu masyarakat dapat menikmati air minum dengan lebih mudah dan lebih murah dari kondisi sebelumnya dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas yang lebih baik; terbentuknya kelompok masyarakat yang mampu menyelenggarakan pembangunan sistem penyediaan air minum secara mandiri dan berkelanjutan (Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum, 2005; Menteri Pekerjaan Umum, 2007).

Penilaian Kinerja Pelayanan Air Bersih. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi (Amstrong & Baron, 1998). Indikator kinerja mengambarkan beberapa aspek kinerja dari sebuah perusahaan atau organisasi yang akan menentukan sukses/keberhasilan atau tidaknya perusahaan atau organisasi tersebut pada masa kini maupun masa depan (Wibisono, 2006).

Kemampuan operasional suatu pelayanan produk/jasa sangat penting, karena operasional diperlukan untuk menjaga konsistensi dan keunggulan kualitas dari suatu produk/ jasa pelayanan kepada pelanggan/ konsumen (Wibisono, 2006). Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 47 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum aspek kinerja operasional terdapat 10 penilaiaan. Penilaian kinerja tersebut meliputi: a) cakupan pelayanan, b) kualitas air distribusi, c) kontinuitas air, d) produktifitas pemanfaatan instalasi produksi, e) tingkat kehilangan air, f) peneraan meter air, g) kecepatan penyambungan baru, h) kemampuan penanganan pengaduan, i) kemudahan pelayanan, j) rasio karyawan per seribu pelanggan. Penilaian kinerja menurut petunjuk teknis penilaian kinerja PDAM yang dikeluarkan BPPSPAM Kementerian Pekerjaan Umum ini terdapat 10 kriteria penilaian yang meliputi: cakupan pelayanan, kualitas air pelanggan, pertumbuhan pelanggan, tingkat penyelesaian pengaduan, konsumsi air domestik, efisiensi produksi, tingkat kehilangan air, jam operasi layanan, tekanan air pada sambungan pelanggan, penggantian atau kalibrasi meter air.

Suatu kegiatan usaha produk atau jasa yang dijalankan, umumnya memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai yaitu: menginginkan keuntungan yang optimal atau maksimal atau kegiatan yang dilakukan. Hasil atas modal yang ditanamkan mampu memberikan tambahan modal (investasi baru), penghasilan dan keuntungan yang dihasilkan digunakan untuk bertahan dalam menjalankan kegiatannya dan dapat membayar karyawannya dengan layak dan lebih dari cukup (Kasmir, 2008). Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Secara umum rasio keuangan dapat dikelompokan menjadi yaitu: 1) Rasio liquiditas, merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahan dalam memenuhi kewajiban financial (hutang-hutang); 2) Rasio leverage/ solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang.; 3) Rasio aktivitas (activity ratio), rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.; 4) Rasio profitabilitas (profitability rasio), merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam satu periode tertentu. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 (Menteri Dalam Negeri, 1999) Indikator kinerja keuangan ini meliputi: Rasio Laba terhadap Aktiva Produktif; Rasio Laba terhadap Penjualan; Rasio Aktiva Lancar terhadap Utang Lancar; Rasio Utang Jangka Panjang terhadap Total Utang; Rasio Total Aktiva terhadap Total Utang; Rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi; Rasion Laba Operasi sebelum Biaya Penyusulan terhadap Angsuran Pokok dan Bunga Jatuh Tempo; Rasio Aktiva Produktif terhadap Penjualan Air; Jangka Waktu Penagihan Piutang; dan Efektivitas Penagihan. Sedangkan berdasarkan Petunjuk Teknis Kriteria Penilaiaan Kinerja PDAM tahun 2011, BPPSPAM, Kementerian Pekerjaan Umum Indikator Keuangan terdiri dari Rentabilitas (ROE, Ratio Operation), Likuiditas (Ratio Kas, Efektivitas penagihan), dan Solvabilitas (BPPSPAM, 2010).

