IDENTIFIKASI PERUBAHAN PERUMAHAN DI PERUMAHAN BUMI WANAMUKTI

Efri Sestiyani dan Sariffuddin

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang

Issue Volume 3 No. 1 (2015)

DOI http://dx.doi.org/10.14710/jpk.3.1.49-59

Copyright (c) 2015 Jurnal Pengembangan Kota

Creative Commons License This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License

Abstrak

Perumahan Bumi Wanamukti merupakan perumahan yang terdapat di Kecamatan Tembalang. Perumahan ini merupakan perumahan yang dibangun oleh Real Estate, mulai huni sekitar tahun 1986 yang terdiri dari empat tipe yaitu tipe 36, 48, 57 dan 70. Perubahan dilakukan tidak hanya pada rumahnya tetapi juga perubahan pada sarana, prasarana dan utilitas umum. Perubahan tersebut menimbulkan dampak ketidaknyamanan terhadap kondisi perumahannya selain itu perubahan tersebut banyak melanggar peraturan yang telah ditetapkan untuk perumahan di Kota Semarang. Berdasarkan pada permasalahan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan perumahan dari karakteristik penghuni, perubahan rumah, sarana, prasarana dan utilitas umum. Pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan adalah "Bagaimana perubahan perumahan di Perumahan Bumi Wanamukti?". Penelitian untuk mengetahui perubahan perumahan di Perumahan Bumi Wanamukti ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan analisis faktor. Dilihat dari perubahan rumah yang dilakukan penghuni Perumahan Bumi Wanamukti pada rumah tipe 36, 48, 57 dan 70 sebagian besar adalah perombakan. IMB sebagai salah satu instrumen pengendalian pemanfaatan ruang dirasa kurang berhasil jika dilihat dari hasil analisis, untuk faktorfaktor yang terbentuk pada kempat tipe rumah memiliki kesamaan untuk faktor pertama yang terbentuk adalah dari variabel peningkatan penghasilan. Sedangkan dilihat dari perubahan sarana sebagian besar perubahan lebih kepada kuantitas dimana sarana olahraga yang tersedia menjadi berkurang karena adanya perubahan fungsi, untuk prasarana perubahan terjadi lebih kepada kualitas yang menurun, dan untuk perubahan utilitas umum perubahan terlihat pada kebutuhan penghuni yang meningkat. Sedangkan untuk faktor perubahan sarana, prasarana dan utilitas umum memiliki kesamaan untuk faktor yang terbentuk adalah faktor kondisi pembuangan limbah. Dapat disimpulakan bahwa perubahan rumah memberikan dampak besar terhadap perubahan perumahan, jika dilihat dari bentuk dan faktor perubahan rumah tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada setiap tipe rumah.

Kata Kunci: Perubahan Perumahan, Perubahan Sarana Prasarana dan Utilitas Umum, Perubahan Penggunaan Lahan

table of content

1. PENDAHULUAN

Menurut Makachia (2011) perubahan perumahan menceritakan nilai-nilai penghuni disesuaikan dengan tujuan ekonomi, sosial dan fisik, perubahan yang tidak diperhitungkan dengan baik yang mengabaikan kebutuhan fungsional dasar dapat berdampak pada kondisi fisik dan sosial perumahan. Seperti yang dikatakan oleh Shiferaw (1998) kontrol yang ketat dari pemerintah mengenai ekstensi dan modifikasi perumahan ternyata tidak berhasil karena banyaknya pelanggaran, tetapi dibalik itu ternyata bahwa cara penghuni melakukan trasformasi perumahan merupakan petunjuk untuk perencanaan pembangunan perumahan di masa mendatang dengan melihat perubahan saat ini.

Perubahan ini paling banyak dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah yang berkaitan erat dengan peningkatan pendapatan keluarga dimana faktor pengaruhnya adalah faktor 'security of tenure', perlindungan yang diberikan, nilai aset, dan nilai guna rumah yang ditempati (Najib, 2012). Tingkat status sosial seringkali mempengaruhi penghuni untuk melakukan perubahan perumahan, ditambah lagi dengan salah satu fungsi perumahan adalah sebagai kebutuhan dasar dalam aktualisasi diri penghuninya. Sueca (2003) dalam penelitiannya telah menunjukan bahwa Indonesia menghadapi masalah perumahan yang akut dimana kemampuan masyarakat untuk menjangkau perumahan yang layak telah menurun dan bahkan kemampuan pemerintah dalam penyediaan akomodasi dan perumahan telah menurun secara drastis. Pendekatan konvensional telah gagal untuk memecahkan masalah, disamping efek negatif yang dimiliki, telah diyakinkan bahwa perubahan perumahan memiliki keuntungan yang luar biasa dalam memperbaiki keadaan perumahan dan mungkin menjadi suatu mekanisme penyediaan rumah yang penting di masa mendatang (Sueca, 2003). Perubahan perumahan dapat memberikan dampak yang baik terhadap perbaikan atau kualitas perumahan tetapi perubahan tersebut tetap harus dikontrol dengan baik oleh pemerintah dan dalam pengembangannya harus mempertimbangkan bagaimana standar kelayakan suatu perumahan.

Perubahan rumah adalah upaya penghuni untuk memperbaiki atau mengubah bentuk rumahnya berdasarkan keinginan serta kebutuhannya, perubahan yang dilakukan pada aspek fisik memperlihatkan kemampuan dan kapasitas penghuni dalam melakukan perubahan rumah (Sjaifoel, 2009). Seperti dikemukakan Raharjo (2010) ada dua usaha yang dapat dilakukan penghuni terhadap rumahnya, yaitu Pertama, usaha memenuhi kebutuhan ketika penghuni merasakan kekurangan pada rumahnya. Bentuk tindakan dapat berupa pindah rumah, juga dapat berupa pengubahan atau penambahan terhadap rumahnya. Jadi penghuni secara aktif menimbulkan perubahan terhadap keadaan rumahnya atau diistilahkan sebagai housing adjustment. Kedua, Usaha penghuni sebagai tanggapan atas tekanan akibat berbagai kekurangan pada rumah, dengan cara melakukan perubahan pada dirinya tanpa merubah rumahnya. Dalam hal ini penghuni bersifat pasif atau diistilahkan sebagai housing adaptation.