Administrasi publik adalah manajemen dan organisasi dari manusia-manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan. Fungsi dari manajemen publik ada public planning (perencanaan public), public actuating (pelaksanaan kerja), public controlling (pengawasan), public coordinating koordinasi) dan public leading (kepemimpinan) (Syafiie, 2006). Sementara itu organisasi merupakan wadah atau tempat terselengaranya administrasi, didalamnya terjadi berbagai hubungan antar individu maupun kelompok, baik dalam organisasi itu sendiri maupun diluar, terjadinya kerjasama dan pembagian tugas dan berlangsungnya proses aktivitas berdasarkan kinerja masing-masing (Syafiie, 2006). Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999, Indikator kinerja administrasi meliputi: a. Rencana jangka panjang; b. Rencana organisasi dan uraian tugas; c. Prosedur Operasi strandar; d. Gambar nyata laksana,; e. Pedoman penilaiaan Kerja Karyawan; f. Rencana kerja dan Anggaran Perusahaan; g. Tertib Laporan Internal; h. Tertib laporan Ekternal.; i. Opini Auditor Independen dan j. Tindak lanjut Hasil pemeriksaan akhir.

Menurut Zeithaml, Berry dan Pasuraman (1990 dalam wibisono, 2006) Justifikasi dimensi dari kepuasan pelanggan dapat diturunkan dari dimensi Kualitas layanan/ presepsi pelanggan. Lima dimensi penilaian kepuasan antara lain : a)Tangibles adalah wujud fisik fasilitas, peralatan, personil dan media informasi, pengurusan dan jarak ketempat layanan; b) Reliability, yaitu kemampuan dan keandalan dalam menyediakan layanan yang terpercaya dan akurat; c) Responsivenees, yaitu menggambarkan keinginan atau kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan pelanggan; d) Assurance, yaitu kualitas layanan yang dilihat dari sisi kemampuan petugas dalam meyakinkan pelanggan atau memberikan jaminan dari layanan; e) Empathy, merupakan kepedulian, kesopanan, perhatian individual yang diberikan oleh petugas kepada pelanggan selama pelayanan berlangsung.

Teknik analisis kaji banding atau benchmarking untuk penilaian kinerja operasional, keuangan, dan administrasi. Analisis ini menggunakan titik referensi atau perbandingan yang berlaku sebagai standar dimana yang lain juga menerapkannya, terkait segala sesuatu yang secara perbandingan dapat diukur. Kaji banding yang dilakukan berdasarkan standar penilaian kinerja PDAM (Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47, 1999) dan petunjuk teknis kriteria penilaian kinerja Tahun 2011, BPPSPAM, Kementerian Pekerjaan Umum. Untuk mengetahui kepuasan pelanggan menggunakan teknik analisis Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Statisfaction Index (CSI). Importance-Performance Analysis (IPA) merupakan analisis kuadran, dengan analisis kuadran dapat diketahui respon pelanggan terhadap atribut-atribut yang diplotkan berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja. Indeks Kepuasan Pelanggan (Customer Statisfaction Index) digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan pelanggan secara keseluruhan.

table of content

4. KONDISI PELAYANAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT DI TUGUREJO, KOTA SEMARANG

Kelurahan Tugurejo merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Tugu dan terletak di bagian utara Kota Semarang. Secara administratif wilayah kelurahan Tugurejo dikelilingi oleh batas-batas wilayah yaitu: Sebelah Barat dengan Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Tugu; sebelah Timur dengan Kelurahan Jrakah, Kecamatan Tugu; sebelah Selatan dengan Kelurahan Tambakaji, Kecamatan Ngalian dan sebelah Utara dengan Laut Jawa. Kelurahan Tugurejo terbagi atas 5 RW dimana wilayah penelitian hanya meliputi RW I dan RW V. Pengelolaan air bersih di RW I dan V ini dikelola oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Makmur dengan membentuk Sub Unit Pengelolaan Air Bersih. Sistem pengelolaan asset air bersih dikelola berdasarkan Peraturan BKM Makmur Abadi nomor 1 Tahun 2008. Peraturan BKM Makmur ini memuat aturan-aturan yang mengatur tentang ketentuan umum, system pengelolaan air bersih mulai dari keberadaan dan kepemilikan dua asset sumur dalam, pengelola asset air bersih, tata cara menjadi pelanggan, hak dan kewajiban pelanggan, system pembayaran pelanggan, pengelolaan keuangan, pengawasan dan pelaporan serta ketentuan pelanggaran dan sangsi. Kepengurusan sub unit pengelolaan air bersih yang terdiri dari koordinator sub unit pengelola air bersih, petugas pelayanan/administrasi merangkap petugas pembukuan, petugas operator distribusi air dan petugas pencatat meter air.