Sabarudin, dkk. (2003) mengatakan bahwa perubahan rumah didorong oleh sifat manusia yang selalu ingin dan berupaya mengungkap jati dirinya. Perubahan rumah ini juga dapat memicu perubahan perumahan karena ruang yang disediakan cukup terbatas sedangkan jumlah anggota keluarga semakin bertambah dan membutuhkan ruang tambahan. Perubahan yang diakibatkan oleh perubahan rumah dapat menimbulkan masalah baik secara sosial, ekonomi dan lingkungannya.

Fenomena perubahan perumahan banyak terjadi seperti pada penelitian Shiferaw (1998) yang melihat dari sisi urbanisasi, pertumbuhan demografi dan peraturan pemerintah. Beda halnya pada penelitian Strassmann (1984) perubahan perumahan di lihat dari sisi perubahan karakteristik penghuni dan infrastruktur seperti air bersih dan sanitasi. Pada kota-kota di Indonesia perubahan perumahan juga banyak terjadi, seperti pada penelitian Nurasrizal (2010) yaitu perubahan yang terjadi pada Rumah Inti Gakin Kayu Gadang dimana perumahan tersebut memang direncanakan untuk tumbuh tetapi dikarenakan kemampuan ekonomi masyarakat yang kurang sedangkan kebutuhan meningkat, maka perubahan yang dilakukan menimbulkan kesan kumuh terhadap perumahannya. Selain itu perubahan perumahan juga terjadi di Perumnas Tlogosari seperti didalam penelitian Wicaksono dan Sugiyanto (2011) tetapi perubahan dalam penelitiannya lebih kepada perubahan untuk tujuan komersial

Berdasarkan pengamatan awal diketahui bahwa di Perumahan Bumi Wanamukti perubahan perumahan sangat terlihat baik dari perubahan rumah ataupun perubahan sarana, prasarana dan utilitas umum. Menurut Kepala Bappeda Kota Semarang (Suara Merdeka, 2012) pelanggaran koefisien dasar bangunan (KDB) kapling perumahan banyak terjadi di Kota Semarang. Padahal dalam Perda No 14/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota 2011-2031, sudah diatur batasan KDB kawasan perumahan sesuai zonasi. Hal tersebut juga terjadi di Perumahan Bumi Wanamukti dimana KDB yang ditentukan oleh pemerintah Kota Semarang adalah 60% tetapi pada kenyataanya banyak penghuni yang memaksimalkan KDB hingga lebih dari 80%. Sedangkan dilihat dari perubahan sarana, prasarana dan utilitas umum terdapat beberapa lapangan olah raga yang menjadi lahan parkir sehingga mengganggu kenyamanan dimana lapangan tersebut merupakan fasilitas publik, lapangan olahraga yang dijadikan sarana perdagangan dan jasa dimana dengan berubahnya fungsi lapangan tersebut maka mengurangi fasilitas olah raga dan ruang terbuka hijau ditambah lagi perubahan yang dilakukan tidak dilakukan dengan menggunakan izin dari dinas terkait. Berdasarkan penjabaran di atas maka menimbulkan pertanyaan penelitian "Bagaimana perubahan perumahan di Perumahan Bumi Wanamukti?"

Dengan adanya penelitian ini maka didapatkan manfaat dalam mendukung konsep instrumen pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan kondisi empiris di lapangan seperti mengetahui pola perubahan fungsi ruang di lapangan sehingga bisa menjadi masukan untuk stakeholder ataupun developer dalam pembangunan perumahan, memberikan gambaran konflik ruang karena market driven yang perlu di kendalikan dan memberikan masukan di dalam penyusunan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang.

table of content

2. METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan

Penelitian ini mengidentifikasi perubahan perumahan dengan metode penelitian yang paling tepat adalah kuantitatif. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data dengan skala ordinal yang dikumpulkan dengan menggunakan metode kuisioner. Data dari kuisioner dinilai berdasarkan skala likert 1-5. Dalam penelitian ini akan menggunakan dua alat analisis yaitu analisis statistik deskriptif yang digunakan untuk menganalisis perubahan rumah, karakteristik penghuni perubahan sarana, prasarana dan utilitas umum di Perumahan Bumi Wanamukti, sedangkan analisis faktor akan digunakan untuk mereduksi data menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi penghuni melakukan perubahan rumah. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah di Perumahan Bumi Wanamukti, sedangkan yang menjadi sampel penelitian adalah beberapa rumah pada tipe 36, 48, 57 dan 70 yang dirasa mampu mewakili populasi rumah Perumahan Bumi Wanamukti. Dalam menentukan ukuran sampel ada beberapa cara yang dipakai, salah satunya yang dikembangkan Slovin, Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah responden terpilih. Berdasarkan perhitungan sampel maka diketahui bahwa jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 rumah. Karena penelitian ini dilakukan pada empat tipe rumah maka sampel dibagi lagi menjadi 25 unit rumah sebagai sampel untuk setiap tipe rumahnya.

table of content

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Karakteristik Penghuni Perumahan Bumi Wanamukti. Karakteristik penghuni yg akan di analisis tidak keseluruhan penghuni tetapi berdasarkan responden pada setiap tipe rumah yaitu tipe 36, 48, 57, dan 70. Karakteristiknya akan dilihat dari, jumlah anggota keluarga yang menempati rumah, penghasilan keluarga dan lama menempati rumah. Karakteristik penghuni dilihat dari jumlah anggota keluarga pada 4 tipe rumah dapat dilihat dengan jelas bahwa sebenarnya setiap tipe rumah memiliki jumlah anggota keluarga tiap rumahnya berkisar antara 3-5 orang. Berdasarkan hasil kuisioner penghuni dengan masa tinggal lebih dari 20 tahun rata-rata anggota keluarga yang menempati rumahnya sudah berkurang.