Sistem penyediaan air bersih ini terdiri dari unit air baku, unit distribusi dan unit pelayanan. Unit Air Baku, dapat terdiri dari sumur dalam atau artesis sebagai sumber air baku, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya. Unit distribusi terdiri dari bangunan penampungan/reservoir dan jaringan distribusi. Unit pelayanan, terdiri dari sambungan rumah, sambungan kran umum dan sambungan untuk fasilitas lainnya (rumah ibadah dan kantor kelurahan, fasiltas pendidikan) yang dilengkapi dengan alat Watermeter.

Pembiayaan air bersih akan dibedakan menjadi dua bagian yaitu pembiayaan untuk pembangungan prasarana dan sarana penyediaan air bersih, kedua pembiayaan untuk operasional dan pemeliharaan. Pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana penyediaan air bersih ini melibatkan berbagai pihak sebagai penyandang dana, baik itu pemerintah pusat, daerah serta organisasi keagamaan seperti Nahdatul Ulama.

Adapun biaya operasi dan pemeliharaan terdiri dari biaya administrasi umum dan biaya operasional.

Gambar 1. Peta Jaringan Air Bersih (Sumber: analisis, 2014)

Untuk biaya administrasi digunakan untuk membiayai kebutuhan antara lain terbagi menjadi biaya untuk honor pengelola, pembelian alat tulis kantor (ATK), rapat-rapat, dan lain-lain. Sedangkan biaya operasional meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran listrik, pemeliharaan jaringan pipa lama, pengadaan material jaringan pipa baru, service pompa air.

Pelanggan air bersih Tugurejo adalah masyarakat warga RW V dan RW I yang menggunakan jasa pelayanan air bersih. Perkembangan pelanggan air bersih berbasis masyarakat ini terus bertambah setiap tahunnya. Pada awal pengelolaan tahun 2003 jumlah pelanggan sekitar 80-100 pelanggan dan sampai dengan tahun 2012 jumlah pelanggan telah menjadi 612 pelanggan. Untuk tipe pelanggan sendiri dibagi menjadi 4 (empat) kelompok/golongan pelanggan yaitu, sambungan rumah (SR), sambungan kran umum (KU), sambungan untuk fasilitas sosial (rumah ibadah, kantor kelurahan dan rumah dinas lurah) dan sambungan untuk fasilitas pendidikan (TK, MI, Pondok Pesantren).

Tabel 1

Kronologi Pembangunan Jaringan Air Bersih

Pemulihan biaya dilakukan dengan pembebanan biaya kepada kepada pelanggan dan penerapan struktur tariff. Tarif air bersih yang diberlakukan oleh Sub Unit pengelolaan Air bersih BKM Makmur Abadi kepada pelanggan digolongkan dalam tiga kategori volume pemakaian air bersih, yang terdiri dari tiga kategori yaitu katagori satu untuk pemakaian air dari 0 – 10 m3 tarifnya 750 rupiah, kemudian katagori dua untuk pemakaian 11 – 20 m3 tarifnya 1050 rupian dan untuk kategori tiga untuk pemakaian di atas 21 m3 dikenakan biaya 1500 rupiah. Untuk pelanggan fasilitas sosial dan perkantoran seperti seperti mushola, kantor kelurahan dan rumah dinas lurah tidak dikenakan biaya abodemen dan tarif pemakaian air tetapi biaya pemasangan tetap dikenakan biaya. Untuk pelanggan fasilitas pendidikan tarif pemakaian yang dibebankan hanya sebesar 60 %, tetapi untuk biaya pemasangan dan abodeman tetap diberlakukan biaya. Untuk pelanggan kran umum (KU) yang tersedia di tiap RT (rukun tetangga) tariff Besaran hasil pendapatan tersebut 40 % untuk pengelola air bersih. Untuk Pelanggan Rumah Tangga dikenakan tarif 100%.

table of content

5. ANALISIS KINERJA PELAYANAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT DI TUGUREJO KOTA SEMARANG

Analisis Kinerja Operasional. Penilaian kinerja dari aspek operasional (lihat tabel 2) apabila dilihat dari nilai akhir secara keseluruhan jumlah nilai kinerja mencapai nilai 24 dari 40 nilai kinerja maksimalnya. Dari 8 variabel aspek operasional ini terdapat variabel-variabel yang perlu lebih diperhatikan dan ditingkatkan kinerjanya terutama variabel kontinuitas air yang masih 10 jam perhari serta kuantitas atau konsumsi air domestik yang baru mencapai 16,7 meter kubik per bulan per KK. Variabel yang memperoleh nilai kinerja yang tinggi atau nilai maksimal berasal dari variabel cakupan pelayanan yang mencapai 83,16 %, kualitas air 88 % dan tingkat kehilangan air 2,09 %. Variabel-variabel yang memperoleh nilai maksimal agar tetap dipertahankan kinerjanya.

Analisis Kinerja Keuangan. Penilaian kinerja dari aspek keuangan (lihat tabel 3), terdapat 8 variabel diteliti, dari 8 variabel tersebut ada 4 variabel yang mencapai nilai maksimal atau memperoleh nilai kinerja 5. Variabel yang mencapai nilai 5 tersebut adalah variabel pengembalian modal sendiri (ROE), debt to asset ratio, long debt to equity ratio dan rasio lancar. Variabel-variabel yang memperoleh nilai maksimal agar tetap dipertahankan kinerjanya dan variabel yang mempunyai nilai kinerja minimal mendekati minimal (nilai kinerja 2) yaitu rasio operasi maka rasio ini lebih diperhatikan dan ditingkatkan kinerjanya. Nilai total kinerja keuangan yang diperoleh sebesar 32. Nilai tersebut mencapai 76 % dari nilai maksimal 40 artinya Sub Unit Pengelolaan Air Bersih, BKM Makmur Abadi dapat dikatakan sudah baik dalam menjalankan pengelolaan air bersih, dapat memanfaatkan asset (sumur dalam+pompa, tandon/bak penampungan air, jaringan pipa, kran umum dan inventaris kantor dan modal (hibah dari donor dan pemasangan jaringgan pipa baru) yang dimilki untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh masih dapat membayar kewajiban pinjaman jangka panjang (lebih dari satu tahun) dan jangka pendeknnya (kurang dari satu tahun). Juga mampu menutupi biaya operasional dengan pendapatan yang diperoleh.

Tabel 2

Pengukuran Kinerja Operasional

Tabel 3

Penilaian Kinerja Aspek Keuangan

Tabel 4

Penilaian Kinerja Aspek Administrasi

Analisis Penilaian Kinerja Administrasi. Penilaian kinerja administrasi (lihat tabel 4) dari 6 variabel diteliti hampir semua variabel memperoleh nilai maksimal yaitu variabel rencana jangka menengah, rencana organisasi dan uraiaan tugas, rencana kerja dan anggaran, laporan internal dan laporan ekternal. Variabel standar operasi prosedur dan rencana kerja dan anggaran yang memperoleh nilai kinerja 3 untuk ditingktkan kinerjanya. Nilai kinerja secara keseluruhan dari aspek administrasi mencapai nilai 18 dan terdapat 4 variabel yang mencapai nilai kinerja maksimal. Variabel yang mencapai nilai maksimal tersebut adalah rencana jangka menengah (4), rencana organisasi dan uraian tugas (4), laporan internal (2) dan laporan ekternal (2). Maka dapat dikatakan bahwa Sub Unit Pengelolaan Air Bersih BKM Makmur Abadi sudah dapat menyelenggarakan manajemen dan organisasi pelayanan air bersih untuk masyarakat. Juga telah terjadi hubungan kerjasama yang baik antar individu maupun kelompok melalui pembagian tugas dan aktivitas sesuai dengan perannya masing-masing untuk melakukan pelayanan air bersih kepada pelanggannya.

Untuk menghitung seluruh kinerja dari sisi penyelenggra layanan air bersih yang dinilai dari aspek operasional, keuangan dan adminstrasi dilakukan dengan menjumlahkan hasil nilai kinerja dari masing-masing aspek tersebut. Perhitungan yang dilakukan seperti pada Tabel IV.30, diperoleh bahwa nilai kinerja dari aspek operasional, keuangan dan adminstrasi Sub Unit Peneglolaan Air Bersih BKM Makmur Abadi adalah sebesar 74.