Penghasilan keluarga merupakan jumlah seluruh penghasilan dari seluruh penghuni rumah yang bekerja. Berdasarkan hasil kuisioner rata-rata pendapatan penghuni dari awal menempati rumah hingga saat ini selalu mengalami peningkatan, tetapi peningkatan tersebut tudak serta membuat penghuni dapat dengan mudah melakukan perubahan terhadap huniannya dikarenakan menurut beberapa responden mereka memiliki kebutuhan lain yang lebih penting dibandingkan dengan melakukan perubahan terhadap huniannya. Pada tipe 36 dan 57 pendapatan penghuni sebagian besar adalah Rp. 3000.000-Rp.5000.000 sedangkan pada tipe 48 dan 70sebagian besar > Rp.5000.000. Dilihat dari data tersebut terdapat anomali dimana pendapatan keluarga pada rumah tipe 48 lebih besar dibandingkan rumah tipe 57. Jika dilihat lagi responden pada rumah tipe 48 sebagian besar masih berstatus bekerja sedangkan pada rumah 57 sebagian besar adalah pensiunan oleh karena itu pada rumah tipe 48 penghasilan keluarganya lebih tinggi dibandingkan tipe 57.

Jika dilihat dari lama menempati rumahnya wajar saja apabila perubahan rumah yang ada di Perumahan Bumi Wanamukti saat ini sudah sangat terlihat walaupun ada beberapa rumah yang hanya melakukan penyempurnaan. Sebagian besar penghuni pada rumah tipe 36,48,70 sudah menempati rumahnya lebih dari 20 tahun sedangkan pada tipe 57 sebagian besar 10-20 tahun.

Analisis Perubahan Lingkungan Perumahan
Perubahan Rumah Hunian. Salah satu faktor yang menyebabkan adanya perubahan perumahan adalah perubahan rumah. Perubahan rumah dapat membuat perubahan dikarenakan adanya perubahan pada luas bangunan yang menyebabkan tingginya kepadatan bangunan. Berdasarkan karakteristik penghuni dapat diketahui bahwa kemungkinan penghuni melakukan perubahan dikarenakan banyaknya penghuni pada setiap rumahnya sehingga membutuhkan ruang yang lebih banyak, lama menempati rumah yang rata-rata sudah lebih dari 20 tahun dapat diperkirakan sudah banyak kerusakan struktur bangunan sehingga membutuhkan perbaikan dan peningkatan penghasilan yang dapat mendukung perubahan baik untuk memperbaiki ataupun untuk menambah ruang baru.

Perubahan yang paling banyak dilakukan penghuni pada setiap tipe rumahnya adalah perombakan. Perombakan adalah perubahan struktur fisik rumah secara total. Perombakan pada tipe 36, 48, 57 dan 70 rata-rata dilakukan dengan menggabungkan rumah menjadi 2 rumah atau meningkatkan rumah menjadi 2 lantai. Pada tipe 36 berdasarkan hasil kuisioner sebanyak 40% melakukan perombakan dengan meningkatkan rumah menjadi 2 lantai dan 8% melakukan perubahan dengan menggabungkan 2 rumah menjadi satu. Tipe 48 sebesar 28 % meningkatkan rumah menjadi 2 lantai dan 4% yang menggabungkan 2 rumah menjadi satu. Sedangkan tipe 57 sebanyak 32 % meningkatkan rumah menjadi 2 lantai dan pada tipe 57 tidak ditemukan responden yang melakukan penggabungan 2 atau lebih rumah menjadi satu begitu pula pada rumah tipe 70, tetapi pada rumah tipe 70 masih terdapat sebanyak 23% yang melakukan perombakan dengan mengubah huniannya menjadi 2 lantai.

Ekpansi (perluasan) adalah perluasan kearah luar, misalnya penambahan dapur, kamar, kamar mandi dan sebagainya. Pada seluruh tipe rumah yang ada di Perumahan Bumi Wanamukti perluasan yang dilakukan sebagian besar berupa penambaha dapur, kamar mandi, kamar tidur dan garasi. Perluasan yang dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang masih tersisa, lahan tersebut seharusnya digunakan untuk lahan resapan pada hunian yang biasanya dibuat dalam bentuk ruang terbuka hijau. Dilihat dari kondisi eksistingnya ketentuanketentuan yang sangat terlihat dilanggar oleh penghuni Perumahan Bumi Wanamukti adalah memaksimalkan lahan terbangun pada huniannya (KDB) dan tidak melakukan perubahan IMB saat melakukan perubahan total pada huniannya. Berikut ini KDB rumah yang telah disesuaikan dengan Perda Kota Semarang No. 12 Tahun 2011:

Tabel 1. KDB di Perumahan Bumi Wanamukti


Dilihat dari tabel di atas di Perumahann Bumi Wanamukti keempat tipe rumah memiliki KDB yang kurang baik yaitu > 80%, paling banyak terdapat pada rumah tipe 36, sedangkan tipe rumah dengan KDB baik paling banyak terdapat pada rumah tipe 70. Pada hunian 70 lahan yang disediakan jauh lebih besar sehingga memungkinkan penambahan ruang baru atau perluasan dapat diperhitungkan dengan baik tanpa memaksimalkan lahan sedangkan pada ketiga tipe lainnya lahan jauh lebih kecil sehingga lahan yg masih ada di maksimalkan. Terdapat alasan tertentu dari beberapa responden terkait perubahan yang dilakukan dengan memaksimalkan KDB tersebut, di antaranya adalah biaya yang dikeluarkan apabila melakukan perubahan secara vertikal akan lebih mahal dibandingkan dengan perluasan kearah luar (memaksimalkan KDB), PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) akan lebih mahal jika melakukan perubahan rumah secara vertikal dan penghuni kurang menyukai hunian 2 lantai atau lebih.Padahal jika dibandingkan antara perubahan rumah dengan meningkatkan rumah menjadi 2 lantai tetapi tetap mempertahan kan ruang terbuka hijau dan daerah resapan akan lebih baik bagi lingkungan perumahan dibandingkan dengan melakukan perluasan dengan memaksimalkan lahan yang ada sehingga hilangnya ruang terbuka hijau pada hunian.

Banyaknya pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan untuk sebuah kawasan perumahan tentunya menunjukan bagaimana lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang yang ada. Hal tersebut dapat dilihat dari masih banyaknya penghuni yang tidak mengetahui mengenai aturanaturan yang telah ditetapkan tersebut. Berdasarkan survey terdapat sebanyak 96% pada tipe 36, 100% tipe 48, 88% tipe 57 dan 100% tipe 70 respon tidak mengetahui mengenai ketentuan pada sebuah hunian terutama untuk ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB). Ketidaktahuan penghuni itu juga dapat dilihat pada perubahan rumah yang mereka lakukan selain melanggar ketentuan KDB. Penghuni sebagian besar tidak melakukan perubahan IMB (izin mendirikan bangunan) pada saat melakukan perubahan pada huniannya. Perubahan yang dilakukan paling besar berupa perombakan dan perluasan yang menurut ketentuannya harus melakukan perubahan IMB, sedangkan berdasarkan survey pada tipe 36 dan 57 hanya 16% yang melakukan perubahan IMB sedangkan pada tipe 48 dan 70 hanya 12% dan 20%.

Analisis faktor akan digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penghuni melakukan perubahan rumah di Perumahan Bumi Wanamukti. Berdasarkan hasil analisis terbentuklah 2 faktor untuk setiap tipe rumahnya. Rumah Tipe 36 faktor pertama terdiri dari peningkatan penghasilan, kedekatan dengan tempat kerja, luas lahan rumah, Kelengkapan sarana dan Prasarana. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Pendapatan Keluarga dan Pendukung Perumahan". Faktor kedua terdiri dari jumlah anggota keluarga dan faktor usaha keluarga. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Kebutuhan Keluarga". Rumah Tipe 48 Faktor pertama terdiri dari peningkatan penghasilan, faktor usaha keluarga dan luas lahan rumah. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Pendapatan Keluarga dan Ketersediaan Lahan". Faktor kedua terdiri dari jumlah anggota keluarga, dekat dengan tempat kerja dan kelengkapan sarana dan prasarana. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabelvariabel ini adalah "Kebutuhan Keluarga dan Fasilitas Perumahan".

Rumah Tipe 57 Faktor pertama terdiri dari jumlah anggota keluarga, peningkatan penghasilan dan kedekatan dengan tempat kerja. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Kebutuhan dan Pendapatan Keluarga". Faktor kedua terdiri dari faktor usaha keluarga, luas lahan dan kelengkapan sarana dan prasarana. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Pendukung Perumahan dan Ketersediaan Lahan". Rumah Tipe 70 Faktor pertama terdiri dari peningkatan penghasilan, dekat dengan tempat kerja dan kelengkapan sarana dan prasarana. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Pendapatan Keluarga dan Fasilitas Perumahan" Faktor kedua terdiri dari usaha keluarga dan luas lahan rumah. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Faktor Ketersediaan Lahan".

Analisis Perubahan Sarana, Prasarana dan Utilitas Umum
Perubahan Prasarana. Berdasarkan hasil observasi di Perumahan Bumi Wanamukti untuk kondisi jalan cukup baik hanya sebagian kecil jalan saja yang berlubang selain itu jalan juga dilengkapi dengan lampu jalan. Saluran drainase pada jalan utama masih sering tersumbat sampah ketika musim hujan sehingga sering terjadi genangan air, sedangkan pada beberapa jalan lainnya drainase dengan kondisi cukup baik karena adanya kerja bakti untuk membersihkan lingkungan termasuk drainase hanya saja dikarenakan limbah cair rumah tangga dibuang melalui saluran drainase sehingga drainase menjadi kotor dan berbau. Saluran drainase yang ada di Perumahan Bumi Wanamukti akan mengalir pada sungai yang ada di tengah perumahan. Sistem persampahan di Perumahan Bumi Wanamukti juga sudah baik, setiap rumah memiliki kotak sampah yang diletakan di depan rumah yang nantinya akan diangkut oleh petugas kebersihan setiap harinya. Petugas kebersihan tersebut merupakan petugas yang dibayar oleh RT melalui uang iuran dari setiap rumah. Sanitasi di perumahan Bumi Wanamukti setiap rumah memiliki satu saluran dengan kondisi baik. Sedangkan jika dilihat dari pendapat penghuni mengenai kondisi prasarana di Perumahan Bumi Wanamukti sebagian besar mengatakan dalam kondisi baik untuk lebih jelaasnya dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Kondisi Prasarana di Perumahan Bumi Wanamukti