Hal ini dapat dilihat dari total seluruh kinerja dengan nilai 74, artinya tingkat kinerja total berada diantara rentang 61 – < 80 yang berarti bahwa kinerja pelayanan air bersih yang diselenggarakan oleh Sub Unit Pengelolaan Air Bersih BKM Makmur Abadi dinilai ‘baik’ kinerjanya, artinya mampu berkembang, mampu menjaga konsistensi dan kualitas air bersih; mampu menghasilkan keuntungan untuk menjalankan kegiatan operasional, mempertahankan asset yang dimiliki, membayar kewajiban pinjaman; serta pengelola mampu mempertahankan keberlanjutan pelayanan air bersih kepada pelanggan.

Analisis Kinerja Kepuasan Pelanggan. Proses analisis kinerja kepuasan pelanggan dari kualitas pelayanan air bersih Sub Unit Pengelolaan Air Bersih BKM Makmur Abadi, dilakukan dengan menggunakan metode analisis Importance and Performance Analysis (IPA) dan Customer Statisfaction Indesx (CSI), sebelum dilakukan analisis tersebut perlu diketahui dahulu tingkat kepentingan atau harapan atribut dan tingkat kinerja atau aktual atribut sehingga diketahui gap-gap dari atribut-atribut kualitas layanan, kemudian dapat diketahui prioritas atribut kualitas layanan yang perlu ditingkatkan kinerjanya.

Gambar 2. Importance and performance analysis kualitas pelayanan air bersih

Penilaian kinerja dari sisi penerima pelayanan air bersih yaitu pelanggan. Penilaian kinerja melalui kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara. Perhitungan Importance performance analysis (IPA) diperoleh analisis atribut yang tersebar menjadi empat bagian yaitu:

  • Kuadran A (prioritas utama) atau atribut dengan tingkat kepentingan yang tinggi tetapi memiliki kinerja yang rendah ada 5 atribut yaitu kuantitas air, kontinuitas, kedisiplinan petugas distribusi air, cepat dan tanggap terhadap keluhan pelanggan, serta petugas mudah dihubungi. Aribut-atribut ini kinerjanya agar perlu ditingkatkan karena mempunyai kontribusi terhadap kualitas pelayanan air bersih Sub Unit pengelolaan Air Bersih BKM Makmur Abadi Kota Semarang.
  • Kuadaran B (pertahankan prestasi) atau atribut yang dianggap penting dan sudah memiliki kinerja yang sesuai menurut pelanggan. Terdapat ada 7 atribut, yaitu kualitas fisik air, lokasi tempat pelayanan, kemampuan petugas administrasi/keuangan, kecermatan petugas pencatat meter air, harga tarif yang terjangkau, kelengkapan sambungan pelayanan, dan kepastian biaya yang dibayar. Aribut-atribut dari kualitas pelayanan air bersih ini kinerjanya agar dipertahankan karena mempunyai kontribusi kepada kepuasan pelanggan.
  • Kuadran C (prioritas rendah) atau atribut-atribut dengan tingkat kepentingan dan kinerja yang rendah menurut pelanggan. Jadwal operasional distribusi air dan terbuka terhadap saran dan kritik. Atribut kualitas pelayanan air bersih pada kuadran C ini perlu diperhatikan dan dikelola dengan baik, walaupun kurang dianggap penting tetapi akan memberikan nilai tambah bagi kepuasan pelanggan air bersih.
  • Kuadran D (berlebihan) atau atribut-atribut kualitas pelayanan air bersih dari Sub Unit Pengelolaan Air Bersih BKM Makmur Abadi yang dianggap kurang penting tetapi kinerjanya terlalu berlebihan. dari 6 atribut yaitu prosedur pendaftaran atau pembayaran, kerapihan dan kebersihan tempat, kepastian jadwal pelayanan retribusi air, petugas bersikap ramah dan sopan, petugas menyampaikan informasi, dan petugas tidak bersikap diskriminatif/pilih-pilih. Atribut pada kuadran D ini kinerja sudah berlebihan, walaupun atribut dianggap kurang penting tetapi kinerjanya dilakukan dengan baik dan cenderung berlebihan. Kinerja pada atribut-atribut ini tetap dipertahankan sebagai dukungan pada kepuasan pelayanan akan air bersih

Untuk mengetahui penilaian kinerja kepuasan pelanggan secara keseluruhan terhadap kualitas pelayanan air bersih yang dilakukan oleh Sub Unit Peneglolaan Air Bersih BKM Makmur Abadi dilakukan dengan perhitungan custumer satisfaction indeks (CSI) atau indeks kepuasan pelanggan.

CSI dihitung dari nilai rata-rata untuk tingkat kepentingan dan tingkat kinerja masing-masing atribut kualitas pelayanan air bersih. Adapun hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel IV.31. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa CSI untuk kualitas pelayanan air bersih dari Sub Unit Peneglolaan Air Bersih BKM Makmur Abadi adalah sebesar 78,34 % atau tingkat kepuasan secara keseluruhan terhadap kualitas pelayanan air bersih mempunyai predikat “puas”. Nilai CSI sebesar 78,34 %, artinya tingkat kepuasan total terletak diantara rentang 0,60 – 0,80 yang berarti pelanggan air bersih merasa puas terhadap hampir semua atribut-atribut kualitas layanan dari penyelenggara layananan, walaupun belum semua sesuai harapan pelanggan.

Kriteria Kepuasan pelanggan dengan CSI dengan predikat “puas”, yang berarti pelanggan air bersih merasa puas terhadap hampir semua atribut-atribut kualitas layanan dari penyelenggara layananan, walaupun belum semua sesuai harapan pelanggan. Kriteria kepuasan pelanggan dari custumer satisfaction indeks (CSI) ini dapat dijelaskan oleh analisis Importance performance analysis (IPA) dimana pelanggan merasa “Puas” diantaranya dengan atribut, yaitu kualitas fisik air, lokasi tempat pelayanan, kemampuan petugas administrasi/keuangan, kecermatan petugas pencatat meter air, biaya/harga tarif yang terjangkau, kelengkapan sambungan pelayanan, dan kepastian biaya yang dibayar. Masih terdapat 5 atribut yang belum sesuai dengan harapan pelanggan yaitu kuantitas air, kontinuitas, kedisiplinan petugas distribusi air, cepat dan tanggap terhadap keluhan pelanggan, serta petugas mudah dihubungi.

table of content

6. KESIMPULAN

Pengelolaan pelayanan berbasis masyarakat berlangsung karena keterbatasan kemampuan sistem pelayanan jaringan air bersih perkotaan. Dalam kasus ini, sub unit pengelolaan air bersih BKM Makmur Abadi sudah berhasil dalam menyediakan pelayanan air bersih kepada masyarakat pelanggan yaitu masyarakat RW I dan V di Kelurahan Tugurejo. Dimana masyarakat dapat memperoleh air bersih dengan harga yang lebih murah, kualitasnya yang lebih baik, dan kemudahan dalam memperoleh air bersih dari keadaan sebelumnya. Namun demikian masih terdapat kekurangan yang terkait kuantitas air, kontinuitas air, penyelesaiaan terhadap pengaduan dan keluhan pelanggan. Terkait dengan kemampuan untuk memenuhi pelanggan baru, pelayanan air berbasis masyarakat ini tidak mudah untuk mengembangkan, karena keterbatasan pengadaan sumber air dan pengolahannya, sehingga masih memerlukan bantuan dari pemerintah atau pihak-pihak lain.

Dari hasil pembahasan diketahui juga bahwa kinerja pelayanan air bersih berbasis masyarakat bisa saja berjalan baik dan mempunyai kualitas pelayanan yang diharapkan pelanggan, bukan berarti tangggung jawab pemerintah melepaskan ke masyarakat begitu saja tanpa adanya pembinaan dan pengawasan. Apalagi didalamnya terdapat aspek keberlanjutan pelayanan air bersih dengan pertanggungjawaban sumberdaya yang dimiliki, baik berupa asset (keberadaan sumur dalam, pompa, jaringan air bersih, kran umum dan inventaris kantor) yang menghasilkan pendapatan dari pelanggan. Dalam konteks inilah pemerintah perlu memberikan jaminan pengawasan bahwa penggunaan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air bersih dilakukan secara benar untuk kepentingan masyarakat dan tidak merusak sumber daya alam yang lain. Dalam prinsip pelayanan prasarana publik, pemerintah tetap bertanggung jawab terhadap pelayanan kebutuhan air bersih masyarakat.