Perubahan Sarana. Sarana pendidikan dan peribadatan tidak memiliki perubahan yang signifikan dari kualitas dan kuantitas, untuk kualitas baik dan kuantitas tetap dari awal pembangunan perumahan. Ruang terbuka hijau yang ada di Perumahan Bumi Wanamukti berupa lapangan olahraga tetapi untuk kodisi saat ini lapangan olah raga sudah mengalami pengerasan dan penggunaan lapangan yang tidak sesuai seperti untuk lahan parkir dan perdagangan. Hampir di seluruh lapangan yang ada di Perumahan Bumi Wanamukti difungsikan juga sebagai tempat parkir yang disebabakan oleh kepemilikan kendaraan lebih dari satu atau tidak memiliki garasi dikarenakan digunakan untuk usaha keluarga. Pada awal huni Perumahan Bumi Wanamukti tidak memiliki sarana perdagangan dan jasa tetapi saat ini terdapat lapangan olah raga yang dialih fungsikan sebagai sarana perdagangan dan jasa. Untuk sarana pendidikan di Perumahan Bumi Wanamukti berupa taman kanak-kanak dengan kondisi baik. Sedangkan jika dilihat dari pendapat penghuni mengenai kondisi sarana di Perumahan Bumi Wanamukti sebagian besar mengatakan cukup baik untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 3. Kondisi Sarana Olahraga/Taman di Perumahan Bumi Wanamukti

Perubahan Utilitas Umum. Perubahan utilitas umum dilihat dari jaringan listrik, air bersih dan penerangan jalan. Jaringsn listrik di Perumahan Bumi Wanamukti untuk kualitasnya jaringan listrik semakin baik dengan semakin jarang terjadi pemadaman listrik sedangkan dari kuantitasnya adanya peningkatkan daya listrik. Sedangkan untuk air bersih untuk kualitas tidak ada perubahan sedangkan untuk kuantitas semakin bertambah karena adanya penambahan anggota keluarga, air bersih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari sebagian besar diperoleh dari PDAM dengan kondisi air bersih baik, perumahan ini memang direncanakan untuk tidak menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih dikarenakan air tanah tidak memiliki kualitas baik. Lampu jalan di perumahan ini saat ini merupakan swadaya penghuni yang dikordinir oleh RT karena pada awal huni jalan pada perumahan ini dilengkapi dengan lampu jalan yang kurang baik sehingga dari segi penerangan jalan saat ini sudah semakin membaik kualitasnya. Sedangkan jika dilihat dari pendapat penghuni mengenai kondisi utilitas umum di Perumahan Bumi Wanamukti sebagian besar mengatakan utilitas dalam kondisi baik untuk lebih jelaasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 4. Kondisi Utilitas Umum di Perumahan Bumi Wanamukti

Dari analisis yang telah dilakukan di atas dapat diketahui bahwa perubahan pada sarana, prasarana dan utilitas umum di Perumahan Bumi Wanamukti tidak terlalu signifikan, pada prasarana perubahan lebih kepada kualitas yang semakin menurun sedangkan untuk sarana lebih kepada kuantitas yang berkurang, dan untuk utilitas umum terdapat kebuthan listrik dan air bersih yang semakin meningkat karena adanya peningkatan jumlah penghuni. Berdasarkan analisis faktor perubahan sarana,prasarana dan utilitas umum sebagian besar di pengaruhi oleh kondisi sistem pembuangan limbah dan kondisi sarana olahraga/taman.

Analisis faktor akan digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penghuni melakukan perubahan sarana, prasarana dan utilitas umum di Perumahan Bumi Wanamukti. Berdasarkan hasil analisis terbentuklah 2 faktor untuk setiap tipe rumahnya. Tipe 36 Faktor pertama terdiri dari air bersih, jalan dan lapangan olahraga/taman. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Faktor kondisi ruang terbuka hijau", faktor kedua terdiri dari sanitasi, drainase, lampu jalan dan persampahan. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Faktor kondisi sistem pembuangan limbah". Tipe 48 Faktor pertama terdiri dari air bersih, sanitasi dan lapangan olahraga/taman. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Faktor kondisi air bersih", faktor kedua terdiri dari drainase, jalan, lampu jalan dan persampahan. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Faktor kondisi sistem pembuangan limbah". Tipe 57 faktor pertama terdiri dari jalan, lampu jalan, lapangan olahraga/taman. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Faktor kondisi jaringan jalan dan penerangannya", faktor kedua terdiri dari air bersih, sanitasi, drainase, persampahan. Nama yang tepat untuk faktor yang dapat mewakili variabel-variabel ini adalah "Sistem Pembuangan Limbah". Tipe 70 Faktor pertama terdiri dari air bersih, drainase, jalan, lampu jalan "Faktor kondisi jaringan jalan dan pembuangan limbah", Faktor kedua terdiri dari sanitasi, persampahan, lapangan olahraga/taman "Faktor kondisi ruang terbuka hijau".

Motivasi Perubahan Perumahan dan Lingkungan Permukiman. Jika dikaitkan dengan teori Yuan Lim, Yuen, Low, Building, dan Estate (1999) yang juga merujuk dari teori maslow bahwa masyarakat pada dasarnya membutuhkan perumahan untuk tempat berlindung (safety) tetapi bagi sebagian masyarakat perumahan adalah untuk berkembang (growth). Berdasarkan sampel pada keempat tipe rumah dilihat dari rumah sebagai tempat untuk berlindung (safety) dan untuk berkembang (growth) adalah sebagai berikut:

Gambar 5. Kebutuhan Rumah Sebagai Tempat untuk Berlindung dan Berkembang

Motif perubahan perumahan di Perumahan Bumi Wanamukti secara keseluruhan dikarenakan adanya perkembangan (growth). Perkembangan kebutuhan dan ekonomi penghuni mendorong penghuni untuk melakukan perubahan perumahan baik dari segi perubahan rumah dan juga perubahan pada sarana, prasarana serta utilitas umum, yang terlihat dengan jelas adalah perubahan ekonomi yang diwujudkan melalui gaya hidup dan kebutuhan seperti kepemilikan kendaraan, bentuk hunian baik fisik ataupun fungsi yang mengurangi ruang terbuka hijau baik ruang terbuka hijau pribadi dan publik.

Analisis Kondisi Perubahan Perumahan di Perumahan Bumi Wanamukti. Perubahan Perumahan akan di analisis lebih lanjut dengan menggunakan parameter kalayakan perumahan menurut UN Universal Declaration of Human Rights dalam UNESCAP (2008). Parameter tersebut digunakan untuk mengetahui apakah perubahan perumahan di Perumahan Bumi Wanamukti merupakan perubahan yang dapat dikatakan baik dan sesuai dengan standar kelayakan perumahan ataukah perubahan tersebut justru berdampak buruk terhadap kondisi perumahannya. Parameter kelayakan yang akan dipakai hanya pada rumah dan infrastrukturnya dikarenakan yang akan dilakukan adalah meneliti kelayakan perubahan perumahan bukan kelayakan perencanaan perumahan. Untuk lebih jelasnya akan di bahas di bawah ini:

Rumah, Sebuah tempat tinggal harus mampu melindungi penghuninya dari kondisi cuaca dan ancaman yang ada di lingkungan alamnya, serta ruang yang tersedia pada huniannya cukup bagi seluruh penghuninya. Perubahan perumahan di Perumahan Bumi Wanamukti apabila dilihat dari fisik bangunannya dapat dikatakan baik hal tersebut terlihat dari peningkatan ruang pada huniannya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ruang setiap anggota keluarga. Tetapi perubahan pada fisik tersebut juga menimbulkan masalah dimana penghuni melakukan perubahan pada fisiknya dengan memaksimalkan lahan yang ada sehingga mengurangi ruang terbuka hijau. Dapat disimpulkan bahwa jika dilihat dari segi perubahan rumahnya langkah yang diambil penghuni kurang baik seharusnya perubahan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan luas lahan. Dilihat dari luas lahan yang ada perubahan rumah seharusnya dilakukan secara vertikal terutama untuk tipe 36 dan 48.

Pelayanan Dasar dan Infrastruktur. Sebuah perumahan dapat dikatakan layak apabila dilengkapi dengan fasilitas yang dapat menjamin kesehatan, keamanan, kenyamanan dan didukung oleh jalan atau akses, sanitasi, drainase, persampahan. Jika dilihat dari fasilitas pendukung perumahan perubahan yang terlihat jelas pada sarana adalah pada sarana olah raga dimana sarana olahraga tersebut pada fungsi aslinya selain untuk berolahraga juga sebagai ruang terbuka hijau tetapi saat ini beberapa sarana tersebut sudah mengalami pengerasan, perubahan fungsi sebagai lahan parkir dan perdagangan dan jasa. Sedangkan dilihat dari kondisi prasarana terdapat perubahan lebih kepada kualitasnya dimana prasarana saat ini menjadi lebih buruk yang paling terlihat adalah pada kondisi drainase dimana drainase berbau menyengat karena limbah cair rumah tangga dialirkan langsung pada drainase dan drainase tersebut merupakan drainase terbuka sehingga menimbulkan bau tidak sedap dan mengurangi kenyamanan. Pada utilitas umum perubahan terlihat pada keburuhan air bersih dan listrik, diasumsikan saja bahwa penambahan jumlah anggota keluarga akan menambah kebutuhan akan utilitas umum. Secara keseluruhan perubahan perumahan dilihat dari segi infrastruktur tidak terlihat perubahan secara signifikan dari kuantitasnya tetapi mengalami perubahan pada segi kualitasnya yang menurun.

Secara keseluruhan perubahan perumahan di Perumahan Bumi Wanamukti sebagain besar di sebabkan oleh adanya perubahan rumah yang bedampak pada perubahan sarana, prasarana dan utilitas umum. Kondisi perubahan perumahan tersebut dapat dikatakan kurang baik karena berdasarkan kelayakan perumahan yang di analisis di atas pada perubahan rumah penghuni hanya memikirkan kebutuhan ruang untuk setiap anggota keluarga yang menempati rumah tetapi tidak memperhatikan implikasi dari perubahan tersebut pada kondisi kenyamanan perumahannya.