Rekomendasi. Berdasarkan kesimpulan pelayanan air bersih kepada masyarakat RW I dan RW V di Kelurahan Tugurejo diatas, maka perlu dilakukan hal sebagai berikut:

  1. Dalam upaya peningkatan kuantitas, kontinuitas air, langkah yang harus dilakukan adalah mengevaluasi, menata ulang dan memperbaiki sistem prasarana dan sarana air bersih yang dimiliki dengan memperhatikan kondisi sekarang dan kebutuhan yang akan datang. Koordinasi dengan pemerintah sebagai penanggung jawab prasarana publik, harus tetap dilakukan, sehingga kualitas pelayanan tetap terjaga.
  2. Peningkatan kontinuitas distribusi air, langkah yang harus dilakukan adalah meningkatkan sumber daya manusia untuk pelaksanaan pelayanan atau distribusi air bersih, baik menambah jumlah petugas dan meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan.
  3. Peningkatan keuntungan yang dapat diperoleh dari pengelolaan air bersih ini adalah dengan melakukan penyesuaiaan tarif yang berlaku sekarang. Penyesuaian tarif dilakukan dengan mempertimbangkan biaya peningkatan kebutuhan operasi, pemeliharaan, pembayaran kewajiban pinjaman serta kebutuhan akan investasi, dan kebutuhan untuk pembayaran karyawan dengan layak. Penyesuaian tarif dilakukan dengan melihat kemampuan membayar dari pelanggan, dan dikembalikan kemmbali untuk peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan.
  4. Peningkatan kemandirian sub unit pengelolaan air bersih BKM Makmur Abadi dalam pengelolaan air bersih, karena dana bantuan pemerintah, lembaga donor yang terlibat sifatnya sementara dan hanya sebagai pemicu untuk mendorong masyarakat dalam pengelolaan air bersih. Peningkatan efisiensi pengelolaan, efektifitas pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki dan meningkatkan keuntungan.
table of content

7. DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, M., & Baron, A. (1998). Performance management: the new realities developing practice. London: Institute of Personnel and Development.

Anderson, E. W., Fornel, C., & Lehmann, D. R. (1994). Consumer satisfaction, market share and profitability: findings from Sweden. Journal of Marketing, 58, 53-66.

Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum. (2005). Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) Jakarta: Litbang Departemen Pekerjaan Umum.

Bappenas. (2003). Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat. Jakarta: Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

BPPSPAM. (2010). Indonesia water supply infrastructure PPP investment opportunities 2010. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.

Catanese, A. J., & Snyder, J. C. (1996). Perencanaan Kota. Jakarta: Erlangga.

Ife, J. W., Ife, J., & Tesoriero, F. (2006). Community Development: Community-Based Alternatives in an Age of Globalisation. Australia: Pearson Education Australia.

Joko, T. (2010). Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum.

Kasmir. (2008). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47. (1999). Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (1999).

Menteri Pekerjaan Umum. (2007). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 18/PRT/M/2007 Tentang: Penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.

Muhadjir, N. (1996). Metodologi penelitian Kualitatif. Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika.

Norment, T. K., Wardrup, L. C., & Callahan, V. F. (2007). Performance and Oversight of Virginia’s Small Community Drinking Water Systems. Virginia: This report is available on the JLARC website at http://jlarc.state.va.us.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, (2005).

SK Menkes RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 Tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum (Water requirements and quality insurance), (2002).

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Syafiie, I. K. (2006). Ilmu Adminstrasi Publik Jakarta: Rineka Cipta.

Wibisono, D. (2006). Manajemen Kinerja : Konsep, Desain dan Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta: Erlangga.

World Health Organization. (1997). Guidelines for drinking-water quality: volume 3 surveillance and control of community supplies. Geneva: WHO Library Cataloguing in Publication Data.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2016 Jurnal Pengembangan Kota

License URL: http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0