Temuan Penelitian Perubahan Perumahan di Perumahan Bumi Wanamukti. Berdasarkan hasil analisis terdapat perubahan perumahan yang dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dilihat dari perubahan rumah, perubahan ruang dalam rumah sebagian besar penghuni menambah ruang dalam rumahnya hal ini dikarenakan adanya kebutuhan ruang baru karena anggota keluarga bertambah selain itu beberapa penghuni menambah ruang baru dikarenakan akan dijadikan sebagai usaha keluarga. Perubahan rumah tersebut memberikan dampak paling besar terhadap perubahan perumahan dikarenakan perubahan yang dilakukan sebagian besar mengubah KDB menjadi >80%, perubahan juga dilakukan pada fungsi hunian seperti garasi yang dijadikan kios/warung sehingga mobil diparkir dijalan dan menyebabkan terganggunya kelancaran jalan. Perubahan pada KDB tersebut sama halnya dengan apa yang terjadi pada penelitian Shiferaw (1998) dimana ekstensi paling banyak dilakukan secara horizontal dalam semua kasus. Ekstensi horizontol memiliki sejumlah kelemahan terutama dalam memaksimalkan sumberdaya lahan yang sedikit. Namun, persyaratan teknis dan keuangan untuk ekstensi vertikal masih sangat sulit, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Di Perumahan Bumi Wanamukti alasannya mengembangan rumah dengan perluasan secara horizontal adalah besarnya biaya yg dikeluarkan untuk pengembangan secara vertikal, kurang menyukai hunian 2 lantai atau lebih serta besarnya pajak bumi dan bangunan yang akan dikeluarkan. Selain itu dari beberapa faktor yang telah diteliti terdapat satu faktor yaitu kedekatan dengan tempat kerja dimana menurut Grigolon, Dane, Rasouli, dan Timmermans (2014) kedekatan dengan pekerjaan dan kegiatan lainnya merupakan penentu mobilitas perumahan. Salah satu faktor yang dapat memicu adanya perubahan adalah waktu yang dihabiskan dari perumahan menuju tempat kerja (Strassmann, 1984). Kecendrungan masyarakat adalah memiliki hunian yang dekat dengan tempat bekerja sehingga melakukan perubahan karena adanya kesesuaian dengan mobilitas dan aktivitas dimana apabila penghuni merasa bahwa lokasi huniannya dapat mendukung mobilitas dan aktivitas tetapi fisik rumah belum sesuai dengan kebutuhan maka penghuni akan melakukan perubahan rumah, tetapi di Perumahan Bumi Wanamukti sebagian besar responden tidak memiliki lokasi tempat kerja yang dekat dengan perumahan, hal tersebut dikarenakan yang pertama untuk penghuni asli ini merupakan rumah yang dibeli dari Perhutani dan penghuni pertama adalah pegawai perhutani yang tidak hanya bekerja di Kota Semarang, yang kedua adalah penghuni yang membeli rumah tersebut dari pegawai perhutani yang tidak menempati rumahnya dan sebagian besar responden ini juga memilih perumahan Bumi Wanamukti bukan karena adanya kedekatan dengan tempat kerja.

Sedangkan faktor eksternal adalah perubahan ruang terbuka hijau menjadi ruang terbuka non hijau karena mengalami pengerasan, berkurangnya kenyamanan pengguna sarana publik karena adanya alih fungsi sebagai lahan parkir serta perubahan guna lahan dimana lahan yang merupakan sarana olah raga dijadikan sebagai perdagangan dan jasa dengan sistem kontrak dengan RW setempat. RW dalam hal ini tidak memiliki kewenangan untuk memberikan izin apalagi perubahan yang dilakukan pada sarana olah raga adalah membangun yang seharusnya memiliki izin mendirikan bangunan dan izin gangguan karena fungsinya sebagai perdagangan dan jasa. Pada kenyataannya izin tersebut hanya melalui RW padahal seharusnya izin tersebut merupakan kewenangan dari DTKP Kota Semarang. Selain itu sarana olahraga yang ada dimanfaatkan juga oleh beberapa penghuni sebagai lahan parkir dikarenakan kepemilikan kendaraan lebih dari satu sedangkan lahan parkir dihuniannya hanya dapat menampung satu kendaraan dan lahan parkir yang digunakan untuk usaha sehingga untuk parkir menggunakan sarana olahraga. Dari kedua faktor tersebut faktor internal merupakan faktor yang paling mempengaruhi perubahan perumahan di Perumahan Bumi Wanamukti dikarenakan perubahan yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh adanya perubahan rumah.

table of content

4. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Perumahan Bumi Wanamukti didapatkan bahwa perubahan kondisi perumahan disebabkan oleh adanya perubahan rumah, sarana, prasarana dan utilitas umum, sedangkan yang menyumbang paling besar pada perubahan perumahan tersebut adalah perubahan rumah. Perubahan rumah yang dilakukan penghuni Perumahan Bumi Wanamukti pada keempat tipe rumah sebagian besar adalah perombakan, perubahan tersebut dilakukan dengan memaksimalkan KDB, berdasarkan hasil survey dan disesuaikan dengan Perda Kota Semarang No. 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah didapatkan bahwa sebagian besar responden di Perumahan Bumi Wanamukti melanggar ketentuan KDB yang telah ditetapkan bahkan KDB dalam kondisi kurang baik yaitu >80%. IMB sebagai salah satu instrumen pengendalian pemanfaatan ruang dirasa kurang berhasil jika dilihat dari hasil analisis tersebut selain itu berdasarkan hasil kuisioner penghuni yang melakukan pembaharuan IMB masih sangat minim. Setelah melakukan analisis terhadap bentuk perubahan rumah terlihat bahwa perubahan yang dilakukan penghuni Perumahan Bumi Wanamukti bila dihubungkan dengan tingkat kebutuhan rumah menurut Maslow dalam (Yuan Lim, dkk., 1999) bisa ditarik kesimpulan bahwa perubahan rumah yang dilakukan oleh penghuni sebagian besar adalah untuk perkembangan (Growth). Dalam penelitian ini setelah melakukan analisis dalam bentuk perubahan yang terjadi dengan melakukan observasi dan wawancara maka dilakukan analisis untuk mengetahui faktor perubahan rumah pada setiap tipe rumah di Perumahan Bumi Wanamukti yang di analisis menggunakan analisis faktor, dari hasil analisis tidak ditemukan faktor perubahan rumah tipe 36 "pendapatan keluarga dan pendukung perumahan" dan "kebutuhan keluarga". Rumah tipe 48 "pendapatan keluarga dan ketersediaan lahan" dan "kebutuhan keluarga dan fasilitas perumahan". Rumah tipe 57 "kebutuhan dan pendapatan keluarga" dan "pendukung perumahan dan ketersediaan lahan". Rumah tipe 70 "pendapatan keluarga dan fasilitas perumahan" dan "faktor ketersediaan lahan". Sedangkan pada analisis perubahan sarana, prasarana dan utilitas umum di temukan bahwa tipe 36 Faktor pertama adalah "faktor kondisi ruang terbuka hijau", faktor kedua faktor "kondisi sistem pembuangan limbah". Tipe 48 faktor pertama "faktor kondisi air bersih", faktor kedua "faktor kondisi sistem pembuangan limbah". Tipe 57 faktor pertama faktor kondisi jaringan jalan dan penerangannya", faktor kedua "sistem pembuangan limbah". Tipe 70 "faktor kondisi jaringan jalan dan pembuangan limbah", faktor kedua "faktor kondisi ruang terbuka hijau".

Seperti yang dikatakan oleh Shiferaw (1998) kontrol yang ketat dari pemerintah mengenai ekstensi dan modifikasi perumahan ternyata tidak berhasil karena banyaknya pelanggaran, jika dilihat dari apa yang terjadi di Perumahan Bumi Wanamukti dan disesuaikan dengan peraturan yang ada di Kota Semarang terkait perumahan maka banyak sekali peraturan yang dilanggar mulai dari izin gangguan, izin mendirikan bangunan dan ketentuan KDB.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa rekomendasi yang dapat diberikan terkait dengan pertumbuhan rumah inti. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah sosialisasi terkait Perda yang mengatur tentang pengendaliaan pemanfaatan ruang seperti IMB, izin gangguan, KDB, KLB dan lain sebagainya tidak hanya dilakukan pada tingkat kecamatan karena cara tersebut kurang efektif untuk membuat masyarakat memahami peraturan tersebut.

Penyediaan perumahan jangan hanya mengutamakan kuantitas tetapi juga kualitas. Karena pada sebagian penghuni juga melakukan perombakan dikarenakan ketidakpuasan dengan kualitas bangunan awal. Berdasarkan fenomena perubahan rumah yang berdampak besar pada perubahan lingkungan pemerintah seharusnya dapat lebih meningkatkan pengawasan terutama pada koefisien dasar bangunan dimana sebagian besar rumah memiliki KDB > 80%. Sehingga perubahan rumah dapat menjadi sebuah hunian yang layak dan memadai sesuai dengan yang diharapkan dengan bantuan peran aktif dari pemerintah dalam melakukan pembinaan terhadap penghuni terutama tentang pentingnya memperhatikan kualitas rumah dan lingkungan.

Lebih lanjut, cara penghuni melakukan trasformasi perumahan merupakan petunjuk untuk perencanaan pembangunan perumahan di masa mendatang dengan melihat perubahan saat ini. Sehingga dari perubahan yang ada saat ini di Perumahan Bumi Wanamukti selain mendukung perencanaan perumahan dimasa mendatang juga dapat mendukung instrumen pengendalian pemanfaatan ruang. Kelemahan dari penelitian yang telah dilakukan adalah perubahan lingkungan perumahan hanya dikaji dari segi perubahan rumah sedangkan kebijakan pemerintah tidak dikaji secara mendalam.

table of content

5. DAFTAR PUSTAKA

Grigolon, A., Dane, G., Rasouli, S., & Timmermans, H. (2014). Binomial Random Parameters Logistic Regression Model of Housing Satisfaction. Procedia Environmental Sciences, 22, 280-287.

Makachia, P. A. (2011). Evolution of urban housing strategies and dweller-initiated transformations in Nairobi. City, Culture and Society, 2(4), 219- 234.

Najib, M. (2012). Pola Tata Ruang Dalam Rumah Tinggal Masyarakat Bepenghasilan Rendah di Kawasan Pusat Kota Palu. MEKTEK, Vol.8 No.2(2).

Nurasrizal. (2010). Pertumbuhan Rumah Inti Pada Perumahan Layak Huni Bagi Keluarga Miskin Di Dusun Kayu Gadang Kota Sawahlunto. Program Pasca Sarjana UNDIP: Semarang.

Raharjo, N. P. (2010). Dinamika Pemenuhan Kebutuhan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah. UNIVERSITAS DIPONEGORO.

Sabarudin, A., Bacheri, C., Sundaru, B., Sugiharto, B., Utami, T., & Setyowati, A. I. (2003). Perkembangan Perumahan Rakyat Masa Lalu, Saat ini, dan Masa Mendatang: Jakarta : Badan Penerbiit Puskim.

Shiferaw, D. (1998). Self-initiated transformations of public-provided dwellings in Addis Ababa, Ethiopia. Cities, 15(6), 437-448.

Sjaifoel, E. (2009). Kajian Perubahan Fisik Rumah Tinggal pada Permukiman Perumnas Martubung Medan. Program Pasca Sarjana USU : Medan.

Strassmann, W. P. (1984). The timing of urban infrastructure and housing improvements by owner occupants. World Development, 12(7), 743-753.

Suara Merdeka (Producer). (2012, Suaramerdeka.com). Zonasi Perumahan Dilanggar. Retrieved from http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/02/04/175972/Zonasi-Perumahan-Dilanggar-

Sueca, N. P. (2003). Housing transformation: improving environment and developing culture in Bali. University of Newcastle upon Tyne.

UNESCAP. (2008). Perumahan Bagi Kaum Miskin di KotaKota Asia: Bangkok: United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific dan United Nations Human Settlements Programme.

Wicaksono, T., & Sugiyanto, F. (2011). Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Perubahan Pemanfaatan Perumahan Untuk Tujuan Komersial Di Kawasan Tlogosari Kulon, Semarang. Program Sarjana UNDIP: Semarang.

Yuan Lim, L., Yuen, B. K. P., Low, C., Building, N. U. o. S. S. o., & Estate, R. (1999). Urban Quality of Life: Critical Issues and Options: School of Building and Real Estate, National University of Singapore.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2015 Jurnal Pengembangan Kota

License URL: http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0